Akhir Kisah

355 35 47
                                    



Jleb

NIT......

Satu garis lurus!

Faiza lemas bukan main. Kakinya sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Napasnya memburu, bahunya naik turun. Tangisnya semakin histeris.

"GAK MUNGKIN..." Maryam yang baru saja bangun dari terduduk langsung dihadapkan dengan benda kotak yang sudah menunjukan garis lurus.

Maryam pinsan detik itu juga.

Dokter pun terlihat menghela napasnya pasrah, nyatanya Arsen tidak dapat ditolong. Allah lebih sayang kepada - Nya.

Ini yang Faiza takutkan, dan kini terjadi lagi. Satu per satu orang yang Ia sayang pergi meninggalkannya, bahkan rasanya baru saja Ia mendapatkan secerca harapan saat jari - jari tangan Arsen bergerak. Namun....ah, sudahlah Faiza tidak sanggup untuk berkata - kata lagi.

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun..." sayup - sayup para Suster dan Dokter mengucapkan kalimat yang sangat Faiza takuti.

Dadanya sesak bukan main, harapannya luntur seketika. Seharusnya lagi dan lagi Faiza sadar, bahwa berharap kepada manusia hanya akan membuatnya kecewa. Tapi, niat Arsen yang akan mengkhitbahnya justru menjadi semangat tersendiri untuknya. Rasa cintanya terbalaskan! Namun.....Allah lebih cinta kepada Arsen?

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun....sabar, Za. Hiks...hiks....Allah lebih sayang sama Pak Arsen." tutur Fadil bergetar, Fadil dapat merasakan bagaimana rapuhnya sosok Faiza. Seakan kesedihan terus saja menghimpit sahabatnya itu.

Faiza menatap nanar dari balik kaca besar dimana Dokter dan Suster tengah mencabut beberapa alat medis yang melekat pada tubuh Pria yang berhasil merebut hatinya itu, bahkan untuk berucap 'Innalillahi wa inna ilaihi rojiun' saja tenggorokannya serasa tercekat, Faiza hanya bisa mematung dengan air mata yang terus mengalir.

Maryam sudah kembali sadar, "Nak...." lirihnya mencoba untuk berdiri memastikan bahwa anaknya itu baik - baik saja.

"Mas, anak kita, Mas. Nak...kamu pasti kuat. Jangan tinggalin mama, Nak...hiks..hikss...." tubuh Maryam seperti akan tumbang lagi namun dengan sigap Gusman mendekap sang Istri agar tidak terjatuh.

Maryam mendaratkan pukulan bertubi - tubi pada dada bidang Suaminya itu, Gusman hanya pasrah dan membiarkan Istrinya menangis sepuasnya disana, bahkan kalau sampai dadanya memar sekalipun karena dipukuli sang Istri. Gusman ikhlas, Gusman semakin merengkuh tubuh ringkih Istrinya, "Hey...kita harus ikhlas..."

"Ikhlas kamu bilang, Mas?" Maryam melepas pelukannya dan memilih menatap tajam pada sang Suami.

Maryam tersenyum kecut, "Dia anak kita satu - satunya, Mas. Kamu bilang ikhlas?" sarkas Maryam namun dikalimat akhir nadanya kembali bergetar dan detik berikutnya Maryam menjatuhkan kembali tubuhnya kedalam dekapan sang Suami. Gusman pun merasakan sakit yang sama, dan mana mungkin Ia juga akan ikhlas? Tapi takdir yang menuntutnya untuk ikhlas? Gusman hanya mampu mendekap Istrinya dengan erat dan ikut menangis karena sudah tak kuasa lagi. Apalagi mengenang tawa sang Putra yang membuatnya candu, selama ini Putranya tidak pernah membuatnya kesal. Arsen adalah anak yang baik. Gusman sangat - sangat menyayanginya.

Izinkan Aku Bercadar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang