16

17.1K 2.8K 741
                                    

wallflower

Aku dan Sandra jarang berinteraksi secara langsung. Cukup ada teman saling kirim pesan itu lebih baik dibanding tidak sama sekali. Bagaimana pun juga, aku menghargai keputusan Sandra. Sandra akan jarang bermain denganku di sekolah karena beberapa temannya terang-terangan tidak menyukaiku.

Tidak apa-apa.

Daripada tidak punya teman sama sekali. Aku bersyukur Sandra dengan senang hati mendekatiku disaat tak ada yang berniat mengajakku bicara di kelas.

Dan sekarang aku harus menepati janjiku, yaitu menemui Kak Daru di ruang khususnya. Namun belum dalam setengah perjalanan, kami bertemu di koridor.

Aku jadi bingung harus mengatakan apa karena dia juga diam. Saat aku baru akan memberanikan diri untuk menyapanya, sosok Gama muncul dari arah yang sama dengan Kak Daru.

Dia berhenti di dekatku dan posisi Kak Daru yang juga sudah ada di dekatku. Tatapannya mengarah kepada Kak Daru, memandangnya tajam. Aku tidak tahu itu adalah raut disengaja atau tidak, tetapi saat wajah itu berpaling kepadaku tatapan tajamnya menghilang.

"Lo harus bantuin gue sesuatu," kata Gama. Berbeda dengan Kak Daru yang belum mengatakan sepatah kata. "Ayo, sini!" serunya, bersamaan dengan dia yang menyambar tanganku paksa.

Aku tertatih dan menoleh, memandang Kak Daru yang hanya diam.

"Gue udah ada janji!" seruku, kesal, saat kembali memandang Gama.

"Janji apaan? Penting nggak?" Dia berhenti dan melepaskan tanganku. Matanya menyipit tajam. "Sama siapa?"

Aku mengambil ponselku yang bergetar. Pesan dari Kak Daru.

Jangan kasih tahu siapa-siapa

Istirahat kedua. Gue tunggu.

"Nggak jadi," kataku. Sementara Gama sempat melirik ponselku, lalu berdecak. Dia kemudian meninggalkanku.

"Ayo, ikut."

***

Aku tidak habis pikir. Kenapa dia menyuruhku mengajarnya perkalian?

Sekarang kami berada di kantin sambil makan camilan. Berada di meja yang cukup untuk dihuni empat orang.

Kupandangi Gama yang sedang bertopang dagu memandangku. Dia lalu menaikkan alis, menungguku menjawab pertanyaannya.

"Lo serius nanya ini?" Aku mendorong tulisan tangan Gama.

9 x 8 =

"Karena gue nggak tahu, kan, makanya nanya," katanya. "Waktu kecil ada penghafalan kali, tapi sekarang gue lupa. Paling susah itu yang itu tuh. Sama 7x8, 6x7, 8x6, Gimana cara ingetnya?"

"Hafal ulang," jawabku. "Atau pakai kalkulator. Atau tambah satu-satu."

"Hem. Males ngafalin," katanya. "Males ngitungnya juga."

"Jangan males, lah." Aku memandang Gama tak habis pikir.

"Kalau ini, bantuin jelasin, dong," Dia mengambil sebuah lipatan kertas dari sakunya, membukanya, lalu mengarahkannya kepadaku. Bentuk aljabar.

9x – 7i > 3 (3x – 7u)

"Pertama, kerja yang di sebelah kanan dulu karena ada yang dalam kurung." Aku mencoret kertas Gama. "3 kali 3x sama dengan 9x dikurang 3 dikali 7u sama dengan 21u. Turunin ke bawah. Satuin yang sesuku. Pindahin 9x yang ini ke kiri, karena pindah jadinya min. Lanjut, lebih besar dari -21u. Yang -7i pindahin ke kanan, jadinya positif. Tambah 7i. 9x kurang 9x, habis. Jadinya 0. Coret. Nih, hasilnya."

WallflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang