wallflower
Aku bangkit dengan kaget, mundur menarik diri dari dekat Gama. Sementara dia kembali tertidur dengan santainya.
Dalam keadaan ini aku hanya bisa membisu memandang Gama yang masih memejamkan mata. Segala spekulasi muncul tiba-tiba.
Apa yang terjadi semalam? Aku blank. Berusaha untuk kembali ke alam sadar, aku mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Tidak. Bukan semalam, tapi sampai subuh. Aku berusaha untuk tidak tidur dan menyuruh Gama untuk meninggalkanku sendirian, tetapi dia tidak mau pergi. Dia tetap di sampingku dan tidak pernah mengatakan apa pun saat aku bilang sedang tidak ingin diajak bicara.
Yang aku ingat, aku sedang menahan kantuk dan samar-samar yang aku ingat kepalaku bersandar di bahu Gama. Itu tidak sengaja. Serius. Setelah itu aku tidak mengingat apa pun lagi akibat menahan kantuk sampai berjam-jam.
"Gama...," bisikku.
Dia membuka pelan matanya, memandangku dengan wajah bingung. Kemudian kembali memejamkan mata.
Aku melihat ke jendela. Sepertinya ini masih pagi. Mungkin sekitar jam 8? Aku bangkit berdiri mengintip ke lapangan. Barisan siswa-siswi itu berantakan. Sepertinya baru akan berbaris. Aku merasa menginjak ubin. Kulirik kakiku yang telanjang, lalu pandanganku beralih ke dekat Gama.
Sepasang sepatuku ada di sana. Tersimpan rapi di dekat dinding berdampingan dengan sepatunya. Aku menghampiri Gama dan memakai kaos kaki dan sepatuku.
"Kenapa gue bisa ada di lantai? Sebelumnya kan di tembok. Nyander." Dia tidak juga membuka matanya. Bahkan tidak mengatakan apa pun. "Gama!"
"Gue yang mindahin," katanya cepat, tapi pelan. "Emang lo mau tidur duduk terus?"
"Setidaknya bangunin gue...." Aku menghela napas panjang. Bagaimana Gama melihatku? Apakah aku terlihat seperti mayat saat dipindahkan? Aku tidak ingat bagian dia memindahkanku.
"Gama," panggilku lagi. Dia tidak bergerak. Aku menyerah dan keluar sendiri dari ruangan ini.
Tiba-tiba terdengar suara langkah sepatu. Aku menghentikan langkah dan berbalik. Dia mengerem mendadak saat hampir menabrakku. Matanya masih belum cerah. Matanya masih menyipit, terlihat berusaha membukanya lebar-lebar. Dia tidur jam berapa?
Aku tahu rasanya saat kurang tidur, rasanya mata terasa panas dan tidak ingin membuka. Waktu sekitar empat jam sudah cukup untukku tidur, tapi Gama?
"Kenapa lo nggak bangunin gue, sih?" Aku memandangnya marah.
"Lo terlalu lelap. Udah gue coba berapa kali. Lo nggak denger? Lo cuma ngomong ham. Hem." Dia mengacak rambutnya dan mata itu berusaha untuk memandangku. "Lo mau keluar kayak gitu?"
"Apa?" tanyaku heran.
Tangannya terulur ke rambutku. "Rapiin dikit."
"Kayaknya harus langsung ke lapangan. Sebelum barisan rapi." Aku berlari, menghindar dari Gama.Sementara Gama ikut berlari mengejarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wallflower
Teen FictionSELESAI ✔️ "Bersihin semua barang gue yang lo kotorin!" serunya, memandangku dengan mata elangnya. "Sekarang juga, B-ngs-t!" Semua bermula dari ucapannya kepadaku di kantin sekolah, tepat pukul 10.40 a.m. Dia Gama Mahardika. Dan perkenalkan, aku Ma...