Chap33

24 4 0
                                    


........

"Ray, lo beneran sama Mark?"

Rain bertanya untuk kesekian kali pada gadis di sebelahnya. Raya yang masih sibuk memilih buku di jejeran rak Gramedia itu hanya mendengus.

"Cuma temanan Raina Anindya."

Rain mengangguk, "Lagi pdkt-an berarti."

"Terserah lo deh, Emang kenapa sih?"

"Ya nggak, cuma heran aja kok bisa lo jadinya sama Mark." Ujar Rain dengan ekspresi berpikir.

"Sebenernya waktu itu dia chat gue nanyain lo."

"Maksudnya?"

"Iya, katanya 'lo temennya Rain?' gue jawab 'iya' terus keterusan hehe."

Rain mengangguk paham, "Gapapa sih kalo sama Mark, gue setuju."

"Tapi gue belum move dari Dikta." Ujar Raya dengan nada merengek.

"Ck, lupain aja sih tuh cowok!"

"Susaaahh."

"Huft," Rain mendengus lelah, "Udah selesai pilih bukunya? Pulang yuk!"

Raya mengangguk dan menunjukkan dua buku ditangannya, "Ayo."

"Kalo lo sama Lathan? Gimana?"

Raya kembali menyambung percakapan saat mereka berjalan keluar dari toko buku itu.

Rain mengangkat bahunya, "Biasa aja sih."

"Ewh deket doang seabad tapi nggak jadian."

Rain menghela nafas, "Lathan itu.. punya banyak hal yang harus dia lakuin."

Raya terdiam, ia menoleh dan menatap ke arah teman dekatnya itu dan menunggu kelanjutan ucapan Rain.

"Katanya ada dua kemungkinan kenapa dua orang yang saling suka nggak perlu pacaran."

"Apa?" Tanya Raya.

"Pertama karena cowok itu cuma main-main, kedua karena cowok itu punya rasa sayang yang terlalu besar hingga dia pikir nggak perlu ada ucapan seperti ajakan pacaran."

Gadis disebelahnya tersenyum tipis, "Dan Lathan itu yang kedua?"

Rain mengangguk sebagai jawaban.

"Lo seyakin itu? Gimana kalo dia ninggalin lo?"

"Dia bisa ninggalin gue kapan aja, gue nggak akan ngelarang."

Raya mengangkat sebelah alisnya tanda bertanya, "Kenapa?"

"Karena gue tau yang akan dia lakuin lebih penting daripada sekedar pacaran."

.........

"Dari mana?"

Rain mengangkat paper bag yang berada di lengan kanan dan membukanya sedikit untuk menunjukkan pada lelaki yang duduk di sofa ruang tamu itu.

Hendery mengangguk dan berniat kembali membuka suara sebelum Rain menghampirinya dengan jari telunjuk yang ia tempelkan pada bibir lelaki itu.

"Sama Raya." Ujar Rain lalu menjauhkan tangannya.

Kakaknya itu hanya memutar bola mata malas, "Belum juga nanya."

"Gue tau siklusnya ya kak." Rain mengalihkan pandangannya ke arah seisi rumah, "Mama mana? Kantor?"

"Iya, nganterin berkas punya papa yang ketinggalan."

Gadis yang masih dengan seragam sekolah lengkap itu mengangguk paham lalu menghempaskan tubuhnya ke arah sofa.

Tidak ada percakapan antara mereka, Hendery juga hanya fokus pada ponselnya yang terlihat ia tatap dengan cukup serius.

Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang