67. Spring has arrived

1K 106 3
                                    

Jalanana-Jalanan yang basah karena selalu di guyur hujan kini mulai kering. Rasa dingin yang semula selalu hadir kini berkurang. Daun-daun yang berguguran kini mulai tumbuh. Bunga yang hilang pun mulai bermunculan.

Musim semi telah tiba. Menggantikan musim hujan yang penuh dengan kedinginan. Sekarang, rasanya lebih hangat. Terlebih matahari mau lagi untuk menampakkan diri.

"Selamat pagi, Little Vihokratana." sapaan lembut itu selalu hadir di setiap paginya. Menyapa mata coklat itu untuk terbuka dan menyambut dunia.

Belom sempat Nanon membalas, pemilik suara lembut itu secepat kilat mengecup bibir pucatnya. Membuat senyum Nanon terpatri.

"Pagi ini langitnya sangat cerah. Ingin berjemur?"

Nanon mengangguk saja ketika Pluem bertanya. Sebelum membawa Nanon keluar, sulung Vihokratana itu terlebih dahulu mengganti diappers Nanon yang kotor. Tubuh sang adik memang sudah tak berdaya untuk pergi ke kamar mandi. Mengharuskannya menggunakan diappers setiap saat.

"Oho. Sepertinya Daddy masuk di waktu yang tidak tepat."

Mendengar seruan itu, Nanon hanya mampu memutar bola matanya jengah. Untung saja Pluem sudah selesai mengganti diappersnya. Jika belom, ingatkan Nanon untuk memukul kepala sang ayah.

"Aku ingin membawa Nanon untuk berjemur. Tak apa kan, Daddy?" tanya Pluem pada sang ayah.

"Tentu saja boleh."

Mendengar jawaban Tawan. Pluem segera bergerak menyiapkan tabung oksigen portable yang sudah dilengkapi oleh nasal canula dan memasangnya dikursi roda milik Nanon. Adiknya memang sudah tidak bisa berjauhan dari benda itu.

"Atur napasmu, eoh? Daddy akan melepaskan ini dan memindahkanmu ke kursi roda." mendengar intruksi sang ayah, Nanon mengangguk pelan. Membiarkan Tawan melepas nasal canula yang tersambung pada tabung oksigen besar, lalu mengangkat tubuh kurus itu pergi dari ranjang.

Lelaki itu tak langsung menempatkan tubuh Nanon di atas kursi roda. Dia terdiam sejenak merasakan beban pada tubuh Nanon yang semakin ringan setiap harinya. Jujur saja, perasaan lelaki itu sekarang seperti teriris oleh benda tajam. Sangat perih.

"Daddy," tegur Nanon seketika membuat Tawan tersentak kaget.

Lelaki Vihokratana itu berusaha menampakkan senyumannya yang sempat menghilang. Lalu benar-benar mendudukan Nanon pada kursi roda. Membiarkan Pluem memasangkan nasal canula pada Nanon, sedangkan dirinya berlutut sembari meraih tangan Nanon yang seakan hanya tinggal tulang berbalut kulit putih pucat.

"Lihatlah bunga yang bermekaran ditaman, hm? Daddy harap, kau sama seperti mereka. Pernah layu, tapi kembali mekar dimusim semi."  ujar Tawan menahan rasa sesaknya dengan terus menatap tangan kurus Nanon yang dia genggam erat.

Menghela napas, Tawan berusaha mengendalikan dirinya yang hampir dikuasai oleh rasa sedih. Melepaskan tangan Nanon, lalu meraih sebuah selimut. Memasangkannya untuk menutupi kedua kaki Nanon yang kaku.

"Pergilah, sebelum matahari semakin naik." Tawan mengecup kening Nanon sekilas, kemudian meninggalkan kamar itu dengan air mata yang tak di ketahui oleh Nanon maupun Pluem.

"Ayo," Sulung Vihokratan itu mendorong kursi roda Nanon. Mereka memilih sama-sama terdiam hingga sampai ditaman rumah yang luasnya bukan main.

Mereka berdua tidak menemukan bunga disana. Wajar saja karena musim semi baru saja datang. Pluem memilih duduk dibangku taman dan memandang beberapa burung yang hinggap di sebuah pohon. Sedangkan Nanon tampak menyipit melihat langit yang cerah.

The Vihokratana Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang