Pria Menggegerkan

275 45 22
                                    



"Kadang menangis memang bukan solusi dari sebuah masalah, tapi dengan menangis setidaknya kita bisa sedikit meluapkan kesedihan kita. Menangis bukan berarti cengeng. Benar bukan? Tapi jika menangis secara berlebihan juga tidak dianjurkan. Menangislah sewajarnya"

Genap sepekan setelah kepergian sang Bunda, Faiza sama sekali tak ada niatan untuk keluar rumah bahkan untuk kuliah saja ia tidak masuk, ia masih terpukul atas kehilangan Bundanya.Fahri sudah mencoba membujuknya untuk keluar kamar. Tapi, masih sama Faiza enggan untuk meninggalkan kamarnya.

Sedangkan Maulana sejak Istrinya meninggal ia disibukan dengan pekerjaannya, sehingga jarang sekali pulang menemui kedua anaknya.

Fahri memutuskan untuk memperkerjakan asisten rumah tangga, karena semenjak Bundanya tiada, rumah sudah seperti gudang yang tak terpakai. Debu berserakan dimana-mana.

"Dek....."

Fahri mencoba memanggil adiknya yang tetap setia didalam kamarnya.

Tok

Tok

Tok

Tidak ada sahutan dari dalam, karena pintu tidak terkunci. Jadi Fahri bisa langsung masuk tanpa menunggu terlebih dahulu jawaban dari Adiknya.

"Dek, Kakak masuk, ya?"

Tepat saat Fahri masuk kekamar Adiknya, ia sama sekali tidak menemukan keberadaan Adiknya. Fahri mencoba mengedarkan pandangannya sampai akhirnya tertuju pada sebuah balkon.

Fahri berpikir bahwa Faiza sedang berada disana, dan benar saja Faiza sedang duduk di ayunan dengan tatapan kosong lurus kedepan. Bahkan hijab yang ia pakai pun sedikit berantakan.

Fahri mencoba mendekati Adiknya kemudian ikut duduk tepat disampingnya.

Fahri menghela nafas panjang sebelum akhirnya memulai pembicaraan dengan Adiknya "Dek, jangan gini terus. Ikhlasin Bunda, Dek. Kakak tau Kamu sedih, Kakak juga. Tapi kita gak boleh terus-terusan kayak gini. Hidup terus berjalan, Dek." ucap Fahri sehalus mungkin sambil mengelus pucuk hijab adiknya.

Faiza melirik Kakaknya yang barusan berucap "Tapi, Iza belum ikhlas Kak...hikss" isak Faiza yang sekarang berada dipelukan Kakaknya.

Fahri melepas pelukannya, ia menangkupkan kedua tangannya pada pipi Faiza kemudian menghapus perlahan air mata itu.

"Dek, dengerin Kakak!" serunya yang lumayan terdengar tegas.

Faiza terlonjak kaget dengan ucapan Kakaknya yang sedikit tegas, dengan perasaan takut Faiza mendongakkan kepala kemudian menatap manik hitam pekat milik sang Kakak. Meskipun air matanya terus meluncur tanpa mampu ditahan.

"Kakak pernah dengar kajian dari guru Kakak, bahwa Imam Thabrani yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid mengatakan:  "Diberi keringanan menangis itu, jika tidak disertai ratapan. Adapun tangis yang berkelanjutan dan disertai pekikan, maka demikian itu salah satu sebab tersiksanya dan pahitnya penderitaan si mayat."

"Adek tau gak? Saat kita nangis terus-terusan kayak gini. Bunda akan semakin merasa tersiksa disana, apa kamu mau Bunda disiksa disana?" tambahnya Faiza menggeleng dengan cepat.

"Terus kenapa masih kayak gini?"

"Kakak yakin Kamu pasti bisa! Kakak sama Kak Raihan sama Ayah juga bisa. Kenapa Kamu enggak?"

Faiza diam membisu apa yang sudah dilakukannya selama ini memang salah. Menangis secara berlebihan, kadang menangis memang bukan solusi dari sebuah masalah, tapi dengan menangis setidaknya kita bisa sedikit meluapkan kesedihan kita. Menangis bukan berarti cengeng. Benar bukan? Tapi jika menangis secara berlebihan juga tidak dianjurkan. Menangislah sewajarnya.

Izinkan Aku Bercadar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang