wallflower
Aku tidak perlu menceritakan beberapa kejadian yang selalu sama, kan? Di sekolah, tak ada yang jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
Pola hidupku selalu seperti itu.
Berangkat diantar Pak Ridwan,
dijemput Gama di gerbang,
sama-sama duduk di kelasku sampai Gama diusir oleh guru setiap hari,
saat istirahat Gama sudah setia menunggu di depan kelasku,
kami sama-sama ke kantin dan Gama selalu yang berinisiatif memesan makanan sampai aku merasa terlihat seperti pesuruh dan berakhir antre bersama dengan Gama yang selalu di belakangku, dia terkadang memarahi beberapa siswa yang sering iseng memanggil-manggilku,
makan bersama di meja yang biasanya diisi empat orang dan hanya ada kami berdua di sana,
kembali ke kelas dan duduk bersama kemudian guru pelajaran berikutnya mengusir Gama kembali ke kelasnya lagi,
istirahat kedua Gama akan menemaniku di kelas atau perpustakaan,
saat pulang Gama akan menungguku dan sama-sama ke gerbang sampai Pak Ridwan datang,
dan terulang di hari esok.
Kadang aku berpikir apakah dia tidak lelah seperti itu terus?
Sudah berapa lama terlewati sejak urusanku dengan Sandra dan Kak Daru berakir? Satu bulan ..., dua bulan ..., ah tidak. Sudah tiga bulan!
Tidak ada cowok yang berani mendekat. Saat mereka baru melihatku di jarak beberapa meter di dekatku, Gama sudah mendesis seperti ular. Sudah siap melahap mereka hidup-hidup.
"Halo?" sapaku kepada Gama di seberang sana.
"Gue udah di luar, nih. Nggak di izinin masuk."
"Masuk aja. Kerasin suara gue. Biarin masuk, ya, Pak. Dia temen saya." Aku terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil.
Teman, ya?
"Oke. Gue nyusul ke sana. Sementara lo siap-siap, kan."
"Iya. See you." Aku mengakhiri pembicaraan kami dan mulai terganggu dengan berisiknya 13 bocah yang sedang berlarian di lantai bawah.
Mira membawa kedua belas temannya. Iya, 12. Satu orang bertambah dalam pertemenan mereka. Ingat murid perempuan yang Mira tidak sukai itu? Anak yang ingusan, yang menjadi pembicaraan Mira and the gank. Kini anak itu menjadi temannya.
Mira yang memasukkan anak itu mati-matian ke dalam geng mereka. Jika teman-temannya tidak menerima anak itu, maka Mira yang akan keluar dari geng.
Saat aku bertanya kenapa Mira jadinya malah berteman dengan anak itu, dengan wajah memerah dia menjawab dengan pelan, "Waktu itu jalan ke kebun binatang, terus masuk WC aku nggak bisa nyiram ***, ***nya nggak mau turun.... Aku panik sampai keringetan, malu sama yang lain. Terus dia ada di sana dan bantuin aku nyiram sampai berhasil. Dia malah nggak jijik. Padahal aku aja jijik sama ingusnya."
Setelah dia mengatakan itu, aku tidak bisa menahan tawa sampai Mira marah dan ngambek dua hari. Padahal aku hanya tertawa.
"Waaah itu siapaaa!" Suara seseorang dari teman Mira membuatku penasaran. Apa itu Gama? Aku buru-buru turun dan melihat rombongan bocah itu mengintip di jendela sambil terkikik centil.
"Ya ampun ganteng banget," kata seseorang. "Mirip cowok yang di drama itu. Yang alisnya naik. Seram, tapi keren."
"Mana-mana, ih, mau lihat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wallflower
Teen FictionSELESAI ✔️ "Bersihin semua barang gue yang lo kotorin!" serunya, memandangku dengan mata elangnya. "Sekarang juga, B-ngs-t!" Semua bermula dari ucapannya kepadaku di kantin sekolah, tepat pukul 10.40 a.m. Dia Gama Mahardika. Dan perkenalkan, aku Ma...