19. Obligated

1.8K 169 7
                                    


Tangan gemetar itu bertumpu pada pinggir wastafel untuk menahan tubuh ringkihnya agar tak terjatuh. Mengatur napas yang memburu, layaknya seperti baru berlari mengelilingi lapangan.

Siang ini, Nanon mengurus dirinya sendiri yang terus muntah berkali-kali. Entah kemana semua orang, Nanon tak memikirkannya.

Mengerjabkan matanya yang sayu, Nanon membersihkan sisa muntahan disudut bibirnya. Lalu merapikan sedikit rambutnya yang berantakan. Namun hal yang tidak dia inginkan terjadi. Rambut hitamnya menyangkut begitu banyak pada jari-jemarinya.

Walaupun sudah sering terjadi. Tapi rasa sakit dihatinya selalu muncul. Membayangkan Jika nanti, rambutnya akan habis tak tersisa. Apakah Nanon harus merasakannya sejauh ini?

"Nanon-kub!" Frank datang dengan suara melengking. Merebut helaian rambutnya dan mengantonginya. Pria itu terlalu takut dengan pemikiran Nanon yang mungkin mulai menyerah karena efek kemoterapi semakin menyeramkan.

"Kau muntah lagi? Kenapa Phi Pluem meninggalkanmu sendiri?" Frank menuntun Nanon keluar dari kamar mandi. Mengumpat dalam hati kepada sang kakak Karena meninggalkan Nanon sendiri disaat anak itu butuh penopang.

Nanon belom mampu untuk menjawab, karena memuntahkan isi perutnya dengan Cukup banyak membuat tubuh kurus itu tak memiliki tenaga lagi.

"Nong Frank, kau sudah datang?" tak lama, Pluem muncul dari balik pintu dengan secangkir kopi instannya.

"Phi-kub. Kenapa kau meninggalkannya sendiri?" omel Frank sembari mengusap wajah Nanon dengan selembar tissue.

"Kenapa? Nanon muntah lagi?" Mendadak, ada setitik rasa kesal Karena sudah meninggalkan Nanon.

"Aku yang menyuruh Phi Pluem untuk membeli kopinya. Dia terlihat mengantuk," Jawab Nanon yang tak mau Frank menyalahkan kakak tertua mereka. Kepalanya sudah sakit, dan mendengar suara bersahut-sahutan membuatnya bertambah pusing.

"Ingin minum teh hangat?" tawar Pluem yang berjalan mendekati Nanon, lalu mengusap kepala adiknya untuk memberikan kenyamanan. Tapi melihat banyaknya helaian rambut yang tersangkut ditangannya, hati Pluem bergumuruh hebat. Lalu menatap Frank yang kebetulan juga sedang menatapnya. Sepasang bola mata mereka bergetar, Namun dengan cepat Pluem segera mengantongi helaian rambut itu dan berusaha terlihat biasa saja. Begitupun dengan Frank.

"Mai. Aku ingin tidur saja," Frank dan Pluem membantu adik mereka untuk berbaring. Mengerti jika kepala Anak itu sakit, Pluem memijatnya perlahan hingga Nanon jatuh dalam mimpinya.
........

Malam tiba begitu cepat. Namun keluarga hangat itu tengah dirundung kekhawatiran yang luar biasa. Karena kondisi Nanon yang mendadak turun drastis. Membuatnya harus menggunakan masker oksigen untuk mengatasi sesak napasnya.

"Jangan pergi." dan lirihan itu selalu keluar dari bibir bergetarnya. Walaupun dalam keadaan setengah sadar, dia tak mau ditinggalkan siapapun.

"Maidai. Semuanya masih disini, sayang." New terus saja memegangi tangan kurus Nanon. Selalu meyakinkan anaknya jika tak ada satupun yang meninggalkan ruangan itu.

"Jangan pergi," Dan sekalipun New terus meyakininya, Nanon terus saja bergumam dengan kata yang sama.

"Tidak, sayang. Semuanya ada disini. Tidak meninggalkan Nanon kemana pun," Setelah mengatakan itu, New tak bisa lagi menahan air matanya. Menerima usapan lembut dibahunya dari Tawan, malah menambah derai air matanya keluar.

Sampai beberapa menit berlalu, akhirnya mereka merasa sedikit lega Karena Nanon mulai tertidur. Tak lagi mengucapkan hal yang menusuk hati mereka.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang