wallflower
Pagi itu, aku melihat Gama sedang memaki-maki siswa lain di depan kelasnya. Aku berhenti melangkah. Bukan semata-mata karena ada Gama, tetapi koridor itu dipenuhi siswa-siswa kelas X-2 yang sedang nongkrong sepagi ini.
Setelah aku ingat-ingat lagi, banyak siswa seangkatan yang takut kepada Gama. Setiap kali Gama bicara, mereka akan diam saja dengan wajah tertunduk. Terkadang mereka ketakutan.
Wajar, sih, melihat wajahnya saja sudah membuat orang lain enggan untuk berurusan dengannya. Meski sekalipun Gama tidak berniat untuk berbuat jahat. Wajahnya sudah membuat orang lain berpikir dia jahat.
"Gue kan bilang nggak bakalan ngamuk kalau diganggu!" Gama membentak sampai siswa di depannya berjengkit. "B-ngs-t anj-ng. Minta dipukul banget nggak, sih?" Gama menoleh, memandang temannya yang bernama Erlang.
Sementara Erlang tertawa saat melihatku. Dagunya bergerak sambil memandang Gama. "Ada Masha, tuh."
Wajah Gama berubah kaget. Dia memandangku sambil garuk-garuk kepala, lalu beralih memandang siswa tadi.
"Astagfirullah. Pagi-pagi bikin emosi aja. Pergi sana!" Bukannya siswa itu yang pergi, tetapi Gama yang justru pergi. Melangkah ke arahku. "Hai."
"Hai...," balasku sambil melangkah ke kerumunan yang mulai bubar. Sejak Gama pergi, jalan itu langsung membuka. Aku jadi leluasa untuk lewat.
"Tadi itu refleks. Serius." Gama mengikutiku berjalan menuju kelasku.
"Iya, iya. Kalau udah kebiasaan, memang butuh adaptasi aja." Aku berhenti melangkah karena ada beberapa siswi yang sedang menghalangi pintu. Sepertinya hari-hari mereka dibuka dengan pergosipan.
"Kata dia, muka gue nggak cocok ngomong astagfirullah." Gama menunjuk Erlang sementara yang ditunjuk sedang asyik berbincang dengan yang lain.
Aku memandang Gama bingung. "Kok gitu?"
"Nggak tahu, tuh. Setan emang." Gama memandangku. Dia kaget sendiri. "Astagfirullah. Maaf. Capek juga ya harus upgrade bahasa."
Aku tertawa. "Upgrade dari bahasa haram ke halal gitu?"
"Iya!" teriaknya sampai siswi-siswi yang menghalangi pintu kaget. Mereka segera memasuki kelas dengan wajah panik.
Aku memasuki kelas sambil tertawa. "Dasar."
"Kapan-kapan pulang bareng gue, yuk!" teriak Gama di depan kelas, dilihat semua orang. Sepertinya, aku sudah terbiasa ikut menjadi perhatian umum.
Aku berbalik memandang Gama yang ada di luar kelas. "Nanti kalau lo udah punya SIM."
"Nunggu dua tahun lagi, dong."
Aku mengangguk-angguk. Tanpa sadar, aku menerima ajakan itu.
Namun, harus menunggu dua tahun dulu? Lama juga, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wallflower
Teen FictionSELESAI ✔️ "Bersihin semua barang gue yang lo kotorin!" serunya, memandangku dengan mata elangnya. "Sekarang juga, B-ngs-t!" Semua bermula dari ucapannya kepadaku di kantin sekolah, tepat pukul 10.40 a.m. Dia Gama Mahardika. Dan perkenalkan, aku Ma...