Menuju Pernikahan

132K 7.8K 871
                                    

Sesampainya di kamar. Sensa langsung membaringkan tubuhnya dalam posisi tengkurap. Tempat tidur itulah yang menjadi saksi bisu tangisan gadis tersebut, bantal sudah hampir basah karena ditetesi air mata.

Jika dia menerima perjodohan ini, bagaimana dengan kekasihnya yang di Australia? Bahagiakah dia dengan keputusan orang tuanya? Sensa sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Kabur? Dia harus kabur ke mana? Di kota ini, dia tidak memiliki siapa-siapa, kecuali orang tua serakahnya.

Sore sudah berganti malam. Langit sudah diterangi oleh rembulan yang sedang berganti posisi dengan sang surya. Raut gadis cantik yang di kamar masih sedih. Sensa beranjak dari kasurnya, berjalan menuju jendela.

Sensa menatap langit hitam dari jendela. Di langit, ia melihat rembulan yang tersenyum kepadanya. Matanya kembali meloloskan butiran air. Kenapa semuanya bahagia melihat dia menderita? Orang tuanya saja bahagia melihat dia menderita, apalagi semesta. Apakah di dunia ini sudah tidak ada lagi yang peduli pada perasaannya? Gadis itu kembali duduk di ranjang, suara isakan kembali menggema.

"Apa yang harusku lakukan? Aku tidak mau menikah dengan Lucas," ungkap Sensa sesenggukan. "Aku benci sama kalian!" teriak gadis itu lagi sambil melempar bantal ke sembarang arah.

Jam sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB. Gadis itu sudah diserang kantuk, Sensa langsung membaringkan tubuhnya. Matanya perlahan tertutup, dia sudah memasuki alam mimpi.

***

"Kukuruyuk!"

Bunyi alarm di rumah Heru. Akan tetapi, pemilik rumah belum juga ada yang bangun.

Perlahan, Sensa membuka matanya, lalu melirik jam dinding. Gadis berbaju piama hello Kitty langsung membulatkan mata. Jam sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB. Sensa langsung berlari ke kamar mandi, dengan tergesa-gesa ia melakukan ritual mandi. Sungguh, ia sangat panik. Pagi ini, ia ada kelas di kampusnya.

"Astaga ... Aku ke siangan." Gadis itu terburu-buru membersihkan tubuhnya. Setelah selesai dengan ritual mandi, ia langsung meraih jubah handuk, lalu keluar.

Tergesa-gesa, Sensa menyusun bukunya. Selesai masalah buku, ia langsung memilih baju. Pilihannya tepat ke kaos oblong berwarna toska dan celana jeans semata kaki. Semua sudah selesai, Sensa langsung memegang knop pintu, lalu menariknya.

Betapa terkejutnya Sensa, kala sang ibu sudah berada di depan pintu. Di tangan ibunya sudah ada tas berwarna putih.

"Awas, aku mau pergi." Sensa langsung melewati ibunya, tetapi, sang ibu langsung mencekal pergelangan tangan Sensa.

"Cepat ikut, Ibu." Susi kembali membawa Sensa ke kamar.

Susi langsung mendudukkan anaknya di ranjang. Mengambil kosmetik yang ada di tas. Wanita berumur kepala empat itu mulai mengaplikasikan make-up ke wajah cantik putrinya. Sudah bisa di tebak, gadis yang duduk di ranjang tidak memiliki kosmetik, kecuali lipstik warna pink dan bedak tabur.

"Apa-apaan, sih, Bu?" Sensa langsung menepis tangan ibunya. Sungguh perbuatan sang ibu membuat gadis itu merasa risih.

"Kamu harus cantik. Masa, iya, kamu dekil di hadapan calon suamimu. Seharusnya kamu bangga karena sebentar lagi kamu akan menjadi istri Lucas." Susi kembali mengaplikasikan make-up ke wajah Sensa.

"pakai ini, Nak." Heru datang membawa dress berwarna putih. Dress itu mungkin hanya selutut Sensa.

"Aku tidak mau! Itu terlalu pendek!" tegas Sensa.

"Sensa! Kamu sedang berurusan dengan, Lucas! Mungkin dengan seperti ini, dia akan tergoda padamu. Ibu dengar, dia sangat menyukai wanita yang seksi. Cepat ganti bajumu!" Susi langsung menarik tangan Sensa, kemudian mendorong putrinya ke arah kamar mandi.

Perlahan gadis itu melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Memakai baju yang diberi oleh Heru. Andai mereka tidak orang tuanya, sudah bisa ditebak, gadis itu pasti akan menonjok wajah mereka.

Gadis itu sudah tidak tahu lagi apa yang ada di otak orang tuanya. Mengapa mereka dengan mudahnya menyerahkan darah daging mereka ke seorang yang terkenal akan kekejamannya?

Setelah memakai baju pemberian sang ayah, Sensa langsung memegang knop pintu.

"Sempurna. Tugasmu nanti hanya menggoda Lucas agar dia betah bersamamu." Tanpa berperasaan, Susi mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang mampu membuat hati anaknya hancur sehancur-hancurnya.

"Heru! Di mana kamu?! Di mana calon istriku?!" Suara bariton itu kembali menggelegar.

Heru langsung berlari dari kamar putrinya menuju suara bariton tersebut. Kini, ia sudah berada di hadapan Lucas. "Anu, Tuan ... mmm. Sensa masih di kamar," jawab Heru.

"Cepat bawa dia ke sini! Jangan lama-lama, aku paling tidak suka yang namanya menunggu!" kesal Lucas.

Pria berumur kepala empat itu kembali berlari menuju kamar. "Apa dia sudah siap?" tanya Heru.

"Kenapa?! Kenapa kalian melakukan itu?! Apa salahku?" Sensa sudah tidak bisa menahan tangisannya.

"Cepat keluar!" teriak Lucas. Pria tersebut langsung berdiri, lalu menendang meja yang berada di hadapannya.

Orang-orang yang berada di kamar terperanjat kaget. "Kamu terlalu bertele-tele, Sensa. Lihat! Tuan Lucas sudah marah. Apa kamu mau kalau kami dijadikan amukannya?! Dia pasti marah karena telah lama menunggu." Susi malah menyalahkan putrinya, lalu wanita itu menarik tangan Sensa.

Mereka bertiga langsung keluar dari kamar. Rasa malu datang menghampiri gadis cantik tersebut, baju yang dipakainya sangat terbuka. Sehingga muncul rasa tidak nyaman. Sensa belum pernah memakai baju seminim itu.

'Hmmm, tidak buruk,' batin Lucas, sambil mengangguk.

Namun, saat mata elangnya melihat mata cokelat gadis berbaju putih, ada getaran aneh di hati Lucas. Pria tersebut langsung memutuskan tatapan.

"Aku akan membawa calon istriku, mulai hari ini dia menjadi milikku. Siapa namamu, Sayang?" Lucas berjalan ke arah calon istrinya, lalu mengangkat dagu Sensa karena sedari tadi selalu menunduk.

Sensa langsung menatap manik hitam yang dimiliki pria yang berada di hadapannya. Dalam diri gadis itu, ingin sekali ia mencabik-cabik wajah calon suaminya. Gara-gara pria itu, Sensa harus merelakan kebahagiaannya.

"Nama saya, Utet Markonah!" cetus Sensa, lalu menunduk kembali. Susi langsung menyenggol lengan putrinya.

"Maaf, Tuan. Namanya, Sensa Faira Az-zahra," sambung Heru kala melihat perubahan wajah pria berbaju tuxedo.

"Hmm, oke. Masalah ini aku anggap selesai. Kamu Sensa, ikutlah bersamaku, sebentar lagi kamu akan menjadi istriku." Sebuah senyuman mengembang di bibir Lucas.

"Emang kamu pikir, aku mau jadi istrimu?" Sensa menatap heran calon suaminya. Tanpa basa-basi, Lucas langsung menggendong calon istrinya ala karung beras.

Gadis itu terus saja meronta-ronta dan berteriak agar diturunkan. Sesekali, Sensa memukuli punggung calon suaminya. Akan tetapi, usahanya hanya sia-sia.

Anehnya lagi, Lucas tidak merasa kesakitan, melainkan tangan Sensa yang terasa sakit. Punggung pria tersebut sangat keras, tidak ada sedikitpun empuk-empuknya. Lucas tersenyum, kemudian mencubit pinggang calon istrinya.

"Dasar kau! Akhh!" erang Sensa saat pria itu kembali mencubit pinggangnya.

Sesampainya di pintu, Lucas langsung memberikan kode pada anak buahnya. Sang anak buah langsung mengangguk paham. Lucas kembali berjalan menuju mobil sport hitamnya. Memasukkan calon istrinya ke mobil.

"Cepat susun barang-barang kalian. Kalian akan kami antar ke kota A," ujar salah satu anak buah Lucas.

Suamiku Mafia Kejam [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang