56. Peace

953 104 6
                                    

Senyum Nanon mengembang amat lebar saat sosok Krist muncul dari balik pintu ruang rawatnya. Ingin mengucapkan sapaan hangat di pagi hari, namun kakak sepupunya itu justru langsung berlari kearahnya. Memeluknya dan menangis kencang. Bahkan tubuh Nanon ikut bergetar di buatnya.

"Phi, Apa yang terjadi?" tanya Nanon khawatir. Dia takut ada seseorang yang menyakiti hati kakaknya. Dan jika benar ada, dia tak akan pernh memaafkan orang itu karena telah membuat Krist menangis hebat seperti sekarang.

"Tolong..... Marah pada Phi, Nanon. Pukul Phi semaumu. Bentak Phi sepuasmu. Jika perlu, bunuh Phi sekarang juga."

Tidak. Ucapan Krist sudah terdengar kelewatan. Membuat Nanon harus berusaha melepaskan pelukan itu. Menatap lekat wajah Krist yang sangat berantakan. Kantung matanya terlihat begitu jelas. Menunjukan jika malam tadi Krist tak tidur dengan baik. Atau..... Kakak sepupunya itu memang tak tidur?

"Apa yang kau katakan, Phi? Sebenarnya ada apa? Siapa yang membuatmu menangis?" tanya Nanon menangkupkan wajah basah Krist. Mengusap pipi mulus itu dengan lembut.

"Aku telah berdosa, Nanon-kub. Aku membuang kesempatanmu untuk sembuh begitu saja. Aku kakak yang jahat. Aku kakak---" ucapan Krist terhenti saat jari telunjuk Nanon menempelkannya ke dalam bibir kakaknya.

Nanon tak punya pilihan lain untuk membungkam mulut kakaknya. Kalimat-kalimat yang Krist lontarkan, juga ikut menyakiti hatinya. Bukan karena dia tak ikhlas karena telah memberikan donor paru itu untuk Aj. Tapi dia tak mau jika Krist terus menyalahkan dirinya sendiri.

"Itu bukan kesalahanmu, Phi. Aku yang memberikannya untuk Aj. Aku...." Nanon terdiam sejenak. Membasahi bibirnya yang mulai kering.

"Aku..... Hanya ingin membuatmu bahagia. Kau menyayangi Aj. Kau juga begitu mendambakan kesembuhannya. Jadi, aku pikir jika aku sudah melakukan hal yang benar." ucapan lirih itu semakin membuat tangis Krist menjadi.

Yang Nanon ucapkan memang benar. Sangat benar. Namun, tentu kasih sayang yang dia berikan untuk Nanon dan Aj berbeda. Sampai kapan pun, Nanon tentu akan mendapatkan yang lebih besar.

Malam tadi, dia hanya bingung. Pikirannya tak bisa bekerja secara normal. Saat Dokter yang menangani Aj bicara padanya. Memberitahu jika Aj tak akan bisa bertahan lebih dari 24 jam jika tak mendapatkan pendonor. Krist hanya..... Bimbang.

"Jangan salahkan dirimu lagi, hm? Aku melakukannya dengan ikhlas. Lagi pula, sekali pun aku melakukan operasi itu. Belom tentu aku sembuh."

Krist mendadak menegang.
"Kau..... Menyerah, Nong-kub?"

"Maidai. Aku sudah pernah bilang, aku tak akan menyerah jika bukan kalian yang menyuruhku." Ujar Nanon cepat. Dia memang merasa putus asa. Tapi menyerah bukanlah pilihan yang Nanon inginkan. Jika dia berpikir seperti itu, dia hanya akan menjadi semakin lemah.

"Kau tidak melakukan kesalahan apapun, Phi. Jangan merasa menyesal dan meminta maaf." Nanon memeluk Krist. Memejamkan mata merasakan kehangatan yang dia dapat.

Jika ada yang bertanya, apakah dia menyesal karena telah memberikan donor paru miliknya untuk Aj? Dia akan menjawab tidak. Nanon justru merasa senang, karena dia telah melakukan sebuah kebaikan. Dan Aj, memang pantas mendapatkannya. Pria itu harus sembuh dan menemui orang yang bisa membuat kesepiannya menghilang. Yang pasti orang itu bukanlah Krist. Tapi orang lain yang bisa membuat Aj melepas bayang-bayang Krist dari kepalanya.

...........

Memasuki musim dingin, udara di Thailand begitu menyiksa. Semua orang menggunakan pakaian lebih dari satu di tubuh mereka. Menghalau rasa dingin yang hendak memeluk.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang