wallflower
"Minggir sana!"
Aku mendengar suara Gama di sampingku hingga aku menoleh padanya. Dia sedang memandang siswi di depanku. Siswi di depanku, yang merupakan teman sekelasku, langsung agak maju hingga mepet dengan siswi di depannya. Dia ... terlihat sangat ketakutan.
Tiba-tiba saja Gama memasuki area kosong dalam barisan upacara. Tepat di depanku. Aku refleks mundur dan kaget melihatnya tiba-tiba menyempil di barisan siswi kelas X-1.
"Hei?" tanyaku heran. Dia sedang membelakangiku. Tubuhnya yang lebih tinggi melindungiku dari sinar matahari. "Lo ngapain di situ?"
Gama menoleh, lalu berbalik sepenuhnya disaat kepala sekolah sedang memberikan amanat. Aku memandangnya bingung.
"Ngapain?" tanyaku lagi.
"Pengin di sini aja. Emang nggak boleh?" tanyanya santai. Dia bicara seenaknya saja.
"Ini kan barisan cewek," bisikku. "Dan bukan kelas lo. Lo terlalu menonjol. Balik barisan lo cepet. Nanti guru pengawas yang lihat."
"Bodo amat lah."
"Gama...."
"Iya, iya." Gama langsung kembali ke barisannya dengan gerakan malas.
Siswa-siswi lain melirik kami dengan heran. Memang bukan hanya kami yang tidak diam, ada beberapa lagi. Namun, sepertinya Gama terlalu menonjol untuk jadi perhatian.
Aku pikir Gama akan diam memperhatikan kepala sekolah bicara, tetapi tidak. Dia menggeplak kepala belakang siswa di depannya sampai siswa itu menunduk takut.
"Heh, bisa tinggian dikit nggak, sih? Panas, nih!" bisiknya tertahan. "Jinjit goblok."
"Gama," bisikku.
"Astagfirullah, maaf." Gama mengusap rambut siswa di depannya hingga terlihat tak nyaman.
Aku memandang Gama heran. "Jangan gerak-gerak. Nanti ketahuan guru terus dihukum. Emang mau gabung sama mereka yang dihukum di sana?"
Gama geleng-geleng kepala tanpa memandangku. Setelah itu, dia mendengarkan kepala sekolah dengan hikmat.
Aku masih tak menyangka. Kami pacaran.
Dan tidak ada yang tahu itu.
Upacara berjalan seperti biasa, lalu berakhir bubar dengan heboh. Aku berjalan agak lambat dan tak sengaja melihat Sandra sudah lebih dulu pergi. Aku masih tak menyangka apa yang sudah terjadi. Tidak. Aku tidak mau mengingat itu lagi.
Kudengar suara sekumpulan siswa berlari sambil tertawa-tawa. Aku berjalan makin pelan kemudian tertabrak dari belakang hingga membuatku kaget.
"Jalan lihat-lihat, dong. Ck." Gama muncul dari belakangku, memandang tajam siswa yang langsung kabur begitu saja tanpa meminta maaf.
Bahuku ditarik, dibuat menghadapnya. Dia memandang ke dalam mataku. "Mana yang sakit?" tanyanya.
Hah? "Nggak ada yang sakit...." Aku langsung menghindar dan pergi. Kenapa dia berubah lembut begitu? Tatapannya. Suaranya.
"Nggak cocok," gumamku tanpa sadar.
"Sini. Jangan jauh-jauh." Gama menyambar tanganku, menggenggamnya erat.
Pipiku ... rasanya panas.
***
Gama kenapa? Apa dia benar-benar serius dengan ucapannya semalam?
Gama rela mengantarku naik taksi. Rela jauh-jauh kembali ke mal mengambil motornya. Aku tidak mau berpikir ini, tapi sepertinya dia sengaja berdiri di hadapanku saat upacara karena ingin melindungiku dari panasnya matahari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wallflower
Teen FictionSELESAI ✔️ "Bersihin semua barang gue yang lo kotorin!" serunya, memandangku dengan mata elangnya. "Sekarang juga, B-ngs-t!" Semua bermula dari ucapannya kepadaku di kantin sekolah, tepat pukul 10.40 a.m. Dia Gama Mahardika. Dan perkenalkan, aku Ma...