Kenyataan Pahit

235 27 24
                                    


"Mas, gimana, Mas?" berundung Maryam sambil mendekati Suaminya yang baru saja datang dari ruangan Dokter.

Sang Suami mengelus pundak istrinya dengan halus dan lembut, "Insyaallah semuanya baik - baik aja. Dokter akan usahakan yang terbaik untuk anak kita.Tugas kita adalah harus banyak - banyak berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla agar anak kita segera sadar." tuturnya lembut.

Maryam menatap kembali putranya yang masih terbaring lemah itu, kemudian beberapa anggota medis berdatangan dan menggiring Arsen menuju ruang operasi. Akibat benturan yang terlalu keras pasca kecelakaan sore tadi Arsen mengalami pembekuan darah di otak sehingga harus secepatnya dioperasi. Tidak ada pilihan lain karena itu dalah jalan yang terbaik.

Sebuah blankar yang berisikan Arsen didalamnya terlihat didorong oleh beberapa perawat. Maryam dan Gusman mencegatnya terlebih dahulu sebelum sang anak dibawa keruang operasi.

"Yang kuat ya, sayang?" ucap Maryam bergetar sambil mengelus pungung tangan Arsen yang mulai pucat dan dingin itu.

Kini beralih Gusman yang mendekat kearah telinga sang anak, " Papa yakin kamu kuat, Nak. Kamu kebanggaan Papa dan Mama. Tolong jangan tinggalin Papa dan Mama ya, Nak." setitik air mata mulai jatuh membasahi pipinya. Ia sungguh tak kuasa melihat anaknya yang terbaring lemah itu. Hati tersayat bukan main.

"Maaf Bu, Pak. Kami harus segera membawa Pak Arsen keruang operasi." pinta sang suster. Maryam dan Gusman mengangguk lesu dan membiarkan anaknya dibawa oleh beberapa suster.

"Bapak dan Ibu banyak - banyak berdoa ya?! Semoga anak Ibu dan Bapak  bisa segera sadar dan sehat kembali." pinta sang Dokter dengan senyuman seraya berharap kedua manusia dihadapannya ini bisa jauh lebih tenang.

" Iya, Dok."

"Usahakan yang terbaik untuk anak saya, Dok." pinta Maryam sesegukan.

"Insyaallah Bu, kami akan berusaha sebaik mungkin."

" Permisi." kemudian Dokter itu pergi guna menyusul beberapa perawat yang sudah dahulu melengang ketempat khusus operasi itu.

Keduanya terduduk lesu didepan ruang operasi, perasaan keduanya sangat campu aduk. Dalam hati masing - masing mereka tak hentinya merapalkan doa untuk kesembuahan sang anak.

Satu jam berlalu, masih tidak ada tanda - tanda bahwa operasi selesai. Keduanya memilih untuk melaksanakan shalat karena sudah masuk waktu maghrib juga.

Selepas shalat keadaan didepan ruang operasi masih sama, sepi. Belum ada tanda - tanda selesai. Maryam semakin gundah Ia tidak bisa duduk. Kakinya terus saja mundar - mandir dengan perasaan gusar. Sampai tiba waktu Isya pun ruangan itu masih belum terbuka. Keduanya menuju mushola guna menjalankan shalat Isya dan bermunajat disana.

Mereka baru saja sampai di depan ruang operasi setelah melaksanakan shalat. Tiba - tiba pintu terbuka. Dokter beserta para susternya tersenyum lega.

Maryam mendekat dengan terpogoh - pogoh. "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?"

Dokter melebarkan senyumnya, "Alhamdulullah, Bu. Operasi berjalan lancar, namun." raut wajah Dokter tiba - tiba sendu yang membuat Maryam baik Gusman bertanya - tanya.

"Namun apa, Dok?" tanya Gusman mulai geram sendiri.

Dokter menghembuskan napasnya perlahan, "Namun, anak Bapa dan Ibu mengalami koma." sarkasnya.

Izinkan Aku Bercadar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang