Hari yang cerah, kicau burung silih bersahutan. Angin berhembus dengan sejuknya. Semalam kota Bandung sempat diguyur hujan, tapi sekarang langit nampak indah dengan warna biru khasnya. Semburat mentari yang perlahan naik pun sudah sangat terlihat jelas.
Seorang Gadis sedang menatap pantulan dirinya dibalik sebuah cermin besar, tangannya terlihat sangat sibuk sekali menata hijabnya yang tak kunjung rapi.
Dari bibir kecil itu keluar sebuah senandung yang tidak terlalu merdu, namun bisa membuat hati adem. Faiza sedang melantunkan sebuah sholawat kesukaannya. Entah kenapa hari ini Ia terlihat sangat bahagia. Apa gara - gara....itu? Ah, Faiza tidak mau ambil pusing. Faiza tidak mau berharap lebih. Bisa saja mulut berkata cinta, tapi hati? Entahlah Faiza tidak mau percaya omongan laki - laki. Bukan tidak mau percaya tapi...Faiza mencoba menata hatinya agar tidak kecewa lagi.
Ketika hijabnya sudah rapi secara sempurna, Ia mulai merampas tas tote bag nya yang hanya berisikan laptop. Juga beberapa buku yang dibiarkan tidak dimasukan, Ia memilih memangku buku - buku itu.
Ia berjalan gontai menuruni anak tangga, bibir tipisnya tak henti - henti menyunggingkan sebuah senyuman, yang jelas hari ini moodnya sedang bagus.
"Dek?"
"Mmm..apa?" jawab Faiza saat sudah mendudukan dirinya disalah satu kursi tempatnya sarapan pagi ini.
"Enggak." jawab Fahri enteng kemudian memakan kembali sepiring nasi goreng buatan Bi Inah.
Faiza memutar bola matanya malas, jangan sampai Fahri menurunkan moodnya hari ini.
"Kak Fahri sekarang masuk kuliah?" tanyanya basa - basi juga menghilangkan rasa kesalnya akibat ke GJ -an sang kakak.
Fahri menghentikan suapan terakhirnya karena hendak menjawab pertanyaan adiknya, "Iya. Mau nebeng ya?" tudingnya.
Faiza mengerutkan keningnya, suudzon sekali dia? Tapi emang bener si, Faiza mau nebeng. Itung - itung irit ongkos.
"Kok tau," tutur Faiza sembari terkekeh.
"Kak Raihan tumben belum keliatan? Kemana, Kak?"
"Lag---"
"Apa? Kangen ya?" bagai jin dalam botol, Raihan tiba - tiba saja datang, entah darimana munculnya. Untung saja Faiza tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
"Lo kaya hantu, Han. Nongol tiba - tiba." cibir Fahri kemudian melanjutkan makannya. Sementara Faiza hanya terkekeh, baru saja Ia akan berbicara seperti itu. Ehh, Fahri sudah mewakilinya. Memang sehati mereka.
"Mana ada hantu ganteng kaya, gue." balasnya tak terima. Kemudian ikut gabung menyantap sarapan paginya.
"Ya ada. Lagian hantu zaman sekarang itu modis tau." timpal Fahri.
Raihan mengernyit, "Mana ada. Lo kebanyakan nonton film si."
Faiza menggelengkan kepalanya, perdebatan diantara keduanya sungguh tidak berfaedah. Tapi, Faiza senang melihatnya. Karena dengan ada keduanya suasana rumah menjadi jauh lebih hangat, tidak sepi seperti kemarin - kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Bercadar (END)
Teen Fiction#Karya 1 "Ayah?"Ucapku. "Mmmm...Apa Sayang?" jawab Ayahku. "Mmmm...Ayah apakah Aku boleh memakai cadar?" tanyaku, ku lihat raut wajah Ayah. "Apa? Apa hijab lebarmu itu belum cukup?" Ayahku menatap tajam kearahku. "Aku hanya ingin menyempurnakan pak...