2

43.5K 4.6K 919
                                    


Mencari keributan di kantin sekolah? Haha. Gila.

Itu adalah ide tergila yang terpikirkan selama aku hidup.

Aku tidak akan melakukannya.

Semua bertepuk tangan di lapangan dan aku menepuk kedua tanganku dengan malas. Aku berdiri di barisan paling belakang dalam upacara ini, tersingkirkan disaat beberapa siswi sudah mulai akrab dengan teman-teman mereka. Di kelas, seperti dugaanku aku duduk di bangku paling belakang dan sendirian. Lagi-lagi tak punya teman untuk bicara. Mereka memandangku kaku saat aku tiba di kelas dan aku balas melihat mereka dengan tatapan datar yang menjadi ciri khas di wajahku jika aku sedang banyak berpikir.

Kepala Sekolah yang aku tahu bernama Pak Barata sedang memberikan sambutannya kepada siswa-siswi baru. Tak lama kemudian ada sesi penyerahan piala kepada siswa yang berhasil menang lomba mewakili sekolah.

Aku mengintip ke depan. Dari sini bisa melihat tiga cowok berdiri berjejer. Protokol upacara menyebutkan nama mereka beserta lomba apa yang mereka ikuti. Naufal dari kelas XII IPS 1 juara 1 lomba Akuntansi. Raihan dari XII IPA 1 juara 1 lomba Matematika. Samuel, yang sepertinya blasteran, dari XII IPA 2 juara 1 dalam debat Bahasa Inggris.

"Lo bisa tinggian dikit nggak, sih? Gue kepanasan, nih!"

Aku menoleh, memandang barisan cowok tepat di sampingku. Cowok yang dasi sekolahnya terikat asal-asalan—bahkan kaos hitamnya terlihat itu—agak menunduk di belakang cowok lain untuk berlindung dari sinar matahari.

Ah, aku agak ingat. Siapa tadi nama cowok yang jalannya agak pincang itu?

Goma?

"Nggak bisa tinggi...."

Aku memperhatikan mereka. Cowok yang tingginya di depan Goma—atau siapalah—bicara ragu-ragu dan terlihat takut. Tak lama kemudian Goma memukul kepala belakang cowok di depannya yang langsung meringis.

"Jinjit!" seru Goma. Eum, Gamo? Aku tidak yakin namanya.

Aku agak kaget cowok itu langsung berjinjit. Wah, tukang bully, pasti? Jadi teringat dengan masa SD.

Aku memperhatikan pengenal namanya di dada kanan. Oh....

Namanya Gama Mahardika.

"Nah, gitu aja terus. Capek gue bungkuk mulu. Gantian capeknya." Gama langsung berdiri tegak, tapi masih banyak gaya. Cowok itu menoleh kepadaku tak sengaja dan langsung menahan tawa.

Menahan tawa, tapi wajah sangarnya tak bisa hilang, ya?

Alisnya tebal sekali....

"Asli. Tahun berapa, nih? Masih ada juga ya yang penampilannya secupu elo? Wkwkwk ngakak banget."

Aku langsung memandang ke depan.

Ah, dia menyebalkan sekali.

Kurasakan ujung rambutku ditarik-tarik pelan. Aku menoleh dan memandang Gama masih memegang ujung rambutku. "Ish?" Aku menepis tangannya.

"Wkwkwk. Rambutnya lucu banget," katanya pelan, aku yakin karena ada guru yang sedang memantau. Dia memukul-mukul temannya di depan yang masih berjinjit. "Bro, bro. Lihat rambutnya kek Berbie."

Wkwkwk-nya juga harus diucapkan, ya? Dia bebek?

Aku memandangnya tak suka, lalu berpaling ke depan kembali dan berharap upacara segera selesai.

***

Aku duduk di belakang dengan lunglai. Tak punya teman di tengah keseruan pemilihan ketua kelas dan wakil ketua kelas. Wakil ketua kelas adalah seorang siswi dan siswi itu yang tak sengaja bertabrakan denganku saat di koridor. Aku agak tidak menyukainya. Selama ini aku melihat orang-orang yang ceria dan aku sangat ingin menjadi seperti mereka, tetapi Sandra? Dia aneh. Seperti sangat sengaja mencari perhatian seisi kelas.

WallflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang