28

17.4K 2.7K 676
                                    

wallflower

Persami tiba dan aku merasa tidak ada yang spesial sampai malam ini.

Tidak ada perkemahan di hutan. Perkemahan diadakan di taman STARA yang luas. Jadwal yang terlihat paling ditunggu-tunggu oleh semua murid akhirnya tiba. Api unggun yang dilaksanakan di halaman kosong area sekolah.

Ada beberapa permainan dan aku memilih untuk tidak bergabung dengan mereka dan kabur dari panitia persami, melihat mereka dari jarak jauh dan bersembunyi di kelas kosong.

Tadi aku bersama Gama, tetapi dia tiba-tiba tak terlihat di antara kerumunan orang. Aku mendengar suaranya memanggilku dan suaranya semakin memelan. Saat itu aku sadar jarakku dan Gama malah semakin jauh, aku memutuskan pergi saja dan bersembunyi entah di kelas berapa. Semua lampu dimatikan agar cahaya dari api unggun yang menguasai penerangan meski cahaya bulan masih terlihat jelas.

BRAK

Aku terkejut, refleks menoleh ke sumber suara. Ada suara di kelas sebelah. Ada seseorang? Dibanding tidak ingin bertemu hantu, aku paling tidak ingin bertemu dengan orang.

Aku menghela napas panjang. Kalau aku tahu semua akan berjalan tidak menyenangkan, lebih baik aku menghabiskan waktu di kamar. Aku pikir dengan ikut persami akan membuatku jauh lebih nyaman dan bisa sedikit melupakan beberapa masalah yang belakangan ini datang bergantian. Malah sebaliknya.

BRAK

Suara itu lagi....

Aku tidak tahan di sini. Aku tidak bisa menghubungi siapa pun karena ponsel kami dikumpul. Aku harus mendatangi panitia dan bertanya ponselku di mana?

DRAP DRAP DRAP

Suara langkah membuatku terdiam. Telingaku berusaha peka dengan keadaan. Aku tidak bisa melihat dengan jelas dan tetap duduk menyandarkan punggung di dinding dekat meja guru.

Kulirik pintu yang memang sedikit terbuka. Bunyi pintu dibuka membuatku menahan napas. Siapa yang datang? Apa mungkin Gama?

Nama Gama muncul dan seolah sebuah sugesti, aku langsung berdiri hingga melihat seseorang berdiri di dekat pintu memegang gagang. Dalam ruangan yang sangat remang ini, aku masih bisa melihat wajahnya meski samar-samar.

Itu bukan Gama, tetapi ... Kak Daru.

"Gue pikir siapa yang pergi sendirian ke kelas." Suaranya sangat pelan seolah takut terdengar sampai luar.

Dia menutup pintu dengan gerakan pelan membuat jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Waspada. Takut. Aku mengambil ancang-ancang untuk kabur, tetapi apa? Satu-satunya jalan keluar dari kelas ini telah diblokir oleh tubuhnya.

Tiba-tiba aku teringat perkataan Gama. Apakah ini bagian dari rencana permainan mereka?

Apa lagi-lagi ... Gama juga ada di balik ini?

"Lo ngapain di sini? Bareng siapa?" tanya Kak Daru.

Aku membisu dan hanya bisa meneguk salivaku.

"Sendirian?" tanyanya pelan.

Aku tidak bisa melihat jelas ekspresinya, tetapi dia melangkah perlahan ke arahku. Refleks, aku mundur takut.

"Nggak ada Gama?" Kembali dia bersuara pelan. Sangat pelan. Sampai aku merasa sangat takut.

"Berarti gue bisa bebas ngapain di sini?" Semakin dia mendekat, semakin aku melihat senyumnya yang tipis.

Aku takut sampai menangis tanpa suara. "Ma—mau lo apa?"

"Kok lo nangis?" Dia mendekat sampai jarak kami tersisa satu meter. Aku merasakan punggungku menghantam tembok. Kulirik sekeliling, mencari cara untuk segera kabur.

WallflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang