___Epilog___

745 39 20
                                    

"Apa, Dok? Dua?"

"Iya, Bu. Anak Ibu ada dua yang satu perempuan dan yang satu laki - laki."

"Ibu bisa liat disini ada dua titik, ini anak Ibu dan Bapak."

Faiza menangis detik itu juga, Arsen menggenggam tangannya kuat. Bahkan Ia tidak menyangka akan jadi Ibu diusia muda bahkan kuliahnya saja belum tuntas. Bahkan anaknya dua lagi. Ia menangis terharu.

"Terima kasih Ya Allah..."

"Terima kasih, Dek." ujar Arsen begitu tulus.

Keduanya mengamati lekat - lekat layar digital yang biasa digunakan untuk USG itu, lagi - lagi tangis haru yang menyelimuti keduanya. Ia benar - benar masih speecleash, bukan hanya Faiza tapi Arsen pun demikian.

"Selamat ya, Pak. Bu. Semoga anaknya bisa lahir dengan sehat dan selamat."

"Usia kandungan Ibu juga sudah menginjak delapan bulan, Ibu harus sering - sering olahraga ya! Tapi, olahraganya yang ringan - ringan aja agar proses persalinan nanti akan jauh lebih mudah apalagi anak Ibu ada dua." tutur Dokter yang diangguki Faiza.

Faiza mengelus perutnya yang sudah semakin besar, ternyata didalam perutnya tengah hidup dua nyawa. "Sehat - sehat, ya, Nak." bisiknya dibarengi isakan.

Arsen mengelus tangan Istrinya dan mendaratkan kecupan didahi sang Istri penuh haru.

"Sebentar lagi kita akan jadi orang tua." ujarnya dengan mata berkaca - kaca.

***

Kini keduanya sudah pulang dan sedang berada dikamar mereka, Arsen sedang merebahkan dirinya tepat diatas pangkuan sang Istri sesekali Ia mengecupi perut sang Istri yang sudah semakin membuncit itu.

"Shodaqallahul adzim..." Arsen baru saja menyelesaikan membaca surat Maryam dan Yusuf sesuai permintaan sang Istri. Katanya si kalau anak yang sedang berada dikandungan jika ingin rupanya cantik dan tampan harus sering - sering diajikan surat Maryam untuk perempuan dan surat Yusuf untuk laki laki, dan karena anak Arsen dan Faiza itu sepasang jadi Arsen harus membaca kedua surat itu.

Faiza masih setia mengelus surai hitam milik sang Suami, matanya sesekali memejam saat Arsen melantunkan ayat demi ayat al quran dengan fasihnya.

"Makasih ya, Dek. Sudah mau mengandung anak - anak saya." ujarnya sambil memandangi langit - langit.

"Sstt..., Mas gak usah ngomong terima kasih, ini udah jadi kewajibanku."

Arsen beringsut dari posisinya dan memilih duduk disamping Istrinya dan menyenderkan kepalanya dibahu sang Istri, semenjak Faiza hamil Arsen jadi sangat manja dan hobi sekali nempel - nempel dengan dirinya.

"Kamu cinta gak sama saya?" Arsen memang sudah mengetahui perasaan sang Istri sejak sebelum mereka menikah namun Arsen masih belum puas jika kata - kata itu belum keluar dari mulut Faiza. Sejauh pernikahannya yang hampir menginjak satu tahun ini Faiza masih enggan membuka suara untuk mengutarakan cinta, maklum lah cewek gengsinya selangit.

"Kok Mas ngomongnya gitu?"

"Saya cuma mau dengar dari mulut kamu kalau kamu cinta sama saya."

"Aku rasa dengan semua sikapku sudah mencerminkan apa yang aku rasa." tutur Faiza justru membuat Arsen memberengut dan memilih beranjak dari posisinya dan memasang badan tegap serta dihadapkan pada sang Istri.

"Saya punya chalenge buat kamu?!"

Faiza mengangkat satu alisnya dan memilih duduk bersila menghadap Arsen.

"Jangan yang susah - susah Aku lagi males mikir."
"Nggak kok, kamu cuma tinggal jawab aja!"

"Apa? Heumm?" belakangan ini Arsen sering sekali merajuk bahkan untuk hal - hal yang kecil sekalipun, Faiza sempat aneh. Namun, kata Dokter mungkin ini bagian dari ngidam. Yang jadi pertanyaannya kenapa Arsen yang ngidam bukan Faiza?

"Jawab kalimat depan yang saya sebut dengan cepat."

"Contohnya saya bilang, bantal ada dua, kata depannya apa?"

"Bantal." jawab Faiza masih heran, sebenarnya ini chalenge apa si?

"Ok, paham." Faiza mengangguk.

"Chalenge dimulai." tambahnya.

"Jawab cepat ya! Gak pa pa salah juga." Faiza mengangguk lagi.

"Ok, satu..., dua.., tiga...,"

"Vas cantik."

"Vas," jawab Faiza cepat.

"Kamar ini rapi." tanya Arsen cepat, antara yang memberi pertanyaan dan menjawab pertanyaan sama - sama cepat.

"Kamar," jawab Faiza cepat.

"Aku pengen makan."

"Aku," jawab Faiza cepat.

"Dinding warna putih."

"Dinding." jawab Faiza semakin cepat.

"Cinta gak sama saya?"

"Cinta, eh--" jawab Faiza cepat.

Arsen sudah merasa puas sekarang, Ia terbahak dan tersenyum penuh kemenangan.

"Makasih." ujarnya sedangkan Faiza sudah blushing sendiri.

"Kamu ngejebak." tuturnya tak terima.

"Biarin, wle..." Faiza memberengut kenapa Suaminya jadi menyebalkan begini.

"Plis, Nak. Jangan ngidam macem - macem ya! Kasian Ayah." gumam Faiza sambil mengelus perutnya.

Izinkan Aku Bercadar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang