Musibah, Siapa yang Tahu? II

332 50 6
                                    

SUDAH DIREVISI


"Apapun yang terjadi dalam hidup itu sudah menjadi bagian dari garis tangan sang Maha Kuasa."

Gerumuh suara hujan berbaur dengan bisingnya suara katak yang saling bersautan ditambah dengan udara cukup dingin membuat Faiza semakin terlelap dalam tidurnya.

Pranggg....

Suara itu membuat Faiza terbangun dari tidurnya, sebelumnya Ia mengerjapkan matanya terlebih dahulu hingga kesadarannya stabil kemudian menatap ke sekeliling kamarnya, ternyata barang yang jatuh itu adalah foto dirinya bersama kedua orang tuanya dan juga kakaknya. Tapi kenapa bisa jatuh? Itulah yang saat ini ada di benak Faiza, 'jangan-jangan' Faiza segera menepis pikiran ngawurnya itu. Pasalnya Faiza adalah Gadis penakut, Ia berusaha berpikir positif siapa tau itu ulah si mpus kucingnya. Dengan perasaan yang tak karuan Faiza mencoba memberanikan diri untuk merapikan kembali pas foto yang tadi jatuh itu ketempat semula.

"Ganggu aja! Orang lagi enak - enak tidur juga." gerutunya sambil berjalan menuju benda yang jatuh tersebut sebisa mungkin Ia menetralkan rasa takutnya.

"Mpus? Kamu ya yang jatuhin ini, ya?" tuduh Faiza sambil menunjuk kucingnya.

"Suganteh jurig urang mah," gerutu Faiza pasalnya si Mpus lah yang ada disini, tepat di sebelah Foto yang jatuh tadi. 'Mungkin si mpus lagi mau nangkep cicak kali?' begitulah yang ada di dalam benak Faiza. Belum lagi Fahri yang tiba-tiba menggedor-gedor pintu kamarnya cukup keras. Dengan keadaan malas dan bercampur kantuk luar biasa Faiza membuka pintunya.

Tokk...tokk...tokk...

"Iza buka pintunya, Dek." ucap Fahri sambil menggedor - gedor pintu kamar Faiza.

Dengan malas akhirnya Faiza membuka pintu kamarnya, pasalnya sekarang sudah jam setengah dua belas malam loh? Ada apa dengan Kakaknya?

"Apa, Kak?" jengah Faiza. Susah banget mau tidur juga, mungkin itu yang kini ada dibenak Faiza.

"Kakak tidur disini, ya?" pinta Fahri, tapi Faiza merasa aneh dengan Fahri, mukanya begitu pucat seperti orang yang sedang ketakutan.

"Kak, kok mukanya pucet gitu si? Kenapa? What wrong?" cerocos Faiza sambil mempersilahkan Fahri masuk kekamarnya, hatinya sedikit iba karena melihat raut wajah Kakaknya yang sangat terlihat ketakutan.

"Why?" penasaran Faiza hingga membuatnya bertanya kembali.

Fahri menghela nafas terlebih dahulu sebelum akhirnya menjawab pertanyaan yang dilontarkan Adiknya itu.

"Mmmm.., itu.., ada tokek di kamar, Kakak!" jelas Fahri jelas sekali raut ketakutan dari sorot matanya.

Pasalnya Fahri sendiri dari kecil memang sudah fobia dengan tokek bahkan mendengar suaranya saja Fahri sudah bergidik ngeri, karena dulu tangannya pernah digigit oleh tokek sampai harus dijahit beberapa jahitan. Separah itukah? Tapi, itulah kenyataannya. Jadi, jangan main - main sama tokek ya, sekali gigit gak akan dilepas loh!

"Buahhahahahah....tokek? Masa sama tokek aja takut, sih? hahahah." ledek Faiza bukannya tidak tahu, tapi Faiza hanya menjahili sang Kakak. Hancur sudah reputasi seorang Fahri jika semua orang tahu bahwa Ia fobia terhadap tokek apalagi sampai teman - temannya tahu bisa habis diledek.

"Seneng ya! Liat Kakaknya ketakutan kaya gini?" jengah Fahri sambil mengerucutkan bibirnya layaknya balita sedang merajuk.

"Uluh...uluhh...cup...cup...cup jangan nangis dong." gurau Faiza, rasanya tak apdol jika tidak mengusili kakaknya itu.

Izinkan Aku Bercadar (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang