«« "Selingan Chapter XXXII : Rute [Kematian Luzel Berville]" »»

318 57 2
                                    

"Seseorang membunuh Luzel."

Saat gadis itu mendengarnya, dia tahu itu adalah berita yang menyedihkan. Orang lain mungkin akan berpikir betapa terlukanya dia saat mendapatkan kabar buruk itu. Sebab, lebih dari siapapun, gadis itulah yang paling berharap agar kakaknya tetap hidup.

Tetapi anehnya dia tidak menangis. Bahkan ketika tubuh kaku itu telah bersemayam pada sebuah kotak, air matanya tidak juga mengalir. Gadis itu hanya menunduk dan memberikan penghormatan terakhirnya tanpa ekspresi.

"Lacie, dia tidak pernah memperdulikanmu, dia juga tidak pernah menyukaimu, jadi jangan menyakiti dirimu lagi, sekarang dia sudah benar-benar meninggalkanmu."

Laki-laki itu mengira bahwa gadis itu menunduk karena menyembunyikan air matanya, tetapi yang terlihat dari wajahnya hanyalah senyuman tipis — seakan-akan memaksakan diri. Dan entah untuk alasan apa, laki-laki itu ikut menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah.

Memang orang yang saat ini sedang tertidur pantas untuk mendapatkan hukuman mati. Tetapi, gadis ini terus saja berusaha menyelamatkannya. Hukuman mati yang seharusnya diberikan, turun menjadi hukuman penjara seumur hidup, kemudian hukuman itu kembali turun menjadi pengasingan.

Padahal pengampunan sama sekali tidak bisa diberikan pada keangkuhan seseorang seperti kakaknya. Tetapi dia tidak mengerti mengapa gadis ini terus menerus mengejar seseorang yang tidak pernah mau menerimanya. Dan kali ini, setelah semua usaha yang gadis ini lakukan, pada akhirnya laki-laki itu memang ditakdirkan untuk mati.

"Kau pasti merasa tidak adil, tetapi sekalipun aku membencinya, aku sungguh tidak melakukan apapun padanya." ucapnya mengepalkan tangan.

Gadis itu mengangguk, "Aku tahu, Oz. Kau bukan orang yang suka mengingkari janji."

Laki-laki itu, Oz, mengenyahkan helaan nafasnya. "Kalau begitu... tidak perlu berekspresi seperti itu."

"...aku juga tidak mengerti. Sejujurnya, aku merasa sangat bodoh karena mempertahankan sesuatu yang terus menerus menyakitiku. Aku tahu hubungan kami lebih mirip seperti sebuah kaca yang pecah. Aku juga tahu akan lebih baik untuk membiarkannya alih-alih terluka hanya untuk menyatukannya kembali. Tetapi itu di luar kendaliku, aku selalu ingin mencoba menyatukannya — karena kupikir, hanya akulah yang akan terluka."

Dia menatap ke arah Oz dan melihat cincin dengan warna permata violet di jarinya. "Aku sudah lelah dengan semua ini."

"Aku menyerah, Oz."

"Ah, aku... mengerti," Oz tersenyum simpul, kemudian menyembunyikan cincin yang sama di jarinya. "Jika kau menginginkannya, aku pasti akan mendukungmu. Bahkan jika itu ternyata adalah pilihan untuk menyerah. Lagipula melihatmu bertahan dengan hati yang kosong juga terlalu menyakitkan bagiku. "

Laki-laki itu membalikkan tubuhnya.  Menutup pintu yang menjadi akses semua orang untuk melihat tempat peristirahatan terakhir Keluarga Berville. Dan melangkahkan kakinya keluar dengan senyuman yang datar.

Ketika gadis itu ditinggalkan sendiri, dia duduk mendekat ke peti. Tangannya gemetar, tapi senyuman masih tampak di wajah pucatnya — atau lebih tepat jika dikatakan, seluruh tubuhnya yang pucat.

"Aku tahu, kau tidak begitu menyukai keberadaanku dan seberusaha apapun aku mendekatimu, kau selalu mengabaikanku. Maaf karena aku tidak tahu jika ternyata pecahan kacanya juga mengenaimu. Maaf karena aku orang yang egois. Ini pertama kalinya dalam hidupku menjadi seorang adik. Jadi maafkan aku karena tidak bisa melakukannya dengan baik."

Senyumannya gadis itu kemudian memudar, bersamaan dengan cairan bening yang perlahan turun dari pelupuk matanya.

"Mungkin saja suatu hari di suatu tempat yang jauh, kau dan aku akan bertemu lagi ketika kita tidak mengharapkannya. Jika sampai seperti itu, kuharap aku akan mengenali perasaan menyakitkan yang belum selesai ini. Kemudian aku akan tersadar — bahwa lebih baik bagi kita berdua jika aku tidak meraihmu. Dengan begitu, kau bisa hidup lebih bahagia dan aku bisa terhindar dari rasa sakit di hatiku."

"Atau dari sekian kecil kemungkinan, mungkin saja kau dan aku akan bertemu ketika kita memang mengharapkannya. Di saat aku menjadi orang yang tepat bagimu dan kau menjadi orang yang tepat bagiku. Itu akan luar biasa, karena tidak satupun dari kita yang memiliki kesenjangan pada apa yang disebut kebahagiaan."

"Tetapi untuk saat ini, aku hanyalah pengacau dalam hidupmu dan kau hanyalah penderitaan dalam hatiku. Apapun yang kita lakukan, kebahagiaan yang kita inginkan selalu berkontradiksi satu sama lain."

"Karena itu... mari kita berdua beristirahat." gadis itu berusaha menyeka air matanya, tetapi sekali lagi cairan itu keluar tanpa bisa dihentikan. Ah, menyakitkan. Jadi dia menyerah dan membiarkannya. "Mari beristirahat dari kehidupan saat ini."

{ ‡ ‡ ‡ }

Sudah dua bulan sejak kematian serentak anggota Keluarga Berville. Berita itu tersebar dengan luas sehingga selama kurun waktu tersebut ditetapkan bahwa Nama Berville telah lenyap dari Kerajaan Aethra.

Dan bagi Oz de Luserghx yang menjadi satu-satunya orang yang tahu bagaimana kematian itu terjadi dalam waktu yang singkat, dia hanya menatap keluar dimana seluruh bunga mawar di taman istana mekar dengan indah. Baginya mawar itu mengingatkannya pada seorang gadis dengan hati yang dipenuhi bunga mati. Seorang gadis yang menyerahkan kehidupannya. Tetapi, berapa kali pun dia harus mengulangi masa itu, pilihannya mungkin akan tetap sama — untuk mendukung gadis itu.

Sebab, jika Oz memilih untuk memaksakan egonya. Pada akhirnya, gadis itu tetap akan membunuh dirinya. Bedanya adalah bukan dengan meminum racun, bukan juga karena menghunuskan pedangnya. Tetapi dia akan membunuh kesadarannya, hatinya, jiwanya, mimpinya, gairahnya, dan kehendaknya. Alasannya sederhana, karena yang gadis itu inginkan hanyalah kematian, sehingga kehidupannya saat itu akan lebih menyakitkan daripada apa yang bisa diberikan kematian.

Oz tahu seseorang yang menjalani kehidupan seperti itu di masa lalu. Mungkin lebih tepat jika dikatakan dia dibesarkan oleh orang yang seperti itu. Karena itu dia tidak akan mencoba menginterupsi keinginannya.

Matanya kemudian menangkap sebuah bunga mawar yang kemarin hampir mati di tengah bunga lain yang mekar, hari ini bunga itu tampak lebih segar.

"Tetapi terlepas dari semua keinginan itu, tentu saja aku berharap kau akan memilih untuk tidak menyerah dan bahagia dalam kehidupan ini," dia bergumam dengan senyum mengenyahkan kesedihan. "siapa yang tahu, mungkin tidak menyerah adalah jawaban yang selama ini kau cari."

{I-VI.0-IV.II-II}

Catatan:
Ini adalah salah satu rute pada cerita asli di game Secret Princess.

Yeraran.

No Longer A ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang