SUDAH DIREVISI
Matahari sudah kembali membawa sinarnya yang hangat, kicauan burung juga nampak saling bersahutan yang menambah kesan damai dan nyaman.
Maulana sudah jauh lebih baik dari semalam, sayangnya Ia bungkam saat Faiza menanyakan kenapa Ia mabuk. Faiza heran dan juga kasihan kenapa Ayahnya bisa seperti ini.
Semenjak kepergian Mirna, Maulana semakin tidak terarah bahkan menyempatkan waktu untuk kedua anaknya pun nyaris tidak pernah. Ia sibuk kerja itulah yang diketahui anaknya.
"Ayah berangkat dulu." pamitnya setelah menghabiskan sepotong roti tawar yang dibaluri selai kacang juga tak lupa secangkir kopi yang menjadi andalannya.
Faiza meraih tangan Ayahnya kemudian menciumnya yang diikuti oleh Fahri dan Raihan.
"Hati-hati Ayah." ucap Faiza seraya tersenyum hangat kemudian Maulana membalasnya hangat.
Faiza pikir Ayahnya sudah tidak marah lagi dengan pengakuannya kemarin sore, lain kali Faiza akan mencobanya lagi. Faiza akan tunjukan bahwa cadar bukanlah aliran sesat justru cadar adalah pelindung bagi setiap wanita muslimah dari gangguan laki-laki ajnabi.
Seperti biasa Fahri dan Faiza harus berangkat kuliah, kali ini Raihan sudah berjanji akan mengantar dua keponakanya. Sebenarnya Fahri tidak ingin diantar oleh Raihan tapi karena adiknya yang meminta jadi Fahri tidak bisa menolak dan memilih menuruti kemauan adiknya.
Faiza sudah siap, Ia segera mengambil tasnya yang masih ada di kamar. Faiza sudah kembali dengan tas selempang juga laptop yang terpisah ditangannya.
Tugas Faiza sedang menumpuk, karena sebentar lagi Ia akan mengikuti ujian yang biasa diselenggarakan di setiap semesternya. Faiza baru kuliah semester dua dan kali ini sedang sibuk-sibuknya dengan tugas.
Raihan sudah berada didalam mobil hitamnya sedangkan disampingnya ada Fahri dan dibelakang ada Faiza.
Raihan mulai menjalankan mobilnya menuju kampus dua keponakannya itu, jantungnya mendadak berdetak secara abnormal, entah ada desiran aneh dihatinya.
Mereka sudah sampai, Raihan berhenti didepan gerbang kampus, kemudian Faiza dan Fahri turun.
Raihan menurunkan kaca mobilnya, Faiza melambaikan tangan kepadanya. Ah, ternyata bukan, Faiza bukan melambai kepadanya. Tapi, kepada orang yang ada diseberang sana.
Orang itu berjalan gontai menuju keponakannya, "Assalamu alaikum." sapanya yang hangat juga terdengar sangat lembut.
"Waalaikum salam kak Aisyah." jawab Faiza ramah sambil tersenyum.
"Waalaikum salam, Kak," jawab Fahri. Aisyah nampak tersenyum sambil melirik orang yang masih berada didalam mobil. Pandangannya menunduk seraya tersenyum walaupun hanya terlihat dari matanya saja yang menyipit.
"Assalamu alaikum," sapanya.
Raihan mendadak kikuk, "Waalaikum salam," untungnya bibirnya tidak kelu saat menjawab salam dari Aisyah.
"Kak Raihan Iza pamit kedalam, ya?" sementara Raihan nampak mengangguk.
"Gue juga, Han." timpal Fahri.
Fahri berjalan lebih dulu menuju kelasnya kemudian Faiza dan Aisyah juga ikut masuk, sementara Raihan harus segera ke kantor karena ada meeting.
"Kak Sintiya kemana, Kak?" tanya Faiza basa-basi karena memang Faiza belum melihat keberadaan Sintiya.
"Dia la---" ucapan Aisyah terpotong saat ada orang yang berlari dibelakang mereka.
"Assalamu alaikum," sapanya sambil merangkul kedua bahu sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Bercadar (END)
Teen Fiction#Karya 1 "Ayah?"Ucapku. "Mmmm...Apa Sayang?" jawab Ayahku. "Mmmm...Ayah apakah Aku boleh memakai cadar?" tanyaku, ku lihat raut wajah Ayah. "Apa? Apa hijab lebarmu itu belum cukup?" Ayahku menatap tajam kearahku. "Aku hanya ingin menyempurnakan pak...