Chap24

22 6 0
                                    

Happy reading!
.
.
.

.........

Lathan berdiri dengan resah di depan sebuah jendela dari rumah besar bernuasa putih yang sudah ia datangi dari 15 menit yang lalu. Ia membuang pandangannya ke arah tanah meski sesekali tetap melihat ke arah jendela, terus saja seperti itu tanpa mencoba mengetuk.

Lathan tau, Rain pasti berada disana. Tapi lelaki itu juga seharusnya tidak perlu heran jika Rain enggan membuka jendela kamar ataupun sekedar menyapa meski mungkin sudah melihatnya.

Sesekali lelaki itu melihat benda pipih di tangannya yang menampilkan room chat dengan seseorang.

💬To Raina Anindya
Rain, gue bakalan cerita semuanya..

Lathan tersenyum miris, gadis itu bahkan tidak membuka chat-nya sama sekali. Jadi yang ia lakukan hampir setengah jam hanya meruntukki dirinya sendiri yang berani-beraninya tidak jujur pada Rain.

"Ehm.." Dehaman dari seorang lelaki dengan baju rumahan kini berjalan menghampirinya dengan tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana.

Lathan menatap sosok didepannya, "Kak Dery?"

"Kenapa?"

Lelaki itu terdiam, ia tentu saja mengerti jika raut wajah Hendery tidak bisa dibilang sedang ramah seperti biasa.

"Boleh ketemu Rain kak?" Ucap Lathan akhirnya membuka suara.

Lelaki di depannya itu mengangguk, "Silahkan." Lalu ia menghela nafas, "Gue nggak berhak ikut campur masalah kalian. Tapi kayaknya untuk sekarang Rain nggak akan mau ketemu."

Lathan tersenyum tipis dan menunduk sambil menghela nafas, "Iya, kak Dery bener."

Lelaki dengan nama panjang Hendery Arkandra itu maju dan menepuk singkat bahu orang di depannya.

"Sekarang lo pulang, ngomong sama Rain setelah dia tenang. Gue yakin dia bakal dengerin."

........

Rain masih terbaring di tempat tidurnya meski waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Gadis itu tidak sakit, hanya saja ia tidak mood untuk melakukan apapun. Hingga pergi kesekolah pun rasanya sangat malas.

Ketukan pintu kamarnya membuat gadis itu menoleh dan mendapati mamanya membawa nampan berisi susu dan roti ke dalam kamar.

"Bangun yuk, ganti baju terus sarapan." Wanita paruh baya itu menghampirinya.

"Rain males ma..."

Mamanya menghela nafas dan meletakkan nampan berisi makanan itu di nakas, "Yakin nggak mau sekolah?"

Gadis itu mendengus, masalahnya ia tidak pernah tidak masuk sekolah satu hari pun. Jadi membolos adalah hal yang cukup aneh untuknya.

Rain tersenyum tipis dan bangkit, "Iya aku sekolah, Kak Dery mana?"

"Udah ke kampus, katanya ada  kelas. Kamu berangkat bareng papa ya." Ia mengusap surai hitam anaknya sekilas, "Raina baik-baik aja kan?"

"Raina mau naik bus aja," Gadis itu menatap wanita di sebelahnya, "Mama tau?"

Wanita dengan blouse biru muda itu menggeleng, "Nggak, tapi mama tau anak mama lagi ada masalah."

"Rain gatau mau gimana." Ujar gadis itu menghela nafasnya.

"Mama pasti kenal Daniel kan? Rain nggak lupa Daniel punya marga Pranaja, tapi kenapa juga Rain nggak tau marga Lathan? Terus Kak Alivia bukannya keluarga Pradipta?"

"Raina, kamu lupa kalau Alivia marga dari papanya?" Wanita paruh baya itu menghela nafas dan memeluk Rain, "Alivia pernah bilang, Lathan itu sepupu dari keluarga mamanya."

Benar, Rain memang lupa.

"Mama nggak pernah melarang kamu dengan Lathan."

Rain masih tetap terdiam bahkan setelah mamanya melanjutkan ucapannya.

"Tapi kamu harus bahagia, jika kamu percaya sama dia, dia seharusnya juga mempercayai kamu. Cari laki-laki yang bisa timbal-balik seperti itu, kamu ngerti kan maksud mama?"

..........

Rain duduk di kursi penumpang bus dengan pandangan tertuju ke arah jalanan kota. Hari sudah menunjukkan pukul delapan pagi, tapi gadis itu tidak peduli jika ia harus terlambat. Lagipula sebenarnya dia tidak punya niat untuk pergi ke sekolah.

Gadis itu menoleh ke arah samping dan menemukan seorang lelaki paruh baya yang ia temui beberapa kali bersama Lathan, jika kalian bertanya apakah orang itu yang pernah Lathan ajak bicara? Benar. Kini orang itu bahkan sudah tersenyum ke arahnya untuk menyapa.

Rain menundukkan kepalanya sekilas dan ikut tersenyum sebagai balasan sapaan.

"Tumben sendirian, cowoknya dimana neng?"

Gadis itu sudah menduga pertanyaan seperti ini akan orang itu lontarkan. Sejak hari itu, setiap kali bertemu dengan sosok itu di bus Lathan memang selalu menyapa, Jadi tidak heran.

Rain tersenyum tipis, "Nggak masuk pak."

"Oalah, kenapa? Dia sakit?"

Gadis itu mengangguk karena malas melanjutkan topik pembahasan, "Iya Pak."

Lelaki paruh baya itu tersenyum paham, "Kalau begitu titip salam ya, cepat sembuh."

Rain mengangguk, lalu beralih membuka ponselnya. Disana terlihat ada 48 panggilan tak terjawab dari Lathan serta 23 panggilan dari Daniel. Dan jangan lupakan spam chat dari kedua lelaki itu yang sama sekali tidak Rain buka.

Ia kembali mematikan ponselnya dan berniat untuk turun dari bus. Terserah dengan absen, mood-nya kali ini lebih penting.

.........

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terima kasih sudah membaca!
See you next part ❤️

Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang