Salah Paham

344 50 8
                                    

SUDAH REVISI

"Laa tahzan innaallaha maana"

-
-

Pagi yang cerah ditambah dengan riuhnya kicauan burung membuat suasa pagi ini terasa sangat asri, meskipun Faiza tinggal di Bandung bagian Kota tapi Ia masih bisa merasakan udara pagi yang sejuk meski tidak sesejuk saat Ia tinggal di kampung dengan sang Nenek. Bandung itu terkenal dengan udaranya yang dingin dan penduduknya yang ramah.

Faiza awali paginya dengan Bissmillah terlebih dahulu, berharap kebaikan selalu memihak kepadanya terlebih agar semua aktivitas yang dilakukannya dicatat berpahala. Ia tidak mau semua kegiatan yang Ia lakukan sia-sia karena tidak menyebut nama Allah sebelum beraktivitas.

Hari ini adalah hari dimana Faiza akan mendaftarkan diri di salah satu Universitas Islam ternama di Bandung, rasa senang dan takut bercampur menjadi satu.

Kali ini Faiza memilih berangkat sendiri tidak diantar lagi oleh sang Kakak, Ia hanya ingin belajar mandiri lagi pula Ia ditemani Fadil sahabatnya.

"Bun,Yah. Faiza pamit, ya." pamit Faiza setelah menyelesaikan sarapannya.

"Iya, hati - hati, sayang." ucap Mirna.

"Hati - hati ya, Dek." kini Maulana yang berbicara.

"Iya Bun, Yah." ucap Faiza sambil menyalami satu persatu tangan orang tuanya.

"Kak." tutur Faiza sambil mencium punggung tangan Kakaknya.

"Yakin, gak mau bareng aja?" tanya Fahri sebelum membiarkan Adiknya pergi.

"Yakin!!" jawab Faiza mantap.

"Lagi pula 'kan Kakak berangkat siang 'kan?" tambahnya.

"Iya juga si, tapi nanti Kakak bisa balik lagi setelah nganterin kamu."

"Nggak usah, Kak. Lagi pula Aku berangkatnya sama Fadil kok!" jawab Faiza.

"Yaudah, hati - hati, ya."

"Iya"

"Assalamu alaikum."

"Waalaikumussalam." jawab mereka.

Setelah berpamitan dengan orang tua dan Kakaknya Faiza langsung pergi menuju garasi untuk mengambil motor kesayangannya setelah kurang lebih dua bulan Ia abaikan setelah kejadian tabrakan itu, bukan tabrakan lebih tepatnya Faiza kehilangan keseimbangan saat mengendarai motornya, alhasil Faiza jatuh tersungkur dan menabrak trotoar pembatas jalan. Dan itulah yang menjadi alasan Faiza takut jika harus pergi sendirian, begitupun dengan Fahri. Ia sangat khawatir meskipun kadang Faiza selalu membuatnya kesal, apalah daya rasa sayangnya mengalahkan rasa jengkelnya terhadap sang Adik.

Tapi, Faiza pikir yang lalu biarlah berlalu yang Ia perlukan saat ini adalah selalu berhati - hati jika berkendara agar kejadian itu tidak terulang kembali.

Motor berwarna hitam itu kini sudah diduduki pemiliknya kemudian dinyalakan oleh pemiliknya, sebelum berangkat Faiza memanaskan motor maticnya terlebih dahulu. Setelah dirasa cukup, Faiza langsung berangkat menuju rumah Fadil Sahabatnya.

Tak perlu waktu lama, Faiza akhirnya sampai di depan rumah bercat biru muda itu, didapatinya sosok Wanita sebaya dengannya siapa lagi kalau bukan Fadila Zahira Sahabatnya.

"Assalamualaikum, udah lama nunggunya?" sapa Faiza saat sampai.

"Waalaikumussalam, enggak kok. " jawabnya.

"Naik!" perintah Faiza dan Fadil hanya manut menuruti perintah Sahabatnya itu.

***

Izinkan Aku Bercadar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang