18: Ungkapannya

131 26 21
                                    

Namjoon mengubah alih pandangnya, menjadi menatap Sojung yang berada di belakang Seokjin. Tatapannya melunak, seolah memohon pada Sojung untuk mau berbicara dengannya. "Yang Sojung ... aku mohon."

"Tak perlu memohon! Jelas-jelas Sojung sudah menolakmu dengan tegas!" kata Seokjin.

Namjoon kembali menatap Seokjin. Satu sudut bibirnya terangkat tiba-tiba. "Sojung tidak akan berterimakasih padamu, karena berpura-pura menjadi kekasihnya begini. Dia justru akan marah padamu, karena terlalu lancang dan terus mencampuri hubungan kami!"

Seokjin mengarahkan tangannya ke belakang. Dia memanggil Sojung dengan panggilan manis, selayaknya bahwa mereka benar-benar memiliki hubungan sebagai sepasang kekasih. "Sojung-ieani, *nae saranghaneun ... uri Sochie."

Sojung menatap ke bawah. Tubuhnya bergetar, dirundung kebimbangan. Dia dan Seokjin memang tak punya hubungan apapun selain rekan kerja. Tapi ... kalau Sojung tak menerima bantuan Seokjin saat ini, dia dan Namjoon pasti akan berurusan lebih lama lagi.

Jadi, gadis itu menyematkan jari-jarinya pada jemari tangan Seokjin yang tadi laki-laki berikan di belakang. Dia menyematkan jarinya dengan erat, menghilangkan segala keraguan yang sempat mengganggunya.

Melihat itu, Namjoon mengepalkan tangannya. Dia merasa marah ... saat Seokjin menggandeng tangan gadis yang sampai sekarang masih mengganggu tidur nyenyaknya. Namjoon masih mencintai Sojung.

Tentu saja saat melihat itu ... Ahn Seokjin menarik satu sudut bibirnya diam-diam. Dia cukup puas, membuat Namjoon kepanasan seperti ini.

Lantas Seokjin menatap Sojung di belakangnya. Dia tersenyum, menatap Sojung dengan penuh arti. Dia mengangkat dagunya, seolah mengarahkan Sojung untuk melangkah masuk ke dalam gedung bersamanya. Hal itu dibenarkan oleh kalimat Seokjin setelah aksinya itu. "Ayo kita pergi."

Sojung memegang lengan Seokjin dengan tangan kanannya, sementara jemari kirinya masih tersemat dengan erat di sela jari tangan kanan Seokjin. Sojung berjalan cepat, mengiringi langkah besar Seokjin. Tidak begitu kesulitan, karena panjang kaki mereka hampir sama.

Mereka berdua masuk ke dalam lift yang kosong. Hanya ada mereka berdua di dalamnya. Seokjin menekan lantai apartemen Sojung. Kemudian tersenyum lega saat dia tahu bahwa dia berhasil membawa Sojung menjauh dari gapaian Namjoon.

"Ahn Seokjin, terimakasih. Kau telah menyelamatkanku dari keegoisan Namjoon," kata Sojung, sambil melepas tangan kirinya yang memegang lengan kanan Seokjin ... juga tangannya yang tadi tersemat dengan erat.

Seokjin membalas. "Sama sekali bukan masalah," kata Seokjin. "Omong-omong, aku minta maaf. Mungkin aku terlalu lancang karena harus berbohong mengenai hubungan kita."

Sojung tertawa canggung. "Harusnya memang aku marah padamu. Tapi mengingat semua kebaikanmu, rasanya terlalu kurang ajar jika aku benar memarahimu."

Seokjin melempar tatapan ke arah lain. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. "Setelah ini, apa kita masih perlu pura-pura menjadi sepasang kekasih di depan Namjoon?" tanya Seokjin.

Sojung sekarang menundukkan kepalanya, matanya memejam untuk beberapa saat. "Entahlah ... tapi aku harap, Lee Namjoon tak pernah datang lagi ke kehidupanku."

Sojung mengangkat kembali kepalanya, menatap lurus ke depan, ke arah pintu lift. "Setelah mendengar tiap kalimat yang memaksa dari mulutnya tadi ... rasanya aku sadar, Namjoon laki-laki yang egois. Dia sama sekali tak mau mengerti perasaanku. Dia menyuruhku meminta maaf pada Sooyoung, juga memaksaku untuk kembali padanya ... hanya untuk membalas apa yang sudah Sooyoung perbuat pada kami."

Seokjin masih belum membuka mulutnya untuk bicara. Telinganya masih ia pasang untuk menjadi pendengar setia keluh kesah Sojung di setiap harinya. Namun, ketika Seokjin mendengar Sojung mengucapkan kalimat yang menyentuh hatinya, laki-laki itu dengan siap menatap Sojung dengan tegas namun tatapannya meneduhkan.

"Kau benar, Ahn Seokjin. Keputusanku untuk pergi dari hidup Namjoon, adalah keputusan terbaik." Itu yang Sojung ucapkan hingga membuat laki-laki itu menatap gadis di hadapannya dengan hati yang mencelos.

"Maafkan aku, aku sempat marah padamu kemarin," kata Sojung. Mata Sojung menatap luka memar yang masih berwarna di ujung mata Seokjin. "Luka memar di matamu itu, pasti karena pukulanku kemarin."

Seokjin spontan menyentuh ujung matanya yang terluka. Saat itu juga dia spontan meringis ... karena masih lumayan terasa nyeri.

Tak lama setelah itu, lift terbuka. Sojung meraih tangan Seokjin lagi, lalu membawanya keluar lift. "Kau harus ikut aku. Akan kubantu obati lukamu itu."

Seokjin menarik kedua sudut bibirnya. Ternyata, ada untungnya juga dia terluka. Malam ini, Seokjin pasti akan tidur nyenyak setelah sampai rumah.

Saat keduanya sampai di apartemen Sojung, pintu juga sudah terbuka, kepala mereka spontan menoleh ke arah suara yang meneriakkan nama Sojung. Itu Lee Namjoon!

"Bajingan itu ... mau apa lagi dia kemari?" Seokjin mengumpat, menatap Namjoon yang jauh di ujung sana dengan penuh kekesalan.

Tadinya Seokjin menyuruh Sojung untuk segera masuk, biar Namjoon jadi urusannya. Tapi Sojung menolak. Dia menarik Seokjin untuk masuk dan segera menutup pintu apartemennya.

"Kenapa kau tak mengizinkanku untuk berbicara dengannya? Masalah tak akan selesai kalau begini," kata Seokjin, setelah laki-laki itu menginjakkan kaki di apartemen Sojung.

"Masalah aku dan dia mungkin selesai kalau kau ada di luar sana. Tapi masalah lain akan bermunculan di hidupmu, Seokjin-ssi. Kau bisa tertangkap oleh penjaga karena membuat keributan, juga akan dapat surat peringatan dari perusahaan kalau mereka tahu akan hal itu," kata Sojung.

"Tapi kalau begini, aku takut dia akan terus mengganggumu," lirih Seokjin.

Sojung menjawab, "Tak masalah." Napasnya dihembuskan sejenak. "Ini masalahku dan akan selalu jadi masalahku. Aku tak ingin melibatkanmu dalam segala kerumitan yang telah terjadi dalam hidupku, Ahn Seokjin-ssi."

"Kau selalu bilang begitu," kata Seokjin. "Apa kau tahu, aku membantumu dengan tulus. Aku tak masalah dengan risiko apa yang mungkin menimpaku kalau aku memutuskan untuk ikut campur dalam masalahmu. Kenapa kau masih tak bisa mempercayaiku untuk membantumu keluar dari segala kerumitan ini?"

Sojung mendesah dengan keluh kesahnya. Dia menarik rambut ke belakang, lalu menatap mata Seokjin. "Karena kau orang baik, Seokjin. Kau sudah banyak membantuku walau kita baru kenal beberapa waktu lalu. Aku tak mau hidupmu susah, hanya karena aku yang bukan siapa-siapamu."

"Lantas, bisakah kau mempercayaiku sekarang? Kau bilang, aku adalah orang baik," kata Seokjin. "Aku serius ... waktu aku bilang kau adalah kekasihku."

Sojung menyatukan kedua alisnya. Dia dibuat bingung dengan kalimat terakhir yang Seokjin ungkapkan. "Kau bilang apa? Aku tidak mengerti."

"*Joahae," kata Seokjin. "*Yang Sojung Joahandago."

Sojung membelalakan mata tak percaya. Dugaannya selama ini ... ternyata benar-benar terjadi malam ini. Ahn Seokjin menyatakan cintanya, di waktu yang tak tepat.

Sojung lantas berjalan mundur, lalu melepas sepatu yang ia kenakan. Dia berjalan ke arah balkon, meninggalkan Seokjin sendirian. Gadis itu sendiri masih butuh waktu ... untuk mencerna ungkapan Seokjin, yang cukup mengejutkannya malam ini.

°・Him; Seokjin・°

A/N:
*nae saranghaneun, uri Sochie. = kekasihku, Sochie.
*Joahae = aku menyukaimu
*Yang Sojung joahandago = Kubilang aku menyukaimu, Yang Sojung.

AAAAAA KETEMU LAGI KITA😆
by the way sebentar lagi masuk bulan ramadhan, aku minta maaf ya kalau pernah PHP😢 sorry juga kalau ada salah yang lain, hihi. selamat bahagia menyambut bulan suci, bagi semua pembacaku yang baik hati</3

jangan lupa tekan bintang!🌟⭐
kita ketemu secepatnya. see ya!</3

Him; SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang