Sojung memegang pergelangan tangan kirinya. Dia meringis saat merasakan nyeri di sekitarnya. Meonji menghampirinya, berusaha mengganggu Sojung dengan mulut dan lidahnya yang menyentuh lutut Sojung.
Saat Seokjin kembali, wajah Sojung yang kesakitan menyambutnya. Dua porsi sup rumput laut dan nasi sudah tersaji di atas meja, namun Ahn Seokjin meninggalkan itu semua untuk menghampiri Sojung yang masih duduk bersimpuh di lantai, di ruang tengah bersama Meonji.
Ahn Seokjin menekuk lututnya, berjongkok di hadapan Sojung dan meraih pergelangan tangan kiri Yang Sojung. "Terasa sangat sakit?" tanya Seokjin.
Dengan perasaan menyesal, Sojung mengangguk-anggukan kepalanya. Saat itu Seokjin langsung membuka kasa yang melilit pergelangan tangan kiri Sojung yang terluka. "Kau mau pergi ke rumah sakit? Aku khawatir itu akan semakin melukaimu."
Sojung menarik kembali tangan kirinya. "Tidak apa-apa. Aku bisa minum obat pereda nyeri nanti."
"Kau punya obatnya?" tanya Seokjin.
Sojung menggelengkan kepalanya. "Aku bisa beli nanti di apotek."
"Perlu kubelikan sekarang?" tanya Seokjin. Yang Sojung menggelengkan kepalanya dan menyuruh Seokjin untuk tetap di sini bersamanya.
Ahn Seokjin mengiyakan. Dia memajukan badannya, lalu memeluk tubuh kekasihnya dengan tulus dan kasih sayang penuh. "Ini terakhir kalinya kau melukai dirimu sendiri. Masalah sekecil apapun, kau harus berbagi padaku, dan kita akan menyelesaikannya bersama. Kau mengerti, 'kan?"
Sojung balas memeluk Seokjin sejenak, lalu mengangguk-anggukan kepalanya. "Aku janji aku akan merawat diriku lebih baik ke depannya. Hal-hal buruk dan menyedihkan seperti ini, tak akan pernah terulang lagi."
Pelukan mereka terlepas, Seokjin tersenyum hangat menatap kekasihnya. Kakinya kembali tegak, satu tangannya terulur untuk meraih tangan kanan Sojung dan membantu gadis itu berdiri. Keduanya berjalan ke arah meja makan, duduk di kursi masing-masing dan bersiap menikmati hidangan lezat hasil jerih payah Seokjin di dapur tadi.
"Kau menikmatinya?"
Pertanyaan Seokjin membuat Sojung menoleh. Gadis itu mengukir senyum di wajahnya, lalu mengangguk dengan yakin. "Kalau aku adalah adikmu, aku pasti akan sangat bahagia karena selalu makan masakan lezat milikmu."
"Tapi sekarang kau kekasihku," balas Seokjin. "Mulai sekarang, bilang terus terang saja padaku kalau kau ingin makan masakanku. Aku akan buatkan masakan itu khusus untukmu dengan bumbu-bumbu cinta yang ada dalam hatiku." Seokjin menyentuh dadanya, juga berekspresi seolah-olah dia merasakan besarnya rasa cinta yang ada dalam hatinya.
Sojung tertawa dan menggelengkan kepala. Seokjin terlalu berlebihan. Sojung dibuat tersipu malu dengan itu.
Melihat Sojung tak lagi menanggapinya, Seokjin beralih pada topik lain. "Oh ya, Sochie, hampir saja aku lupa. Kakak iparku bilang, kau bisa menemuinya besok lusa. Ini pertemuan pertamamu dengan psikiater, jadi aku harus menemanimu. Aku akan urus surat izin kita berdua, agar kita bisa punya waktu untuk pergi mengunjungi psikiater."
"Oppa, bukankah lebih baik aku saja yang pergi? Kita sudah pernah izin cuti di hari yang sama, itu karena kau mau menemaniku yang saat itu demam. Untuk sekarang, kupikir jangan lagi. Pekerjaanmu akan menumpuk kalau terus izin cuti begini," kata Sojung.
"Sochie. Aku adalah orang terdekatmu. Jika bukan aku, lantas siapa lagi?" tanya Seokjin. "Kau bilang padaku untuk jangan bilang pada siapapun bahwa kau mengalami gangguan seperti ini. Bahkan kakak laki-lakimu pun tak ingin kau beritahu."
"Geundae―"
"Sochie, bukankah kau sendiri yang minta padaku untuk aku ikut serta dalam proses penyelesaian masa lalumu?" tanya Seokjin. "Kau mungkin percaya bahwa aku adalah masa depanmu, makanya kau memintaku untuk ikut serta melepas semua kenangan masa lalumu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Him; Seokjin
Hayran KurguYang Sojung adalah pegawai di salah satu perusahaan penerbit yang ada di Kota Seoul, Korea Selatan. Luka patah hati mengantar atensinya pada pegawai baru―yang beberapa waktu lalu, sebenarnya telah mengatakan perasaannya. Setelah sekian waktu berlalu...