57. feel guilty

915 102 7
                                    

Aroma harum khas Nanon langsung menyeruak ketika Pluem membuka pintu kamar itu. Tersenyum kecil melihat keadaan kamar yang tidak serapi milik orang lain. Karena Nanon kembali melakukan hobinya terhadap melukis, kamar itu di penuhi oleh beberapa hasil lukisan yang berserakan. Serta peralatan melukis yang sama berantaknnya.

Niat Pluem sebenarnya ingin mengambil beberapa pakaian Nanon untuk di bawa kerumah sakit. Tapi sepertinya Pluem ingin melihat-lihat sejenak hasil lukisan milik adiknya. Karena sudah lama, Pluem tak menikmati karya seni yang Nanon ciptakan melalui cat dan kanvas itu.

Setelah kembali dari Paris, cukup banyak lukisan yang Nanon buat. Entah itu pemandangan, atau wajah-wajah orang kesayangannya. Semuanya tampak tak ada yang mengecewakan. Hingga Pluem tak sengaja melihat sebuah canvas yang belom terlepas dari penyangganya. Dimana canvas itu sudah tertorehkan oleh cat.  Namun tak sebaik lukisan yang lainnya.

"Apa dia tak sengaja menumpahkan catnya?" gumam Pluem menyentuh lukisan yang berantakan itu. Lalu matanya beralih menatap lantai yang sedang dia injak. Dimana cat kering berceceran disana.

"Kau selalu saja menyimpan kesedihan dan kesakitanmu seorang diri, Nanon-kub." ujar Pluem sedih. Adiknya itu memang baik, tapi kebaikannya itu lah yang membuat Pluem tak suka.

Tanpa dia tahu, jika sebenarnya lukisan itu adalah bukti kemarahan Nanon pada dirinya sendiri, juga pada takdir. Saat dimana Dokter Pui mengatakan jika keadaan Nanon jauh lebih buruk di hadapan kakak-kakaknya. Menyadarkan Nanon, jika dia memang seorang pembohong yang amat baik.

Pluem hendak memutuskan untuk segera pergi ke walk in closet milik Nanon. Sebelum dia kembali menghentikan langkahnya ketika melihat sebuah foto yang terpajang di lorong menuju walk in closet itu.

Foto Krist, Pluem, Frank, dan Nanon untuk yang pertama kali. Dimana suasana saat itu sangatlah bahagia. Dapat dilihat, senyuman mereka tampak berseri. Serta Krist, Pluem, Frank dan Nanon yang saling berangkulan.

"Foto ini, dia masih menyimpannya." gumam Pluem dengan senyuman mengembang.

Saat tangan Pluem hendak meletakan foto itu kembali ke tempatnya, tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya. Suara yang amat gemetar, dan Pluem mendadak merasa takut.

"Sayang, ayo kembali ke rumah sakit. Nanon membutuhkan doa kita di sana."

.........

Sedikit pun, Krist tak pernah pergi dari samping Nanon. Terus mengusap punggung tangan ponakannya. Menatap betapa tersiksanya Nanon saat ini. Dengan berbagai selang dan kabel yang memenuhi tubuh pria berpipi lesung itu.

Setelah mengantar Frank yang lemas kepada keluarga mereka di depan ruang ICU, Krist memilih untuk menjaga Nanon terus-menerus. Dan ini, sudah memasuki jam ketiga dia duduk disana. Menggantikan tugas seorang perawat untuk menjaga ponakannya.

"Kau tidak sedang menghukum Phi kan, Nong-kub?" tanya Krist lirih.

Dia takut sekali, jika keadaan Nanon saat ini adalah balasan keteledorannya Krist yang membiarkan ponakannya itu menyerahkan donor paru pada Aj. Karena seandainya, Nanon sudah melakukan operasi itu. Keadaannya tak separah ini.

"Maaf telah menjadi kakak yang buruk. Saat ini, Phi sangat membenci diri Phi sendiri." Krist meletakan tangan Nanon di pipinya. Membiarkan tangan kurus nan pucat itu basah oleh air matanya.

"Seribu kali pun kau mengatakan jika itu bukan kesalahan Phi, tapi batin Phi terus mengatakan jika itu memang adalah kesalahan Phi." Krist semakin menangis ketika kepalanya penuh dengan kesalahan-kesalahan yang akhir-akhir ini dia perbuat.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang