Stefanie memandang bangunan di depannya. Rumah dua lantai dengan balutan teras depan yang menawan. Bata bercat putih beraksen dengan trim cedar dan arsitektur dinding sayap, menjadikan rumah ini menonjol di lingkungannya.
Berdasarkan alamat yang di berikan Audrey wanita itu tinggal di daerah ini. Tampa, Florida. Audrey memang tidak secara spesifik mengatakan di mana dia harus tinggal, dia hanya meminta Stefanie pergi ke manapun di mana Daniel tidak bisa menemukannya. Sehingga tempat inilah yang pertama kali muncul dalam rencananya.
Menghela napas dalam.
Stefanie kemudian memasuki halaman yang dihiasi jalan setapak yang membelah rerumputan hingga sampai di teras depan yang tertutup memiliki ceruk dan tersembunyi, menjadikannya tempat terbaik untuk bersantai dengan segelas anggur. Lalu kemudian memencet bel.Tak lama kemudian terdengar pintu terbuka dari dalam dan menunjukkan wajah Juliana Michelle. Wanita itu mengernyitkan kedua alisnya, tidak menyembunyikan wajahnya yang terkejut saat melihat tamu yang mengetuk pintu rumahnya.
Stefanie tanpa rasa sungkan menyeret kopernya masuk. Kepalanya mengedar untuk melihat seisi ruangan. Saat itulah dia melihat interior rumah itu, lantai kayu ek putih menambah kehangatan yang mengundang, sementara detail trim yang ekstensif menambah estetika keseluruhan. Ruang tamu konsep terbuka termasuk dapur koki yang menyenangkan, menonjolkan bagian atas kebinet dari kayu walnut dengan bagian atas keliling marmer dan ubin backsplash yang indah. Sudut perpustakaan yang nyaman terletak di lokasi yang ideal tak jauh dari ruang tamu, cocok untuk bersantai setelah hari yang panjang. Stefanie mengangkat alisnya, untuk seseorang yang berhati licik selera rumahnya terlalu normal.
"Apa sedang ada pria dirumahmu mu?"Dia bertanya tanpa peduli dengan sopan santun meskipun dia baru datang. Baginya wanita seperti itu tidak perlu diperlakukan dengan hormat.
Stefanie sempat melihat mata wanita itu bergetar akibat luapan emosi yang dirasakan. Namun dalam sekejap dia berhasil mengendalikan ekspresinya tetap normal.
"Apa yang kau lakukan disini?"
Stefanie menoleh untuk menatap Jullie. "Aku sudah meninggalkan rumah Daniel. Dan aku tidak ingin menghabiskan uangku hanya untuk membayar sewa. Kau harus membiarkan aku tinggal disini."
Wanita itu menyilangkan kedua tangan didepan dada. Matanya menyipit saat melihat Stefanie. "Bukankah dia yang dulu mati-matian mencegahmu pergi ? Kenapa tiba-tiba berubah pikiran ?"
Stefanie mengunci mulutnya. Tangannya terkepal erat di samping tubuhnya. Dia tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya dia pergi dari rumah Daniel adalah karena kesepakatan dengan Audrey. "Itu bukan urusanmu."
"Itukah cara yang dia ajarkan padamu saat kau berbicara pada yang lebih tua?"
Stefanie memandang sengit ke arah Jullie. Dia tidak suka apa yang dikatakan wanita itu tentang Daniel. Rasa marah yang entah dirasakan untuk siapa.
"Ini tidak ada hubungannya dengan Daniel."
"Kalian seperti sepasang angsa. Tidak mungkin dipisahkan semudah itu." Wanita itu masih menyelidiki.
"Berhentilah bicara. Seharusnya kau berterimakasih karena aku memenuhi keinginan terakhirmu. Kalau kau tidak sakit, kau tidak akan pernah mengingatku dan pasti lebih memilih bersenang-senang dengan laki-laki incaranmu daripada mencariku."
Stefanie berkata tajam tak peduli mungkin akan ada perasaan yang terkoyak karena omongannya.
Jullie termasuk orang yang cerdas. Hal itu pulalah yang membuatnya mudah untuk memperdaya para pria agar memberikan harta mereka padanya. Dan dia tidak bodoh untuk menebak maksud omongan Stefanie sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Girl 🔞
RomanceVersi lebih rapi dan enak di baca ada di My Girl. Sengaja tidak diedit karena sudah ditulis ulang 😁✌️ karena mau hapus di larang oleh pembaca pertama 😂🤣 WARN ! : - ADULT ROMANCE - AGE GAP - SENSITIVE ISSUE - EXPLICIT Highest Ranks : #1 di kateg...