Seokjin berjalan di pinggiran taman, bersama Sojung di sampingnya. Suasananya memang canggung, tapi daripada itu, Seokjin malah kian merasa khawatir.
"Omong-omong, Sojung-ssi," Seokjin bersuara, memecah keheningan. "Kau ... benar mau menemui kekasih Lee Namjoon? Benar-benar yakin?"
Sojung menghentikan langkahnya, menghadapkan tubuhnya ke arah Seokjin. Gadis itu mengukir senyum super tipis. "Aku yakin," jawab Sojung. "Ya ... pertemuan ini mungkin menjadi finalnya. Aku dan dia akan menyelesaikan semua kesalahpahaman."
"Tapi, Sojung-ssi ... jangan biarkan dia merendahkan harga dirimu. Berjanji padaku?" Seokjin mengangkat jari kelilingking bagian kanannya ke atas, di hadapan Sojung.
Gadis itu melepas sedikit tawanya, kembali menurunkan kelingking yang tadi ada di hadapannya. "Lupakan," kata Sojung saat menolak berjanji dengan Seokjin. "Aku akan mengurus semuanya sendiri. Menjaga harga diriku, untuk diriku sendiri, bukan untuk menepati janjiku padamu ... atau justru demi dirimu."
Seokjin merasa ada sesuatu yang menyentuh hatinya. Tak tahu harus berbicara seperti apa lagi, lantas dia hanya tersenyum tipis untuk menghadapi gadis di hadapannya. Tangannya terangkat, untuk bertengger sebentar di atas kepala Sojung. "Lakukan yang terbaik untuk dirimu sendiri."
Sojung menurunkan tangan Seokjin. Tatapannya jelas menunjukkan sirat ketidaksukaan. Lantas Sojung hanya membalas, "*Alji."
Lagi-lagi Seokjin hanya bisa tersenyum tipis akan penolakan gadis itu. Tidak bisakah Sojung mengerti, bahwa Seokjin begini karena laki-laki itu peduli pada dirinya? Bahkan melebihi rasa peduli terhadap diri laki-laki itu sendiri.
Tak bisakah Sojung sadar, bahwa Seokjin menaruh rasa yang amat dalam pada gadis itu?
Sungguh ... kalau ada orang lain yang tahu tentang perasaan Seokjin, juga penolakan yang terus-menerus Sojung lakukan, laki-laki itu pasti terlihat sangat menyedihkan. Kehilangan harga diri ... untuk perempuan yang mungkin tidak sempurna―tapi memang Sojung, perempuan yang Seokjin inginkan.
"Ahn Seokjin, na kanda!" Sojung menepuk-nepuk lengan laki-laki itu, kemudian berjalan menjauh. Pergi ke arah sebrang, tempat di mana cafe yang Sooyoung minta berada.
"Ya, selesaikan semuanya! Aku menunggumu kembali!" balas Seokjin, saat Sojung sudah berada di zebra crossing, melintasi beberapa garis putih untuk bisa sampai di sebrang.
Seokjin menunggu, sampai Sojung tiba di sebrang. Perempuan itu menoleh lagi padanya. Dia berteriak, "Kembali! Kau bisa kehabisan jam makan siang jika terus di situ!"
Seokjin mengulum senyumannya. "Ya. Aku akan segera kembali untuk makan siang. Sampai jumpa!"
Sojung membalas Seokjin dengan deheman dan anggukan. Gadis itu kembali pada posisinya, kemudian melangkah pergi menghilang dari gapaian pandangan Seokjin.
Laki-laki itu sendiri sudah berbalik badan, mulai melangkahkan kaki untuk pergi meninggalkan. Berusaha melupakan, juga tak peduli bahwa dia sempat mendapat beberapa penolakan ... dengan cukup terus terang, hingga membuatnya tanggap memahami keadaan.
°・Him; Seokjin・°
Sojung melangkah masuk ke dalam cafe. Menemui Sooyoung ... dengan raut wajah canggung, tak berani mengangkat pandangannya dan terus membuat itu menatap ke arah bawah.
Sooyoung cukup terkejut, juga merasa terkesan karena Sojung benar-benar memenuhi permintaannya untuk datang kemari. "Oh, wow. Aku terkejut ... karena kau bersedia datang dan berdiri di hadapanku begini."
Sojung menatap Sooyoung dengan ragu. Dia tahu, harusnya dia tak begini di hadapan Sooyoung. Tapi ... dia cukup sadar diri. Posisinya di sini adalah sebagai mantan selingkuhan kekasih gadis yang ada di hadapannya sekarang.
Salahkan Namjoon yang telah membawanya ke situasi rumit seperti ini.
―atau mungkin, tudinglah Sojung sebagai orang paling bodoh ... yang bahkan masih sulit menganggap Namjoon sebagai manusia bersalah, yang membuatnya hidup sengsara.
Alih-alih Namjoon, gadis itu malah menyalahkan Seokjin ... yang sudah membuat semuanya semakin rumit, karena memaksa Namjoon untuk mengakui semua kesalahannya kepada Sojung.
"*Anja," perintah Sooyoung dengan angkuhnya. Namun, karena Sojung tak langsung melakukan apa yang ia katakan. Gadis itu mengulang kalimatnya dengan sedikit gertakan. "Yak, *anja palli!"
Sojung duduk di hadapan Sooyoung. Menatap lawan bicaranya dengan terus terang. Entah apa yang gadis itu dengar dalam nuraninya, namun Sojung tak mau harga dirinya diinjak habis oleh manusia lainnya yang sama sekali tak punya hak untuk melakukan itu.
"Kenapa mengajakku bertemu di sini?" tanya Sojung. "Apa yang ingin kau sampaikan padaku?"
Sooyoung melepas tawa remehnya. "Kau masih tak tahu? Atau pura-pura tak tahu, jal*ng?"
Sojung rasanya ingin sekali menampar Sooyoung, berteriak di hadapan wajahnya bahkan menyiram kopi yang ada di meja dengan segera. Namun, akal sehatnya masih mampu menahan emosinya. "Lantas ... Sooyoung-ssi, bisakah kau terus terang saja? Aku tak punya banyak waktu, karena aku masih akan bekerja."
Sooyoung mengangkat tubuhnya yang semula bersandar pada kursi. Menarik satu sudut bibirnya sebelum berkata, "Kau menjanjikan tubuhmu pada kekasihku ... makanya dia menduakanku demi gadis rendahan sepertimu. Iya?"
Sojung tertawa, membuang wajahnya. Dia meletakkan siku di atas meja, menyatukan jemari kanan dan kirinya untuk menopang dagunya. "Sayangnya, dia tak mengharapkan imbalan dariku seperti apa yang barusan kau bilang. Dia hanya mengharapkan kebahagiaan, canda tawa, teman sejati dalam hidupnya ... dan tentunya itu tak bisa ia dapatkan darimu, yang tak melakukan apapun untuknya."
Sooyoung melepas tawa remeh, lagi-lagi. Dia menatap Sojung dengan sinis. "Tahu apa kau? Kau itu hanya gadis bodoh ... yang dia jadikan pelarian. Jangan berani-berani berbicara tentangku, juga membandingkan diriku denganmu!"
Sojung menarik napasnya, mengangkat kembali kepalanya, lalu melipat kedua tangan di atas meja. "Bukan aku yang bodoh," kata Sojung. "Aku sudah lepas dari bajingan sialan itu. Sementara kau ... masih berusaha memerjuangkannya. Padahal, kau yang sebenarnya dia khianati." Sojung mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Menyedihkan sekali."
"Apa? Bajingan? Kau bilang dia bajingan?" tanya Sooyoung terus terang. Matanya membesar, menatap Sojung dengan sirat kebencian. "KAU TIDAK PANTAS MENGUTUK DIA SEBAGAI BAJINGAN ... KARENA KAU LEBIH HINA DARIPADA DIA!"
Sojung tak takut menatap Sooyoung. Dia balik menatap Sooyoung yang marah dengan tatapan mengejek, merendahkan. "Aku tidak merasa bahwa aku hina," kata Sojung. "DAN AKU JUGA ... tidak bodoh seperti dirimu," lanjut Sojung dengan tiga kata di depan penuh penekanan.
Sooyoung jelas saja marah besar. Dia hendak menampar Sojung karena mulut gadis itu benar-benar membuat Sooyoung merasa tidak nyaman. Namun sayangnya, tangan Sojung lebih cepat daripada tangan Sooyoung.
Sojung menekan pergelangan tangan Sooyoung di hadapan wajahnya sendiri. Dia tertawa remeh, lagi-lagi. "Perempuan yang melawan dengan tindakan, adalah perempuan yang benar-benar bodoh," kata Sojung. "Lain kali, kalau mau dinilai pandai ... balas lawanmu dengan akal cerdikmu, Sooyoung-ssi!"
Sojung lantas melempar tangan Sooyoung di udara. Dia bangun dari posisinya, lalu berbalik sambil berkata, "Aku pergi! Waktuku sudah banyak yang terbuang di sini!"
Sooyoung mendecih, sambil meringis kesakitan. Dia menatap kepergian Sojung dengan benar-benar jengkel. Gadis itu ... benar-benar kurang ajar. Lihat apa yang kedepannya akan dia lakukan, sebagai balas dendam pada gadis pewaris marga Yang itu.
°・Him; Seokjin・°
A/N:
*Alji = aku tahu
*Anja = duduk
*Anja Palli = cepat dudukhari ini aku update. sampai hari ini juga belum ketemu titik terang, kapan bisa dapet waktu senggang lagi, hoho:D
tapi, draft masih aman sih🤔 buat jaga-jaga kalau emang bener-bener gabisa nulis, tp harus update:DGEUNDAE ... ayo tekan bintang!😆😆🌟⭐
... kalau mau besok kita ketemu lagi👀
aku tunggu ya😆 see you!✋
KAMU SEDANG MEMBACA
Him; Seokjin
ФанфикYang Sojung adalah pegawai di salah satu perusahaan penerbit yang ada di Kota Seoul, Korea Selatan. Luka patah hati mengantar atensinya pada pegawai baru―yang beberapa waktu lalu, sebenarnya telah mengatakan perasaannya. Setelah sekian waktu berlalu...