11: Akhiri Saja

141 29 5
                                    

Suara pintu mobil tertutup, terdengar derit pintu ruangan terbuka setelahnya. Lonceng juga berbunyi, karena terdorong oleh pintu. Sojung yang datang, bersama kekasihnya―yang mengkhianatinya―Lee Namjoon.

Keduanya duduk di meja kapasitas untuk dua orang, berhadapan, saling menatap wajah dan mata masing-masing.

"Mau pesan apa, Oppa?" tanya Sojung, mengakhiri aksi saling tatap tanpa mengungkapkan kata apapun.

"Terserah padamu," jawab Namjoon.

Sojung menaikkan alisnya ke atas. "Ada apa? Tidak biasanya begini." Sojung lanjut bertanya lagi, "Di perusahaanmu ada masalah? Atau masalah dari tempat lain? Kau bisa berbagi cerita padaku, Oppa."

Namjoon menarik kedua sudut bibirnya. "Pesankan aku ice americano," ujar Namjoon kemudian.

Laki-laki itu sepertinya lebih memilih melakukan hal-hal seperti biasa, dibanding harus menjawab satu-satu pertanyaan yang dilontarkan kekasihnya.

Sojung menganggap bahwa Namjoon memang belum ingin berbagi cerita dengannya, bukan karena tak mau. Jadi dia berusaha memahami keadaan ini. Memilih untuk mengerti, dibanding melayarkan protes dan membuat suasana serta semuanya menjadi tak baik-baik saja.

Begitu dua ice americano yang mereka pesan tiba di tangan masing-masing, Namjoon mulai membuka suaranya. "Aku tahu, mungkin aku tak pantas untuk dimaafkan. Tapi ... aku akan merasa bersalah, kalau aku tak memberitahumu tentang kebenaran yang tak kau tahu."

Tubuh Sojung menegang, dia berusaha menghela napasnya seringan mungkin. Matanya menatap lawan bicaranya sendu. "Kebenaran apa ... yang tidak kutahu? Kau mau mengatakan apa?"

Namjoon menunduk sejenak, menguatkan hatinya, lalu kembali menatap mata Sojung. "Selama ini, aku menjalin hubungan denganmu. Kebenaran yang kau tak tahu adalah ... perempuan yang kukencani, bukan hanya dirimu, Sojung-ie."

Air mata yang dari tadi Sojung tahan, turun tanpa peringatan. "Oppa, kau ... menduakanku?"

Namjoon tak menjawab. Dia menundukan kepalanya. "Maafkan aku. Maafkan aku," ujarnya, dua kali.

"Kau ... kenapa seperti itu padaku?" tanya Sojung.

"Karena kupikir, kau juga menyukaiku," jawab Namjoon. "Aku kesepian. Kekasihku yang lain tak selalu ada bersamaku. Tapi sejak menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu ... aku merasa bahwa aku bahagia."

"Oppa, kau menjadikanku yang kedua? Kau menjadikan aku selingkuhanmu ... dan kau tak pernah katakan itu padaku sebelumnya!" Air mata Sojung turun semakin deras. "Kalau kau tahu bahwa aku menyukaimu, harusnya bukan jalan seperti ini yang kau pilih. Untuk apa kau menjadikanku selingkuhanmu ... kau mau mempermainkanku?"

Namjoon menggelengkan kepalanya. "Aku hanya ingin kita berdua bahagia bersama―"

"Tapi kau menyakitiku," lirih Sojung, memotong kalimat Namjoon. "Kau tahu bagaimana hancurnya aku?"

Namjoon menganggukan kepalanya. "Aku jelas tahu kalau kau hancur sekarang. Tapi ... kau akan lebih hancur jika kau telat mengetahui hal ini." Namjoon melanjutkan. "Aku menyayangimu ... tolong jangan begitu, jangan menangis ... aku tak sanggup."

Sojung menyeka air matanya, menghapus semua bekas jejak air matanya. Dia menarik napas, menguatkan hati, juga mengangkat bahunya agar bisa berdiri lebih tegak. "Lantas bagaimana? ... *geumanhalkka?"

Namjoon menatap Sojung, penuh rasa penyesalan. Dengan berat hati, Namjoon menjawab, "*Geurae, geumanhaja."

Tepat setelah itu, Sojung memalingkan wajahnya ke arah jendela. Tangisannya berusaha ia tahan, tapi hatinya terlalu merasa kesakitan karena hal yang baru saja dilaluinya.

Him; SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang