wallflower
Pelajaran terakhir berlangsung hari ini. Saat Sandra mengangkat tangan dan mengatakan ingin ke toilet, beberapa saat setelah dia keluar aku juga ikut izin untuk ke toilet. Aku tidak membiarkan kesempatan ini terbuang begitu saja. Tidak ada satu pun teman Sandra yang ikut. Aku jadi leluasa bergerak.
Namun, Sandra tidak menuju ke toilet siswi. Melainkan ke arah lain. Aku tidak tahu ada toilet lain di sini. Jalannya buru-buru sampai aku jadi tidak bisa berteriak karena sekarang masih proses belajar.
Sandra berhenti di depan sebuah ruangan. Aku ingat itu gudang tempat penyimpanan alat-alat olahraga. Dia melihat ke sekeliling sebelum masuk ke sana dan tidak sempat melihatku. Aku buru-buru mendekat. Pintu ditutup dari dalam saat aku sudah ada di dekat gudang itu.
Aku berhenti bingung. Apa yang Sandra lakukan di dalam sana? Aku tidak mungkin menerobos masuk. Sebuah jendela dengan gorden yang sedikit tersingkap dari dalam, memperlihatkan sebuah tontonan yang membuatku berdiri membatu.
Kak Daru dan Sandra. Mereka berciuman?
Aku tidak salah lihat, kan? Berusaha mungkin aku mengelak itu, tetapi faktanya mataku baik-baik saja. Aku bisa melihat jelas apa yang mereka lakukan di sana.
Tenggorokanku kembali terasa sakit. Lagi. Mataku memanas, teringat perkataan Rena kemarin.
Jika benar semua yang Rena katakan, maka aku berhasil dibohongi, dikhianati, dibodohi. Aku tidak tahu mengapa Sandra membohongiku. Mengapa dia mengatakan bahwa Kak Daru saudaranya. Mengapa dia berusaha menjodoh-jodohkanku dengan Kak Daru.
Mereka menganggapku polos dan lugu. Identik dengan seseorang yang gampang dibodohi, ya? Benar. Itu benar. Aku memang bodoh. Sangat gampang dibodohi.
Aku merasa saat aku memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Sandra, lalu kepercayaan itu dia patahkan dengan fakta yang sebenarnya, aku sangat kesakitan. Tubuhku lemas sampai rasanya tak bertulang. Aku merasakan bahuku ditarik dari belakang, dipaksa berbalik menghadap seseorang, lalu dia menggoyangkan bahuku.
Mataku memanas. "Gama?"
"Ngapain, sih, lo ngintipin orang?" tanyanya marah. Dia juga melihat itu. Suaranya kecil, takut menginterupsi tingkah laku mereka di dalam, kan?
"Mereka harus dilaporin, kan?" Aku membenci mereka. Aku ingin melakukan sesuatu untuk membuat mereka dikeluarkan dari sekolah. "Mereka harus dilaporin biar guru-guru pada tahu!"
Suaraku nyaris terdengar keras sampai sesuatu jatuh di dalam sana. Aku tidak tahu apa yang terjadi sampai Gama melirik ke dalam gudang.
"Nggak usah peduliin. Ayo pergi." Pandangan Gama beralih kepadaku, menarik pergelanganku untuk pergi.
Namun, langkah kami berhenti ketika mendengar suara Kak Daru. "Kalian ngapain di sini?"
Aku menatap Kak Daru dengan pandangan marah. Dia sudah berbohong banyak hal. Kupandangi Sandra yang terlihat tidak kaget, hanya memandangku dengan tatapan santai.
"Kenapa? Nih, siap-siap mau ngelaporin tingkah kalian ke kepala sekolah. Ngotorin sekolah aja." Gama bicara terlalu keras sampai Sandra kaget dan Kak Daru masih berusaha mempertahankan ekspresi datarnya.
Kak Daru mendekat. Gama menarikku pergi.
"Ikut gue. Atau gue bocorin apa yang sebenarnya terjadi?" Perintah Kak Daru lagi-lagi membuat Gama berhenti.
"Bangs-t." Gama melepaskan tanganku. "Nggak di sini. Ikut gue." Aku tahu perintah itu untuk Kak Daru, bukan aku. Karena Gama melepaskanku, lalu pergi begitu saja.
Kak Daru melewatiku, memelankan langkah dan menoleh ketika berada di dekatku. Aku tidak mau melihatnya meski melihat itu lewat ekor mata.
Sandra di sana memandangku dengan alis yang hampir bertaut, marah. Dia mendekat, berhenti di depanku dengan kedua tangan yang mengepal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wallflower
Teen FictionSELESAI ✔️ "Bersihin semua barang gue yang lo kotorin!" serunya, memandangku dengan mata elangnya. "Sekarang juga, B-ngs-t!" Semua bermula dari ucapannya kepadaku di kantin sekolah, tepat pukul 10.40 a.m. Dia Gama Mahardika. Dan perkenalkan, aku Ma...