Please, don't go

146 18 2
                                    

       

Cuma pisah sebentar kok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cuma pisah sebentar kok. Hehe. Hidup bahagia ya!

-----

    "T-tante D-dewa kenapa?!" Indi mendekati Anita yang kini sudah tak bisa menahan tangisnya.

"Bang Rasya Dewa kenapa?!"

"Duduk dulu Ndi, tenangin diri lo, Dewa gak kenapa-kenapa," ucap Rasya menenangkan Indi. Beni yang sedari tadi ada di belakang Indi hanya terdiam tak berani angkat suara.

Hery keluar dari ruangan dimana Dewa dirawat dengan ekspresi yang tak biasa.

"Yah, anak kita gak papa kan?"

Ceklek.

Pintu kembali terbuka dan keluarlah dokter beserta perawat-perawat lainnya dari kamar rawat Dewa.

Tanpa berpikir panjang Anita langsung bertanya kepada dokter itu.

"Dok, anak saya gak papa kan dok?"

"Orang tua dari pasien bisa ikut saya ke ruangan," ucap dokter itu lalu beranjak pergi dari sana.

"Ayah sama Bunda kesana dulu, biar abang yang jaga di sini," ucap Rasya mengelus punggung bundanya.

"Bang, sebenarnya Dewa kenapa?" Indi kembali bertanya setelah merasa lebih baik.

"Tadi dia tiba-tiba kejang, jadi gue langsung panggil dokter. Kata dokter ini hal yang wajar," ucap Rasya mengatakan seadanya agar Indi tak terlalu khawatir.

"Indi! Beni! Dewa mana?!" Rio datang menyusul bersama Silvi.

"Di dalam," ucap Beni.

Silvi langsung mendekati Indi dan mengelus punggung sahabatnya itu. Ia tahu pasti sahabatnya kini sedang rapuh dan hancur.

Meskipun Indi sedang berpacaran dengan Beni, namun tampak jelas bahwa ia masih mencintai Dewa. Beni pun merasakan hal itu.

Kini ia hanya ingin berada di dekat Indi, memberikan Indi semangat sampai akhirnya ia juga harus pergi.

---

"Saya sarankan agar Dewa dirawat di rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Saya punya satu kenalan, dia bekerja di The University of Tokyo Hospital dan sudah sering mendapat pasien yang kondisinya seperti Dewa."

"Mungkin hal ini bisa bapak dan ibu pertimbangkan, melihat kondisi Dewa yang semakin tak stabil,",

Hery menggenggam erat tangan Anita untuk menyalurkan kekuatannya. "Terima kasih dok, kami akan pertimbangkan dulu,"

"Ini kartu nama saya, kalau bapak dan ibu perlu sesuatu dan sudah memutuskan, kalian bisa hubungi saya," ucap dokter itu memberikan kartu namanya.

INDIRA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang