‡ Chapter XXIII ‡ ~ "Nama yang Menandakan Perpisahan"

1.2K 238 12
                                    

Sebelumnya aku tidak merasakan apa-apa. Tetapi setelah berada di dalam mansion yang dipenuhi perapian, aku menyadari bahwa luka yang sebelumnya mati rasa akan dingin salju kini menjadi lebar — dan mulai mengotori lantai dengan warna merahnya.

"Ly —"

Dia tidak ada.

"Rone, panggil kepala pelayan untuk mengurusnya."

"Baik, Marquess."

Bersama dengan kepergian Rone, Luzel Berville mengambil pedang di tanganku. "Kau seharusnya mencari pelayan lain."

"Tidak... "

Semakin banyak pelayan yang mengawasi, semakin banyak batasan gerakanku. Di tempat dimana aku membutuhkan kebebasan untuk menyelamatkan diri, itu adalah hal fatal yang tak boleh dilakukan.

Luzel Berville diam sesaat, kemudian menyerahkan sebuah botol berisi benda padat berwarna hitam yang bahkan tidak kumengerti fungsinya.

"Ini obat untuk lukamu. Letakkan di air."

"Huh. Di air?"

"Benar. Letakkan di air, lalu tutup di panas api pada bagian permukaan tipis perban."

"Di bagian permukaan tipis perban?"

"..."

"...?"

Luzel Berville menghela nafas dan mengambil kembali botol tersebut dari tanganku. "Sudahlah. Aku saja."

"Aku bisa melakukannya sendiri."

"Aku tahu. Karena itu duduklah dengan tenang, adikku yang keras kepala."

Deg!

Oh...
Baru saja dadaku berdebar sedikit. Apakah ini respon dari tubuh Lacie Berville...?

Sadarlah! Orang dihadapanmu ini hanya salah sebut, dia pasti terlalu lelah sampai-sampai mengatakan hal yang mustahil dikatakannya. Jadi jangan salah paham, jangan berpikir kalau dia akan menyukaimu — atau kau akan terluka lagi dengan harapan ilusimu.

"Hah... sekarang aku mengerti mengapa dua tahun yang lalu kau sangat buruk mengoleskan salep." seakan mengerti dengan tanda tanya di kepalaku, Luzel Berville melanjutkan ucapannya. "Saat kita liburan keluarga."

Itu artinya saat aku pertama kali berada di dunia ini. Padahal hanya dua tahun yang lalu, tetapi ingatanku menjadi samar-samar.

"Nah, siapa namamu?" masih melingkarkan perban ke tanganku, Luzel Berville bertanya tanpa menoleh.

"Huh?"

"Kau pernah bilang kalau punya nama sendiri kan, jadi siapa namamu? — sebelum menjadi Lacie."

Namakunama Lacie Berville sebelum diadopsi. Si gadis yang melupakan dirinya, masa lalunya, dan keterikatannya dengan kehidupan sebelumnya. Nama yang dia putuskan untuk dibuang dan tidak pernah dikatakan sampai akhir cerita — hanya nama sederhana.

"Elcie."

Luzel Berville berdiri dan menyelesaikan perbannya dengan rapi, "Kalau begitu mulai sekarang aku akan memanggilmu Elcie."

"...Apakah karena kau membenciku sebagai Lacie?" aku menatap matanya yang selalu memiliki iris berwarna lebih gelap — entah kenapa dadaku agak sesak.

"Bukan. Lebih tepat jika dikatakan aku menghargai dirimu sebagai sosokmu." Luzel Berville kemudian melanjutkan ucapannya tanpa melihatku dan dengan punggung yang perlahan menjauh. "Kau menjalani hidup sebagai dirimu sendiri. Kau tidak sedang bermain opera apa-apa — sekarang kau berbeda. Aku tidak akan pernah dan tidak akan bisa menganggapmu sebagai Lacie. Lagipula nama itu lebih nyaman untukmu, ya 'kan, Elcie?"

No Longer A ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang