Chap40

28 5 0
                                    


"Dari banyaknya cara meninggalkan, kenapa yang kau pilih kematian?"
.
.
.

Aku harus pilih playlist, tapi beneran nggak ada yang pas:)
should i say, this hurts me too?

Selamat membaca!

..........

Daniel merasa setengah jiwanya ikut mati melihat sosok yang terbaring kaku di ranjang rumah sakit. Pranaja ikut berdiam di sebelahnya, menatap para tenaga kesehatan yang sedang melepas alat-alat bantu pernapasan di tubuh putranya.

Tidak ada yang bersuara, bahkan Rain kini hanya mampu terduduk lunglai di lantai ruangan, Hendery memeluknya untuk menguatkan tapi hal itu tidak terasa membantu sedikitpun. Alivia juga disana, memeluk ibunya dan terus mengatakan bahwa kejadian hari ini sama sekali tidak nyata.

"Lathan!"

Lelaki itu menoleh dan menyakinkan bahwa yang ia lihat benar-benar sosok yang dicarinya, "Mama?"

Wanita paruh baya itu tersenyum, tidak ada lagi kursi roda di sekitarnya, tidak ada alat bantu jalan atau semacamnya. Kaki cantik wanita itu berjalan dengan lincah dan ceria menghampirinya. Lathan tersenyum lebar, ia ikut menyambut wanita itu.

"Mama? Mama pulang?"

Wanita itu menggeleng, "Tidak Lathan, kamulah yang pulang.."

Lelaki itu terdiam menatap sosok di depannya dengan bingung, "Pulang?"

"Iya, Lathan mau melihat rumah Mama?"

Si lawan bicara mengangguk dengan cepat, "Mau!"

"Tapi itu artinya kita harus pergi ke tempat yang jauh.."

Hening.

Lathan berbalik, tersadar dan melihat bayangan sosok gadis yang menangis sambil menggenggam tangannya. Ia tau bahwa itu Rain, gadisnya. Lalu ada papanya dan Daniel yang menangis tersedu di lantai ruangan bercat putih.

Wanita paruh baya itu meraih tangan Lathan dan menggenggamnya, membuat lelaki itu kembali berbalik dan menatap mamanya.

"Kembalilah nak, mereka menunggumu."

Lathan terdiam sesaat, lalu mengeratkan genggaman tangannya pada sang mama, "Lathan mau kerumah mama."

"Kamu tidak akan bisa kembali jika ikut." Ujar wanita itu sekali lagi.

"Lathan tau, Lathan akan ikut mama."

"Kenapa?"

"Papa punya Daniel, Raina juga akan baik-baik aja, ada Kak Dery dan Mark disisinya. Lathan akan temani mama."

"Kalau begitu mari, kita akan menempuh perjalanan yang cukup jauh anakku.."

..........

Untuk kesekian kalinya, Rain seperti ditarik ke dalam mimpi dan kenyataan berkali-kali hingga rasanya sangat sulit memisahkan bahwa yang ia lihat bukan ilusi.

Tapi sayangnya yang ia lihat sekarang bukan berimajinasi atau mimpi. Mulai dari orang-orang yang berkumpul di ruangan tengah rumah keluarga Pranaja, orang-orang dengan pakaian hitam, orang-orang dengan kalimat-kalimat belasungkawa, Isak tangis dari kerabat yang dikenalnya, serta mata merah milik Hendery yang menatapnya. Hal itu membuktikan segalanya.

Sekali lagi, gundukan tanah di depannya, batu nisan yang menuliskan nama orang tersayangnya, hal itu membuktikan semuanya. Mengingatkan dia, bahwa Lathan-nya meninggalkannya. Bahwa lelaki hebat itu, pergi dari Raina...

Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang