‡ Chapter XXI ‡ ~ "Dua Orang yang Tidak Percaya pada Dewa"

1.6K 308 20
                                    

Tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kebahagiaan. Ironisnya, semakin seseorang mencari kebahagiaan — semakin dia tidak akan pernah bahagia.

Karena saat seseorang mencari kebahagiaan — mereka sama saja seperti meragukan keberadaannya.

Sebab, kebahagiaan adalah sesuatu yang khayal — ada karena kau pikir dia ada. Dia bukanlah sebuah tempat, sehingga kau tidak akan menemukan titik akhirnya.

"Bentuk kebahagiaan itu... akan terlihat seperti apa di matamu?"

Suara yang samar namun masih bisa didengar. Aku bukan Lacie, jadi aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Mungkin lebih tepatnya, aku tidak ingat opsi seperti apa yang diberikan oleh game Secret Princessmeskipun aku sadar bahwa pertanyaan itu terdengar familier.

Bentuk kebahagiaan itu akan seperti apa? Apakah bentuknya adalah sesuatu yang sudah ditetapkan sejak awal ataukah setiap orang menentukan bentuknya sendiri?

Gadis dengan surai merah wine itu berlutut dan memasang wajah yang dingin — bukan wajah yang biasanya telihat dalam dialog. Tempat itu juga bukan pemandangan yang pernah muncul di game, seakan tempat itu tidak pernah ada. Tangannya gemetar tetapi bukan karena takut, lebih seperti mengumpulkan keberaniannya untuk melempar sesuatu.

Untuk seorang protagonis yang telah ditakdirkan berakhir bahagia. Lacie Berville — akan seperti apa kebahagiaan di matamu?

Jika itu aku...

{ ‡ ‡ ‡ }

Tubuhku tersentak saat merasakan sensasi dingin di dahiku. Demam musim dingin, huh. Ketika aku menyadari apa yang sebenarnya terjadi, aku ingin tertawa lepas tentang betapa konyolnya pikiranku.

Tentu saja Luzel Berville tidak akan melakukan apapun padaku, kan? Kami telah membuat kesepakatan sehingga dia tidak akan mencoba membunuhku saat ini, kan? Tetapi...

[Dalam satu tahun, aku akan memenggal lehermu. Aku akan mengambil semua yang telah kau rebut — aku akan melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan pada keluargaku.]

Apakah Luzel Berville benar-benar orang yang akan memegang kata-katanya?

[ Kau bukan adikku, sampai matipun aku tidak akan menganggapmu adikku ]

Iya, dia orang yang selalu memegang kata-katanya. Dan karena dia benar-benar bersikukuh dengan ucapannya, Luzel Berville berakhir mati di akhir cerita.

Jika demikian, apakah aku sungguh-sungguh bisa mempercayainya?

Tidak.

"Hentikan." aku menarik nafas dan mencoba menenangkan diri, namun seakan tidak mendengar suaraku Luzel Beville tetap meletakkan handuk itu di dahiku.

"Aku bilang hentikan, Luzel Berville!" tanganku langsung menepis lengannya dan bicara dengan dingin, "Kenapa kau terus kembali?"

"..."

"Aku benci untuk bertanya, tetapi apa yang sedang kau lakukan? Dua tahun bukan masalah bagimu yang dulu, tapi sekarang kau bahkan tidak bisa meninggalkan mansion hanya dalam satu tahun?"

Luzel Berville memalingkan wajahnya, dia kemudian berdecak dan mengambil kertas yang menjadi hal yang dikerjakan sejak tadi.

"Aku akan menyelesaikan studi setahunku dalam tiga bulan, itu alasanku kembali. Aku tidak disini dengan alasan lain, aku hanya kembali untuk menyelesaikan tugas akhir."

Sejak kapan Akademi Crownlion memiliki sistem percepatan studi seperti itu? Apakah ini karena Keluarga Berville dekat dengan Keluarga Raja sehingga peraturan akademi mudah diubah?

No Longer A ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang