Truth

131 15 1
                                    

"Gue udah terbiasa tanpa lo, tapi kenapa hati gue gak bisa berpaling dari lo?"

---

"Coklat, tepung, ragi instan, baking soda, gu-eh! M-maaf mas, s-saya gak fokus," Indi membantu seorang pria yang tak sengaja ia tabrak tadi.

"Indi?"

"Sayang ini es-"

"B-bang Rasya?!"

"B-bang Rasya kapan balik ke sini? Kenapa gak pernah ngabarin Indi lagi?"

Rasya menatap Beni untuk meminta bantuan. Syukurnya Beni langsung mengerti dan mengangguk.

"Ndi, maaf ya gue ada urusan, nanti gue kabarin," ucap Rasya langsung bergegas pergi dari sana.

"BANG!!!"

"I-ini gimana? Masih ada yang kurang?" tanya Beni mencoba mengalihkan perhatian Indi.

"Beni ngerahasiain apa dari Indi? Ada yang Indi gak tau kan tentang Dewa?" tanya Indi tak teralihkan oleh topik Beni.

Beni menghela napas lalu mengambil troli dari tangan Indi. "Gue bayar ini dulu," ucap Beni berjalan mendorong troli itu menuju kasir.

Indi menatap punggung Beni yang semakin menjauh darinya. Ia menundukkan kepalanya lalu menghela napas panjang.

"Beni, tungguin Indi!"

---

Rasya keluar dari tempat pembelanjaan lalu masuk ke dalam mobilnya. Ia mengacak rambutnya berkali-kali sebelum menghubungi seseorang lewat telepon.

"Dewa mana?"

"Kamu balik aja ya ke Jepang. Kita udah pesen tiket pesawat buat nanti malam,"

"Indi gimana?! Setidaknya dia tahu kondisi Dewa sekarang!" ucap Rasya menaikkan sedikit volumenya.

"Ayah tutup ya teleponnya. Jangan sampai ketinggalan pesawat."

"Ck."

Rasya berdecak lalu segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Flashback.

Suara monitor detak jantung memenuhi ruangan bernuansa putih itu. Seorang dokter dengan dua perawat memeriksa keadaan seorang laki-laki yang masih terbaring lemah di brankar.

Di sisi lain, 3 orang tengah menunggu di luar ruangan sembari terus berdoa agar kondisi laki-laki itu membaik.

"Yah...Dewa gak kenapa-kenapa kan?"

"Bunda tenang aja, Dewa anak yang kuat kok,"

Ceklek.

Dokter keluar dari ruangan dan segera memberitahu hal penting kepada mereka. "Dia sudah sadar,"

3 kata yang berhasil membuat ketiga orang itu langsung menghela napas lega dan tak berhenti bersyukur.

Mereka langsung masuk ke dalam ruangan. Menatap bahagia kepada Dewa yang masih terbaring lemas di brankarnya.

"Yah...Bun...maafin Dewa ya tidurnya lama,"

Tak kuasa menahan tangisnya, Anita langsung memeluk putra bungsunya itu. "Hiks...makasih ya kamu udah mau berjuang,"

INDIRA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang