Chap7

31 6 2
                                    

Happy reading
.
.
.
...

........

"Lo emang punya sepeda?"

Rain bertanya saat Lathan memboncengnya dengan sepeda miliknya menuju taman dekat rumahnya. Rain sendiri yang merekomendasikan, karena kata lelaki itu rumah Lathan cukup jauh dan dia kurang hafal lingkungan daerah ini.

Lathan menggeleng, "Nggak, gue sewa."

"Dimana?"

"Di sebelah market tadi."

Rain berpikir sebentar sebelum menjawab, "Oh, kok gue gatau ya."

"Makanya keluar, jangan cuma di rumah." Lelaki itu terkekeh.

"Ck, kok lo ngejek gue sih?!"

Lathan terbahak, beberapa menit kemudian, gadis itu turun dari sepedanya saat mereka berhenti di depan bangku taman.

Masih sedikit panas karena hari belum terlalu sore, tapi untungnya disana ada banyak pohon hingga cukup nyaman mencari tempat berteduh.

"Disitu aja." Ujar Lathan seraya menunjuk bangku yang berada cukup dekat dengan mereka.

Gadis itu mengangguk lalu mengikuti langkah orang di depannya. Meskipun dia yang paling tau taman ini, tapi kenapa sekarang terlihat seperti Lathan yang paling tau dan dia malah mengikuti semua saran lelaki itu.

Lelaki jangkung itu kemudian sibuk menatap sekeliling taman tanpa mengatakan apapun, jadi ia memutuskan untuk membuka ponsel dan mengabari Hendery.

"Udah hampir satu jam, lo mau ngomong apa?"

Rain menutup handphone dan menoleh ke arah lelaki di sebelahnya dengan tatapan bertanya.

Lathan menggeleng, "Nggak ada."

"Hah? Terus kenapa kesini?"

"Gue kan cuma ngajak lo flashback," Lelaki itu menoleh dan balik menatapnya, "Karena cerita kita cuma soal sepeda, jadi flashback-nya selesai."

Rain mengerutkan dahinya sebentar tapi tak urung mengiyakan kata-kata Lathan.

"Btw lo kelas 12 apa?" Tanya gadis dengan rambut yang dicepol itu.

Lathan menoleh, "Gue 12 IPS 1."

Rain mengangguk paham, "Lo nggak nanya gue kelas berapa?"

Lelaki itu terkekeh, "Gue udah tau."

"Dari siapa?"

"Malvin."

"Oh." Gadis itu mengangguk, "Eh tadi lo beli sayur buat apaan? Lo bisa masak?"

"Sayur?" Lathan terpaku beberapa detik sebelum menepuk dahinya sendiri, "Anjir gue lupa, itu pesanan mama gue!"

Rain menatap heran sosok yang kini berlari kecil ke arah sepeda untuk mengambil kantung belanjanya, Ia kemudian terlihat menelpon sebentar sebelum kembali menghampiri Rain.

"Untung aja buat makan malem." Ujarnya lega membuat Rain terbahak.

"Lagian lo kenapa nggak dianter dulu baru main, gue juga free-free aja kok kalo lo mau janjian main."

"Gue lupa, terlalu excited soalnya ketemu lo."

Rain terbahak, "Unik juga ya."

"Biasa aja, masih unikan lo, cantik lagi."

Mendengar itu, Rain menatap selidik, "Lo pasti punya banyak pacar ya?"

"Apaan? Gue nggak pernah pacaran seumur hidup cuy."

Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang