Seokjin memberikan Sojung es krim yang baru ia beli di toserba―yang letaknya ada di sebrang perusahaan. Kekasihnya itu menerima es krim dengan baik, juga menikmatinya dengan tenang.
"Sochie, gwaenchana?" Seokjin bertanya, selagi mengambil posisi duduk di sebelah Yang Sojung.
Sojung menatap ke arah Seokjin, dia menunjukkan senyumnya yang begitu tipis. "Aniya." Helaan napas terdengar kemudian. Kepala Yang Sojung, mendadak menuju ke arah bawah dan semangatnya segera melayang. "Aku jelas berbohong kalau aku bilang, aku baik-baik saja. Aku ... tidak baik-baik saja."
Seokjin ikut menghela napasnya. Merasa pilu lantaran dirinya tak bisa mengambil sebagian beban yang dibawa kekasihnya yang akhirnya membuat gadis itu gelisah. "Benar. Aku mungkin juga akan bilang begitu, jika aku ada di posisimu."
Sojung kembali mengangkat kepalanya. Dia menggunakan satu tangannya untuk memeluk tubuh Seokjin dari belakang. Kepalanya ia letakkan di bahu super luas milik kekasihnya. "Aku bingung. Aku kesulitan menjadi bijaksana. Entah harus bagaimana aku menghadapi masalah ini, aku hanya berharap ini segera berlalu."
"Masalah tak pernah berlalu begitu saja. Kau harus menghadapinya. Apapun yang akan terjadi, kau tak diperkenankan untuk menghindarinya, jika kau ingin menyelesaikan masalahmu." Seokjin menatap mata Sojung yang sepertinya tertegun.
"Aku berkata seperti ini karena aku ingin kau tahu, bahwa setiap masalah, baru akan berakhir jika kita berusaha mencari jalan keluar. Membiarkan keadaan dan bertindak seolah tak acuh, hanya akan membangun masalah yang lain." Seokjin mengusap kepala Sojung bagian atas dengan lembut. "Kau mengerti?"
"Lalu ... apa yang harus kulakukan sekarang?" tanya Sojung.
"Hm, geunyang ... tutup mata, tutup telinga, jangan berdiri dan jangan pergi kemanapun," jawab Seokjin ringan.
"Eh?" Sojung menatap kekasihnya dengan jengkel. Dia mengeluh dan segera menjauh dari tubuh Ahn Seokjin. Gadis itu juga memberi pukulan keras di lengan Seokjin, tepat sebelum matanya menangkap wajah Ahn Seokjin mengeluh kesakitan.
"Kupikir sudah lama aku tidak merasakan ini. Tapi biar bagaimanapun, kurasa tanganmu semakin keras, Sojung-ssi," ujar Seokjin. "Namun syukurlah, aku senang karena kau sudah melepas sedikit bebanmu. Bukan begitu?"
Sojung tertawa satu sudut, namun tatapan matanya menajam. Agak menyeramkan. "Menurutmu begitu?"
Seokjin melepas tawanya. "Kau menyeramkan, tapi begitu manis," komentar Seokjin. "Bagaimana ini? Apa aku semakin jatuh ke dalam pesona cinta yang kau miliki? ... atau mungkin aku sudah menjadi budak cintamu?"
"Budak cinta apa yang kau maksud? Jangan bicara aneh-aneh!" Sojung menepis kiasan aneh milik Seokjin. Perlahan dia juga merubah raut wajahnya, menjadi sedikit murung lantaran dia tak mau berbohong lebih lama lagi tentang suasana hatinya saat ini.
"Oppa," panggilan Sojung. "Apa mungkin ... kau pernah merasa menyesal menjalin hubungan denganku? Kau pernah merasa ingin mengakhiri hubunganmu dengan gadis yang kesulitan mengatasi dirinya―ani, Yerin bilang bahwa ini gangguan mental―seperti aku?"
°・Him; Seokjin・°
Sojung kembali ke perusahaan bersama Seokjin. Mereka menaiki lift, melewati beberapa ruangan divisi lain, untuk bisa sampai ke tempat mereka.
Dalam perjalanan mereka, beberapa kali pegawai lain menggunjingkan tentang rumor kebohongan Sojung, Ahn Seokjin sebagai kekasihnya lantas mengambil alih perhatian Sojung. Dia mengajak Sojung berbicara, membuat Sojung tertawa, pun sesekali berusaha meredam suara gunjingan itu dengan tawa khas milik Ahn Seokjin.
Sojung merasa sedikit terbantu, atas usaha kekasihnya. Namun, Yang Sojung tetap tahu bahwa pegawai-pegawai yang baru saja ia lewati sedang membicarakan dirinya.
Sojung tak mau menghindar, tak mau menolak mendengar gunjingan dari teman pegawainya. Yang Sojung justru memilih menikmatinya. Ini mungkin salah satu cara untuk tidak lari dari masalah yang dihadapinya, seperti apa yang kekasihnya; Ahn Seokjin bilang.
Sojung kembali ke sekatnya untuk bekerja, sementara Ahn Seokjin memilih untuk pergi ke dapur sejenak. Laki-laki itu menyeduh kopi. Namun, karena laki-laki itu merasa ada yang tertinggal, lantas dia kembali ke sekatnya tanpa menunggu cangkirnya terisi penuh oleh kopi yang dibuat mesin.
"Kenapa? Kenapa kembali?" tanya Sojung yang melihat Ahn Seokjin kembali tanpa membawa cangkir kopi.
"Aku buat kopi tanpa gula, tapi aku berniat untuk menambahkan gula rendah kalori ke dalamnya," jawab Ahn Seokjin. "Aku kembali untuk mengambil gula. Cangkir kopi di sana masih belum terisi penuh."
"Bagaimana kalau ada orang lain yang mengambil kopimu?" tanya Sojung. "Perlu aku pergi ke sana dan menjaganya?" Sojung berdiri dan melangkah keluar dari sekatnya.
"Eo, geureom." Ahn Seokjin menarik kedua sudut bibirnya. "Wah, sepertinya setelah makan es krim, Yang Sojung berubah menjadi orang baik."
Sojung mendecih, sedikit tertawa. "Aku memang selalu bersikap baik. Bagaimana kau tak tahu, padahal selalu bersamaku?"
Seokjin mengelus kepala Sojung, sengaja ingin menggoda kekasihnya. "Ne, ne. Jarhasseo, uri Sojung-ie."
"Mwoya?" Yang Sojung kembali mendecih. Tangannya meninju lengan Seokjin dan mendorong laki-laki itu agar lebih dekat dengan sekat Ahn Seokjin sendiri. "Temukan gulanya dengan cepat. Aku tak mau menjaga kopimu lama-lama!"
Ahn Seokjin mengubah raut wajahnya, dia mengerucutkan bibirnya karena mendapat perlakuan kasar dari kekasihnya sendiri. Jadi itu sebabnya, Ahn Seokjin menyahuti ucapan Sojung dengan kasar. "NE!"
Yang Sojung berbalik dan tertawa karena Ahn Seokjin yang marah. Laki-laki itu selalu terlihat menggemaskan di mata Yang Sojung, saat marah, merajuk, dan bersikap manja padanya.
Yang Sojung menghela napas dan menggumam, saat dia melihat ada pegawai lain yang baru saja keluar dari dapur. "Ya ampun, Ahn Seokjin. Benar 'kan, ada pegawai lain yang masuk dan bisa saja mengambil kopimu. Ck, laki-laki ceroboh."
Sojung mempercepat langkahnya, guna memastikan kopi yang dibuat Ahn Seokjin masih ada di pantry. Kalaupun sudah tidak ada, harusnya Yang Sojung bisa membuatnya sekali lagi untuk kekasihnya yang malang karena kehilangan kopinya.
"Wah, Ahn Seokjin pria yang beruntung. Kopinya masih di atas meja dan tak ada yang menyentuhnya," gumam Sojung ketika melihat ada cangkir kopi yang terletak di meja, di bawah saluran mesin pembuat kopi.
Gadis itu mengambil langkah, agar bisa lebih dekat dengan kopi kekasihnya. Namun, matanya justru salah fokus terhadap bubuk hijau yang samar-samar tersebar di tepi cangkir dan di meja sekitar cangkir kopi milik Ahn Seokjin.
"Ahn Seokjin tak pernah mencampur kopinya dengan bubuk matcha, lantas ...,"--Sojung menjeda dan memutar otaknya sejenak untuk mendapatkan jawaban--"apa mungkin?" Mata Sojung membelalak secara spontan. Dia kembali mengingat perawakan pegawai yang keluar dari dapur sambil membawa cangkir, namun dengan sweater serta penutup kepala yang membuat Yang Sojung tak bisa mengingat bagaimana rupa wajahnya.
"Aku datang dan aku bawa gulanya!"
Yang Sojung tersentak dari lamunannya. Dia lantas menyadari bahwa Ahn Seokjin sudah tiba. Saat Ahn Seokjin semakin dekat dengan cangkirnya, Yang Sojung menahan tangannya dan berusaha menggelengkan kepala. "Andwae!"
°・Him; Seokjin・°
A/N:
Kira-kira, bubuk warna hijau yang diliat Sojung, beneran bubuk matcha bukan, ya? Yuk liat di part 56! Kita ketemu secepatnya, jangan lupa tekan bintang!🌟⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Him; Seokjin
FanfictionYang Sojung adalah pegawai di salah satu perusahaan penerbit yang ada di Kota Seoul, Korea Selatan. Luka patah hati mengantar atensinya pada pegawai baru―yang beberapa waktu lalu, sebenarnya telah mengatakan perasaannya. Setelah sekian waktu berlalu...