35: Bicara

113 31 15
                                    

Tim yang dipimpin Yang Sojung sedang berkumpul di ruang rapat. Usai bertemu dengan seluruh peserta kompetisi tahunan perusahaan, di ruangan rapat besar, mereka akhirnya tahu naskah macam apa yang harus mereka persiapkan.

"Slice of life ... terdengar mudah, tapi kenyataannya justru paling sulit di antara genre lain," gumam Umji. "Bukan begitu?"

Yerin yang duduk di sebrang Umji mengangguk. Gadis yang di luar pekerjaan menjadi kekasih Cho Taehyung itu, resmi bergabung bersama Tim Sojung sehari setelah pengumuman kompetisi secara resmi.

"Benar," jawab Yerin. "Terlihat mudah karena yang harus kita tulis adalah kisah keseharian kehidupan tokoh. Tapi terlalu sulit untuk menentukan konflik realistis namun luar biasa―mengingat genre slice of life adalah cerita ringan yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari."

"Tapi di situlah kesempatan kita," kata Yang Sojung. Mata gadis itu secara bergantian menatap tiap anggota timnya, sebelum lanjut mengungkapkan pikirannya. "Kita punya kesempatan untuk membuat cerita yang biasa terjadi di kehidupan sehari-hari, menjadi cerita luar biasa yang alurnya realistis namun sulit ditebak."

"Masalahnya, langkah apa yang kita perlukan untuk dapat mewujudkan apa yang kau ucapkan, Yang Sojung-ssi?" tanya Seokjin.

Sojung menatap Seokjin. Tubuhnya kembali ia tegakkan, tangannya melipat di depan dada. "Untuk apa kita berkumpul di sini, jika bukan untuk berdiskusi, langkah awal apa yang harus kita ambil?" Sojung mendecak. "Apa kau tak punya pertanyaan yang lebih memacu pemikiran dibanding itu, Ahn Seokjin-ssi? Kupikir kau sedikit mempermalukanku." Sojung menatap tajam Seokjin, dan volume nada pada kalimat terakhirnya sengaja ia rendahkan.

"Ah, joesonghamnida," balas Seokjin. "Lantas, ayo kita mulai. Selain aku, apa ada orang yang punya pertanyaan dan mungkin punya ide untuk membantu kinerja tim kedepannya?"

"Benar!" timpal Sojung. "Apa ada yang ingin memberikan saran kalian, mengenai potongan kehidupan seperti apa yang akan kita ulik dalam naskah yang diikutkan dalam kompetisi tahunan perusahaan?"

"Kehidupan sehari-hari sebagai manusia normal adalah hal yang biasa," kata Seungkwan memulai kalimatnya. "Kisah kehidupan sehari-hari akan ternilai luar biasa, jika kita menyandang tokoh yang punya kekurangan, seperti cacat fisik, misalnya," lanjut Seungkwan.

"Cacat fisik?" Sojung bertanya. "Cacat fisik seperti apa misalnya?"

"*Tunawicara, tunarungu, tunanetra, kurang lebih seperti itu," jawab Seungkwan. "Jika kita menyandang tokoh dengan kekurangan seperti itu, kita juga akan lebih mudah menentukan konflik dalam cerita. Konfliknya pun, sama sekali bukan konflik biasa. Kita bisa sedikit menyentuh keadaan dan mengendalikan konflik itu sendiri, namun kita tetap tak melepas pedoman sisi realistis."

Sojung sejenak mencerna ide yang dia dengar dari Seungkwan. Rupanya gadis itu lagi-lagi mampu menangkap dengan cepat ide yang Seungkwan maksud. Lantas dia menanggapi, "Idemu luar biasa! Akan kumasukkan ke dalam catatan,"--Sojung mencatat ide yang Seungkwan beri di tabletnya--"sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai ide yang Seungkwan berikan, apa ada yang masih ingin mengusulkan idenya? ... atau mungkin ada yang masih mau menambahkan ide yang Seungkwan beri?"

Anggota tim Yang Sojung menutup mulut, saling melempar pandangan satu sama lain. Sampai akhirnya, Yang Sojung menutup sesi penampungan ide. "Baik. Kuanggap semua setuju dengan ide yang Seungkwan berikan."

Yang Sojung sudah memutuskan, penentuan tema dan alur harus diselesaikan hari ini. Mereka juga harus bisa menentukan garis besar cerita, konflik-konflik yang akan menemani, serta menentukan beberapa poin yang ingin mereka tekankan hingga membuat pembaca terkesan.

Him; SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang