11

20.3K 3K 517
                                    


wallflower

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

wallflower

Dia menatapku dalam diam. Aku bingung harus mengatakan apa. Aku ingin berbalik pergi, tetapi tidak sopan kan jika tiba-tiba saja aku melakukan itu?

"Gue udah nunggu lo dari tadi," gumamnya nyaris berbisik.

Aku menggaruk leherku, tersenyum canggung. "Udah dari tadi, ya.... Kata Sandra, lo nungguin gue di sini, Kak"

"Bener," balasnya cepat. "Mau di sini terus? Atau ikut gue?"

Kak Daru menunjuk sebuah pintu. Aku terkejut. Sekarang kami sedang di luar ruangan beratapkan matahari, tetapi tak jauh di depanku ada sebuah bangunan yang terhubung. Aku belum menjelajahi sekolah ini 100%.

"Ke mana?" tanyaku saat Kak Daru berjalan lebih dulu menuju pintu itu. Aku mengikutinya meski dia tidak mengatakan apa pun. Saat membuka ruangan itu, yang terlihat adalah ruangan dengan banyak warna putih. Cat dinding, kursi-kursi, beberapa meja, dan kanvas-kanvas yang berjejer. Tidak sepenuhnya senetral itu. Ada banyak warna lain yang terlihat dari sekumpulan lukisan.

Kak Daru sudah masuk lebih dulu dan berhenti di depan sebuah kanvas. Dia duduk di kursi yang menghadapnya. Pandangannya beralih kepadaku dan menggerakkan kepala sambil tersenyum.

"Duduk," katanya. Aku memilin dasi. "Mau gue gambar."

"Gue?" tanyaku pelan.

"Masha," balasnya, membuatku nyaris salah tingkah. Hah. Cara bicaranya terlalu manis.

Aku menurut dan berdiri di manapun. Ini membuatku gugup. Kak Daru akan menggambarku dan sudah pasti aku akan diperhatikan dengan lama. Aku segera bersandar di meja sementara Kak Daru melangkah menutup pintu.

Sekarang hanya ada kami berdua. Ini agak canggung. Berpikir, aku tidak tahu harus mengatakan apa.

Kak Daru sudah di depan Kanvas dan dia melihat ke arahku. "Lo yakin mau berdiri?"

"Duduk..., ya?" gumamku.

Dia terdiam dengan wajah kaku. "Ya."

Apa dia marah? Wajahnya terlihat badmood.

Kak Daru tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arahku. Aku terkejut ketika dia menarik kacamataku dengan paksa tanpa izin lebih dulu.

"Mungkin ini lebih baik," katanya dengan wajah yang sejajar dengan wajahku. "Hem, temanya gadis desa?"

"Ah, ide bagus," balasku sambil tersenyum canggung. Aku pikir, wajah kaki Kak Daru tadi muncul karena sedang memikirkan tema gambarnya.

Dia kembali ke kursinya dan aku duduk dengan tegang memangku kedua tangan di atas paha. Sementara Kak Daru mulai memperhatikanku sesekali.

Ruangan ini sangat hening.

"Apa ini ruang seni lukis STARA?" tanyaku pelan. Meski aku tidak suka keributan, tetapi ternyata terus-terusan saling diam bersama orang lain di dalam ruangan itu membuat tidak nyaman.

WallflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang