28: Malu-malu

126 33 31
                                    

Sojung bangun karena mulai merasa tak nyaman dalam tidur nyenyaknya. Dia bangun dari posisi tidur, duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Kepalanya pusing, bau alkohol masih tersisa di mulutnya. Sojung yakin sekali. Bahwa dia ... mabuk berat semalam.

Otaknya berputar, dipaksa untuk mengingat kejadian tadi malam. Dia ingat bagaimana Seokjin melarangnya untuk minum lagi, dia juga ingat bahwa dia sendiri tak mau menuruti perkataan Seokjin.

Dia masih ingat, kapan ia tumbang. Dia juga masih ingat, saat Seokjin memintanya untuk bangun sebentar lalu naik ke atas punggung laki-laki itu.

Sebenarnya, mabuk di hadapan Seokjin saja sudah membuat Sojung malu setengah mati. Namun sayangnya, ingatan Yang Sojung masih terlalu jelas ... pada bagian di mana dia tak sengaja mengaku sebagai orang gila, karena sangat mencintai Ahn Seokjin.

"Aish, jinjja!" Sojung mendesis, merutuki dirinya sendiri. "Pabboya!"

Sojung menutup wajahnya dengan selimut, menahan malu yang sangat mengganggunya pagi ini. Sojung kemudian menurunkan kembali selimutnya, meninju pembaringan yang tak punya salah apapun, hanya berperan sebagai pelampiasan.

"Kenapa bisa kau mabuk dan mengatakan itu di depan Seokjin, Bo―AAAA EOMMA!" Sojung berteriak saat pintu kamarnya terbuka, dan membuat Seokjin terlihat setelahnya. "Omo, Ahn Seokjin-ssi ...."

Seokjin berjalan mendekat, bersama dengan secangkir teh hijau di tangan kanannya. "Kenapa kau begitu terkejut melihatku?" tanya laki-laki itu.

Sojung tertawa canggung. "Kau tidak pulang semalam?" balik tanya Sojung.

Seokjin duduk di tepi ranjang, melihat wajah Sojung sebentar lalu memberikannya secangkir teh hijau yang sudah ia buat. "Minum ini. Kau mabuk berat semalam," kata Seokjin.

Sojung menerima cangkir yang diberikan Seokjin. Dia menyeruput teh hijau itu dengan hati-hati. Debaran jantungnya masih belum kembali stabil. Dia terlalu terkejut, karena Ahn Seokjin muncul tiba-tiba―ah, atau ... dia terkejut lantaran Ahn Seokjin masih di apartemennya dan tak pulang semalaman.

"Setelah ini kau harus sarapan. Aku sudah siapkan sup tauge untuk sarapan dan menghilangkan mabukmu," kata Seokjin.

Sojung mengangkat sebelah alisnya, melirik Seokjin kemudian. "Kau yang masak sendiri?" Sojung langsung melanjutkan kalimatnya karena sadar bahwa ini masih terlalu pagi untuk kedai mulai membuka pesanan. "Tak mungkin kau beli dari luar 'kan?"

Seokjin tertawa. "Mianhae," ujarnya kemudian.

"Untuk ... apa?" Sojung kebingungan. Dia tak mengerti, kenapa Seokjin tiba-tiba minta maaf padanya.

"Memakai dapurmu, juga tidur di apartemenmu tanpa izin," kata Seokjin.

Sojung menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Aku cukup puas karena kau membuatkanku sup untuk sarapan."

Seokjin melempar pandangan matanya dari wajah manis Sojung. Dia berusaha mengubah arus suasana. Kakinya kembali menginjak lantai, lalu mengajak Sojung untuk turun dan pergi ke dapur untuk sarapan.

Laki-laki itu mengambil alih cangkir teh dari tangan Sojung. Kemudian membantu gadis itu untuk bangun dan menuntun jalannya ke dapur. Di sana dia juga menarik kursi untuk Sojung duduk, mengambilkan nasi ... juga sup untuk Sojung makan.

"Terimakasih." Sojung tampak antusias menikmati sarapan paginya. Dia senang karena kekasihnya ... begitu perhatian padanya.

"Kalau begitu, aku akan pulang," kata Seokjin setelah melihat Sojung makan dengan lahap hasil jerih payahnya.

"Pulang?" tanya Sojung. "Kenapa kau tidak ikut sarapan bersamaku?"

"Aku harus pulang, karena aku harus ganti pakaianku. Ini hari kerja, jadi kita perlu ke kantor untuk melakukan semua pekerjaan," jawab Seokjin.

Him; SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang