1: Siapa Dia

552 58 9
                                    

April, 2015

Suara mesin ketik terdengar begitu cepat, seiring dengan Sojung yang masih berusaha menyelesaikan tugasnya. Setelah tugas tambahan yang diminta atasan, Sojung juga masih harus memeriksa naskah-naskah yang dikirimkan banyak calon penulis di bawah naungan perusahaan penerbit tempatnya bekerja.

Sebelum terlalu banyak bicara, perkenalkan dulu, ini Sojung. Gadis itu bekerja di salah satu perusahaan penerbit. Posisinya di sini sebagai copy editor, tugas Sojung memeriksa setiap aksara, tanda baca, dan kaidah lainnya yang harus sesuai dengan isi dalam kamus besar.

Meskipun begitu, karena dia yang rajin, cekatan, teliti, dan pandai memilah, kadang dia juga dimintai bantuan oleh atasannya untuk menyeleksi naskah-naskah yang masuk dari penulis baru.

Sojung tidak pernah marah, saat dimintai tolong oleh atasannya. Namun, jika temannya yang meminta tolong untuk melakukan pekerjaan yang di luar kewajibannya, Sojung akan menatap orang itu tajam dan membunuhnya dengan kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu sendiri.

Saat itu, sesudah selesai mengerjakan tugas yang diminta atasannya, Sojung menyandarkan tubuhnya pada kursi kerja. Kebetulan, lima menit lagi adalah waktu istirahat. Sambil menunggu waktu itu tiba, Sojung menyempatkan diri untuk membalas pesan masuk dari temannya.

Perhatiannya mendadak teralihkan saat tahu banyak rekan kerjanya yang bangun dan berkumpul di satu titik, tak jauh dari tempatnya. Karena penasaran, Sojung ikut berkumpul di titik itu. Ternyata ... ada karyawan baru yang datang di tempat ini.

Semuanya mengucapkan kata selamat datang, juga memperkenalkan diri masing-masing, kecuali Sojung. Usai memberikan ucapan selamat datang, Sojung kembali ke tempatnya. Dia menenggak sisa teh yang ada di cangkir. Niat hati ingin bersandar dan bersantai sejenak lagi di kursinya. Namun, niatnya pupus lantaran salah satu teman laki-lakinya dan karyawan baru itu datang menghampiri tempatnya.

"Hei, Sojung. Kau tidak ingin berkenalan dengannya?" tanya Taehyung, rekan kerja seprofesinya.

Sojung berdiri dan membungkukan badan pada karyawan itu. "Tentu saja kami akan berkenalan sekarang," jawab Sojung. Matanya beralih pada laki-laki di samping Taehyung. "Salam kenal, namaku Sojung."

"Namaku Seokjin," balas karyawan itu sambil menjabat tangan Sojung.

"Aku titip dia, aku mau pergi bersama temanku," kata Taehyung. "Kau ajaklah dia berkeliling."

"Ya, aku mengerti. Pergilah!"

Usai menatap Taehyung tidak suka, Sojung kembali tersenyum sambil menatap Seokjin.

"Kau hari ini tidak sibuk? Mau makan siang bersamaku?" tanya Seokjin lebih dulu.

Sojung mengangguk-angguk antusias. "Aku akan pergi makan siang bersama Namjoon. Kalau kau mau, kau bisa ikut, mari kita pergi bersama."

"Namjoon?"

"Ya, Lee Namjoon," jawab Sojung. "Itu dia orangnya." Sojung tersenyum, menatap ke arah Namjoon. Senyumannya berbeda, kali ini lebih sumringah. "Ayo kita pergi!"

Laki-laki baru yang mempunyai nama Seokjin itu ikut tersenyum. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian berjalan menuju Sojung yang sudah melangkah lebih dulu

°・Him; Seokjin・°

Dalam perjalanan, Sojung banyak berbicara. Dia bercerita pada Namjoon tentang semua hal, dia juga meminta Namjoon untuk menceritakan hal yang mengesankan hari ini padanya.

Namun, laki-laki itu justru tertawa―sengaja ingin memamerkan lekukan bibirnya yang manis ditambah dengan dimple yang membuat Sojung ... ikut menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

"Apa yang harus kuceritakan? Tak ada hal yang menarik hari ini," jawab Namjoon sambil menatap Sojung, yang ketika selesai langsung kembali pada fokusnya, mengendarai mobil.

"Aigo," Sojung mendesah seringan mungkin, mengendalikan debaran jantungnya. Dia menundukkan kepalanya, antara malu dan bahagia, karena ulah Namjoon barusan. "Kalau begitu ... ceritakan saja kesan pertamamu saat bertemu dengan Seokjin."

Di kursi penumpang bagian belakang, mata laki-laki itu sudah membesar saat Sojung amati sambil menolehkan kepalanya ke arah belakang.

"*Naega?" Seokjin kelihatan kaku, namun, Sojung tak begitu memedulikannya.

"Ye, *Niga," jawab Sojung sambil membenarkan posisi tubuhnya lagi. "Oppa, kau senang bertemu dengannya?" tanya Sojung, beralih pada Namjoon, lagi.

Namjoon menatap Seokjin dengan tawanya―bukan tawa merendahkan, sama sekali bukan. "Alasan apa yang bisa kugunakan kalau aku mengatakan, aku tak senang bertemu dengannya? Dia laki-laki, dari penampilannya aku tahu bahwa dia adalah orang yang menyenangkan. Bukankah itu benar?"

Sojung mengangguk-anggukan kepalanya, dia tersenyum menyetujui. Namun, saat ditanya Namjoon kembali, Sojung memudarkan senyumannya perlahan. "Kesan pertamamu untuk Seokjin, bagaimana? Menyenangkan?"

"Bisa dibilang begitu, mungkin. Karena aku masih belum bisa banyak berpendapat. Kami berdua masih belum terlalu mengenal, bisa jadi dia adalah orang yang super menyebalkan. Bukan begitu, Seokjin-ssi?"

Seokjin tertawa. "Oh, ya ampun. Aku sama sekali tidak seperti itu."

"Begitu?" tanya Sojung sambil menatap Seokjin lewat cermin dalam mobil. "Mari kita lihat di masa depan. Aku tidak bisa menilaimu hanya dengan kesan pertama yang kudapatkan."

"Baiklah, semua terserah padamu," ujar Seokjin yang diiringi tawa di akhir kalimatnya.

°・Him; Seokjin・°

Mereka sudah duduk rapi, ketiganya duduk memutar di atas meja bundar. Makanan yang diinginkan dari masing-masing ketiganya pun sudah dipesan. Tinggal menunggu lima atau paling lama sepuluh menit, mereka sudah bisa menyantap makanannya.

Memulai obrolan, Sojung mencolek tangan Seokjin. Dia bilang, "Kau tahu, ramyeon di sini,"--Sojung menunjukkan kedua jempolnya--"benar-benar juara! Kimchi dan side dish yang mereka beri juga porsinya lebih banyak, ditambah rasanya juga enak dan ... segar sekali."

Melihat Sojung aktif dan tampak senang menjelaskan kelebihan restoran ini, Namjoon jadi ikut menimpali. "Setuju! Naengmyeon di sini juga ... argh ibuku―maksudku, rasa naengmyeon milik mereka, benar-benar kental dengan rasa rumahan. Aku selalu ingat ibuku saat makan naengmyeon di sini."

Seokjin tertawa. "Itu alasan kalian akhirnya memilih untuk makan siang di sini, dibanding di toko dekat kantor?" tanya Seokjin.

Sojung mengangguk tanpa ragu. "Kami tidak mau melewatkan makanan enak, barang sekali saja."

"Tapi bagaimana dengan pencernaan? Bukankah kalau terlalu sering makan mie, akan mengganggu sistem pencernaan?" timpal tanya Seokjin lagi.

Kali ini bukan Sojung, melainkan Namjoon yang menjawab, "Ada kalanya kami makan makanan berat selain mie. Lain kali, kami akan ajak kau makan bersama juga ke sana."

"Makanan di sana yang kau maksud itu benar-benar enak?" tanya Seokjin meragukan, sebenarnya tidak serius.

"Ya!" jawab Namjoon tegas.

"Benar enak? Atau itu hanya menurut selera kalian sa―"

"YAK!" Namjoon bersama Sojung kompak berseru, menatap Seokjin tajam. Gadis dengan marga Yang itu lantas mencibir, "Kau pikir selera kami payah?"

Seokjin diam, tak melakukan pergerakan apapun. Sementara Sojung mendesah dengan sebal. "Aish, kau ini!" Gadis itu juga melebarkan matanya, lalu mencebikkan bibirnya dengan sengaja.

A/N:
*Naega / Niga = Saya / Kamu

aku harap kalian beneran suka sih sm buku ini. karena aku sendiri excited banget nulis ini, hoho:D
kalau enjoy, jangan lupa tekan bintang, ya!🌟⭐ see ya!

Him; SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang