Chap34

21 5 0
                                    

Happy reading!
.
.
.

.

.......

"Aku minta maaf."

Hendery menatap gadis yang duduk di depannya dengan tatapan bersalah. Ia sudah melontarkan kalimat serupa puluhan kali dari beberapa menit yang lalu.

Sosok yang duduk di depan lelaki itu tidak mengucapkan apapun setelah mengajak Hendery ke tempat yang mereka datangi kini saat Hendery tiba-tiba datang kerumahnya.

"Gapapa." Gadis itu akhirnya bersuara dan tersenyum tipis, "Tapi kalo sama cewe lain nanti jangan gitu."

"Maksudnya?"

"Kita udah sama-sama dewasa Der, kamu bener kalo kualitas pertemuan lebih penting dari kuantitas." Gadis itu menatap lelaki di depannya, "Tapi bukan kayak gini."

Hendery menunduk, "Maaf."

"Kamu mungkin berpikir masalah hari ini cukup sepele buat marah, tapi kamu juga ingat kan? Berkali-kali kamu bilang nggak akan ulangi kesalahan yang sama lagi. Dan ini bukan pertama kalinya Dery. Kamu suruh aku nunggu beberapa kali, dan kamu nggak dateng, lalu setelahnya kamu cukup minta maaf."

"You said I trusted you enough, and I did.." Alivia melanjutkan, "Kamu tau kemana arah hubungan ini kalo terus kayak gini?"

Hendery terdiam.

Alivia menghela nafasnya, "Toxic relationship."

"Aku minta maaf." Ujar lelaki itu untuk kesekian kali.

"Okay, lebih baik kita introspeksi diri masing-masing." Alivia mengangguk dan tersenyum, "Sementara ini nggak perlu ketemu, aku juga tau kamu sibuk."

Gadis dengan rambut yang dikuncir satu itu kini bangkit dan berjalan keluar dari cafe, meninggalkan Hendery yang masih sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri.

Lelaki itu tidak mengejar, bahkan tidak beranjak sedikitpun dari posisinya. Ia tau pasti, Alivia benar-benar serius kali ini.

Tapi apa itu tadi adalah sebuah ajakan perpisahan dari gadisnya?

.........

Lathan melangkah masuk ke dalam rumah yang cukup megah dengan nuansa abu putih itu dengan seragam yang sudah acak-acakan dan dasi tak lagi terpasang. Matanya menangkap sosok lelaki yang duduk santai di sofa ruang keluarga dengan cemilan di tangannya dan pandangan fokus ke arah televisi.

"Udah baikan?" Tanyanya menghampiri lelaki itu.

Yang disapa mengangguk, "Hm."

"Papa mana?"

"Diruangannya."

Lathan mengangguk mengerti lalu menaiki tangga dan berlalu ke tempat yang disebutkan adiknya itu.

"Pa?"

Lelaki itu mengetok pintu ruangan di depannya sekitar tiga kali hingga seseorang berujar dari dalam.

"Masuk."

Mendengar itu, tangannya langsung membuka kenop pintu hingga menampilkan sosok lelaki paruh baya yang terlihat cukup serius bergelut dengan berkas-berkas di depannya.

Pria paruh baya itu mendongak menatapnya, "Kenapa Lathan?"

Lathan menggeleng dan melangkah masuk, "Cuma mau nengok Papa aja."

"Kamu sudah makan?"

"Udah."

"Sini duduk." Tunjuk pria itu pada sofa yang tak jauh di seberang. Membuat Lathan mengangguk dan berjalan ke arah tempat itu.

Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang