Depresi

274 34 12
                                    



Duniamu boleh saja hancur, hatimu boleh saja sakit. Tapi percayalah semesta akan selalu menemanimu serta Tuhan akan bersedia mendekap tubuhmu.

Bersujudlah karena dengan itu kamu akan merasa lebih tenang, tumpahkan semua keluh kesahmu kepada-Nya. Karena sebaik - baik teman untuk mencurahkan kesedihan kita adalah Tuhan.

Tidak perduli seberapa sulit cobaan yang kamu hadapi, tapi satu yang harus kamu ketahui bahwa Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya.

Faiza baru saja melipat mukenanya, pandangannya melirik sang Ayah yang masih belum sadarkan diri. Iya, Faiza sedang berada di ruang inap Ayahnya. Meskipun tubuhnya masih membutuhkan istirahat karena luka jahitan diperutnya masih belum seutuhnya sembuh.

Sementara Fahri masih setia menutup matanya, Faiza hanya mendengar dengkuran halus dari Kakaknya itu. Sementara Raihan izin ke kantin untuk membeli makanan.

Jam menunjukan pukul tiga malam, setelah melaksanakan sholat Faiza beranjak menuju kursi tepat disamping Ayahnya. Faiza masih menggunakan baju lengkap khas seorang pasien sementara selang infus yang menancap ditangannya sudah Ia lepas sedari tadi.

Faiza menggenggam tangan pria yang sangat Ia cintai itu, Faiza mengelusnya lembut,"Ayah...cepet sadar ya. Semuanya akan baik - baik aja Yah...ada Faiza, Kak Fahri juga Kak Raihan yang akan menghibur dan menyembuhkan rasa sakit hati Ayah...hiks...hiks...Iza gak sanggup liat Ayah kaya gini...hikss...hikss...Iza sayang Ayah..." lirihnya tersedu sambil menciumi punggung tangan pria paruh baya yang masih tetap setia menutup matanya itu.

Jari - jari yang mulai mengkeriput itu perlahan bergerak, Faiza yang merasakannya langsung terperanjat dengan mata berbinar.

"Ayah...." ucapnya berbinar sambil mengapus kasar air matanya.

"Aaaaa....GAK MUNGKIN....AJENG KENAPA KAMU TEGA MELAKUKAN INI KE SAYA..." teriak Maulana histeris sambil menutup kedua telingannya.

Fahri yang sedang terlelap pun ikut terbangun karena teriakan Ayahnya.

"Iza, Ayah kenapa?" ucapnya khawatir.

"Ayah...disini ada Faiza...Ayah yang sabar ya." ujar Faiza halus sambil mengelus lembut tangan sang Ayah.

"Aaa.....GAK MUNGKIN, GAK MUNGKIN." teriak Maulana lagi.

Faiza semakin menangis tersedu, apa yang dibilang Dokter itu ternyata benar. Ayahnya depresi.

"Ya Allah...jagalah Ayahku...sembuhkanlah Ia," batin Faiza.

"GAK MUNGKIN, INI SEMUA PASTI BOHONG 'KAN? Fahri? Faiza? semua ini bohong 'kan?" tanya Maulana tersedu.

Tangis Faiza semakin pecah, begitu pula dengan Fahri Ia tidak kuasa lagi menahan sesak didadanya.

"Dokter...Dokter..." teriak Fahri, sambil memencet tombol darurat yang berada di samping blankar.

"Ayah..Ayah yang tenang ya!" titah Fahri.

Maulana masih meraung - raung tidak jelas, sementara Faiza terduduk dilantai dengan air mata yang membanjirinya. Fahri mencoba menenangkan Ayahnya dengan mengelus tangannya.

Izinkan Aku Bercadar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang