Chap16

25 6 0
                                    

Happy reading!
.
.
.
.

.....

Rain berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tergesa sambil sesekali melihat benda pipih di tangannya untuk menghubungi seseorang.

"Halo kak?" Ujarnya saat panggilan terhubung.

"Ya Rain kenapa?"

Jujur saja Rain merasa dadanya cukup sesak meski hanya untuk bertanya, "K-kak, Kak Alivia dimana?"

"Kakak di kampus dek, sama Dery. Kenapa?"

"Lathan kak.."

"Kenapa? Lathan kenapa?"

"Dia dibawa ke rumah sakit.."

"Hah kenapa?"

Terdengar nada kekhawatiran disana.

"Cidera main basket.." Rain menghela nafas beberapa kali, "Rain mau jenguk tapi nggak tau kamarnya dimana."

"Lathan dibawa sama siapa?"

"Em.. Kak Melody."

"Yaudah kamu tenang ya, kakak telpon Melody dulu dan minta nomor kamarnya."

Gadis itu hanya terus mengangguk meskipun orang diseberang tidak akan melihatnya.

"Rain tenang ya, Aku cari kakak kamu dulu nanti kita nyusul."

.......

Rain menatap ponsel yang menampilkan pesan berupa deretan angka sambil terus mondar-mandir di depan salah satu pintu.

Kak Alivia sudah mengirimkan nomor kamarnya beberapa menit yang lalu, tapi gadis itu enggan untuk masuk. Beberapa kali aku melihat dari bagian kaca bahwa didalam sana ada seseorang bersama Lathan.

Selang beberapa detik ia akhirnya memutuskan untuk meraih knop pintu. Tapi sebelum itu, seseorang dari arah dalam lebih dulu memutar knop hingga pintu terbuka.

Rain sedikit menegang saat kedua lensa tajam sosok itu menatap matanya, membuat Rain hanya bisa tersenyum canggung dan menunduk untuk menyapa.

"Kak Melody.."

Gadis itu berdeham, "Ya, masuk aja." Ucapnya sebelum berlalu dengan tatapan yang tidak bisa disebut baik.

Rain berterima kasih sebelum beralih masuk ke dalam kamar, disana terlihat Lathan menyandarkan kepalanya di sandaran ranjang.

Lelaki itu menoleh saat mendengar derap langkah mendekat.

"Rain?"

Gadis itu duduk di kursi sebelahnya dan menatap miris ke arah lengan yang biasa terbalut bandana kapten kini dipenuhi perban.

Sebenarnya Rain tidak berani menatap kedua lensa legam lelaki itu, hanya saja setelah ia mencoba mengalihkan pikiran, gadis itu akhirnya menatapnya.

"Udah mendingan?"

Lathan tersenyum tipis, "Iya."

"Maaf."

Ia mengerutkan dahinya, "Untuk?"

"Karena nggak tau apa-apa.."

"Maaf juga."

Kali ini gadis itu yang bertanya, "Untuk?"

"Karena nggak pernah bilang.."

Rain tersenyum tipis dan mengangguk.

"Jadi waktu itu?"

Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang