52. The Secret

990 90 3
                                    

Lelaki itu melepas jaketnya dan menyampirkannya di bahu Pluem untuk setidaknya menghangatkan tubuh sang kekasih yang sedari tadi diam bak patung.

Sejak Chimon datang bersama Ohm tadi, Pluem memang tak mengeluarkan sepatah kata pun. Membuat Chimon menjadi khawatir, terlebih sorot mata Pluem penuh akan sebuah beban yang erat. Sama seperti tiga tahun lalu, dimana masa-masa sulit keluarga Vihokratana.

Akhirnya lelaki itu mengajak Pluem untuk meminum teh hangat di cafetarian rumah sakit. Meninggalkan Ohm yang menjadi satu-satunya disamping Nanon saat ini.

"Dua hari lagi adalah perayaan kelulusan kita, kau ingat?" Chimon duduk disamping Pluem ketika pria itu mulai mendongak. Mungkin saja lupa jika dua hari lagi adalah hari kebahagiaannya. Berhasil menyelesaikan pendidikan yang selalu membuat kepalanya sakit.

Pluem kembali menunduk. Memilih memainkan jemarinya gelisah. Jika dulu dia sangat mendambakan hari dimana dia secara resmi sudah lulus. Tapi sekarang tidak lagi. Rasanya hambar. Tak ada sedikitpun kebahagiaan yang akan Pluem temui di acara itu nanti.

"Bolehkah jika aku tidak datang?" pertanyaan lirih itu berhasil membuat kedua mata Chimon membulat. Yang benar saja. Bahkan mereka sudah membayangkan betapa bahagianya hari kelulusan nanti. Tapi kenapa Pluem menjadi tak bersemangat seperti ini?

"Apakah karena Nanon?" tanya Chimon ragu. Tak ada hal lain lagi yang membuat semangat Pluem runtuh selain yang Chimon sebutkan barusan.

"Acaranya akan terasa hambar jika dia tidak datang. Lagi pula, aku lebih baik menemaninya dari pada pergi kesana."

Chimon menghembuskan napas kasar. Dia tidak setuju jika Pluem mengabaikan acara kelulusan mereka. Lelaki itu tahu jika Pluem bahkan sudah mendambakan acara yang sangat penting itu. Lagi pula, mereka hanya akan melakukannya satu kali seumur hidup. Karena nyatanya Chimon maupun Pluem tak akan melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.

"Bukankah kau sudah menantikannya sedari lama? Kau bilang, sangat penting untukmu kan?"

Pluem mulai menatap wajah kekasihnya perlahan. Sesaat, dia merasa sudah berlaku egois. Hari kelulusan mereka adalah yang Chimon impikan sedari dulu. Lelaki itu berusaha mendapatkan kelulusan ditahun ini agar bisa berbarengan dengan Pluem. Akan jahat rasanya jika Pluem mengabaikan Chimon hanya karena tak nyaman pergi ke acara itu.

"Aku akan pergi kesana."

.........

Nanon berusaha membuka matanya yang terasa mengantuk. Saat merasa tangan kanannya mulai ditetesi oleh beberapa air. Tidak mungkinkan jika rumah sakit bertaraf internasional itu bocor?

Pria itu membasahi bibirnya yang kering. Saat berhasil melihat seorang lelaki bersurai hitam sedang menempelkan tangan Nanon di pipi lelaki itu.
"Kau.... Menangis?"

Ohm yang tak tahu jika kekasihnya telah bangun dari tidur, tentu kaget. Dia gelagapan dan segera menghapus air mata yang semula membasahi wajah tampannya. Padahal Krist sudah memberi tahunya jika Nanon sudah tertidur karena pengaruh obat. Sangat mustahil jika prianya itu bangun. Tapi kenyataannya suara serak itu mampu membuat Ohm panik karena lagi-lagi ketahuan menangisi Nanon.

"M-Maidai. Aku tidak menangis." Ohm mengelak, berharap Nanon percaya saja karena pasti pria itu masih belom sadar terpenuhnya karena rasa kantuk.

"Lalu jika bukan air mata, yang membasahi tanganku saat ini apa? Air liurmu?"

Ohm melotot. Kekasihnya ini bahkan masih menggunakan masker oksigen untuk bernapas. Tapi tetap saja selalu mengesalkan. Mungkin walau sekarat pun, Nanon akan selalu membuat Ohm kesal.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang