Chap19

24 6 0
                                    

.......

"Lo seharusnya lebih bisa jaga Mama, kan yang selalu ada  dirumah itu lo!"

Dua remaja laki-laki yang kini berada di koridor rumah sakit saling menatap dengan raut penuh kebencian.

Satu orang yang sedikit lebih tinggi meraih kerah baju sosok di depannya, "Lo juga penyebabnya anjing! Lo seharusnya nggak nambah beban pikiran mama!"

Lelaki dengan acak-acakan itu melepas kasar tangan yang bertengger di kerah jaket miliknya.

"Jangan sentuh gue bangsat!"

Seorang gadis yang kini berlarian di koridor rumah sakit, melihat pertikaian dua orang remaja itu dari jauh. Dengan langkah tergesa, ia berlari menghampiri objek yang sedari tadi terlihat cukup mengganggu orang sekitar.

"Udah stop!" Sosok yang tak lain Alivia itu kini melerai dua remaja di depannya.

"Dia bener-bener nggak bisa jagain Mama kak, bahkan pas mama sakit dia masih keluyuran nggak jelas!"

Lelaki yang lebih tua satu tahun itu kembali ingin menarik kerah baju sosok di depannya dan memberi bogeman mentah pada pipinya hingga orang di depannya tersungkur karena serangan tiba-tiba.

"Udah Lathan! Berhenti! Dia adik kamu!" 

Alivia mengacak rambutnya frustasi, ia menghampiri seseorang yang tersungkur itu dan membantunya berdiri setelah Lathan berhenti dan terdiam dengan nafas yang tak beraturan.

"Kalian kenapa sih?!" Gadis itu berjongkok dan menunduk menahan tangisnya, "Coba diam aja bentar, liat mama kalian! Udah sejauh ini dan kalian nggak bisa dewasa sama sekali."

"Tadi juga kamu pakai ponsel Lathan buat hubungin kakak, kenapa sekarang berantem?!" Lanjutnya tak habis pikir dengan pemikiran dua remaja di sebelahnya.

Lathan yang duduk di lantai dan bersandar di dinding koridor  sambil memegangi lengannya itu melirik sekilas ke arah dua orang di sekitarnya, lebih menatap tajam pada sosok yang memiliki vibe mirip dengannya itu.

Lelaki yang lebih muda itu mendengus kasar, "Ponselnya di dekat brankar, gue asal ambil aja buat hubungin kakak."

Alivia menghela nafas untuk kesekian kalinya, gadis itu bangkit berdiri dan sedikit merapikan rambutnya.

"Jadi gimana keadaan Tante Gina?"

Lathan bangkit dan berlalu ke arah ruangan di depannya lalu membuka pintu, menatap sebentar sosok wanita paruh baya yang terbaring dengan mata tertutup damai.

"Masih sama." Lathan berujar putus asa.

"Permisi." Suara berat milik seseorang kini mengiterupsi ketiganya.

Alivia menatap seseorang yang masih cukup muda disebelahnya kini dengan jas kedokteran.

Gadis itu menunduk sedikit tanda hormat, "Ya?"

"Untuk keadaan Bu Gina, Bisa saya bicara dengan wali pasien?"

Ketiganya terdiam, Lathan berniat membuka suara sebelum Alivia lebih dulu mendahuluinya.

"Saya Pak."

Lelaki itu mengangguk, "Bisa bicara sebentar di ruangan saya?" Ujarnya sembari menunjuk ruangan yang tak jauh dari mereka.

Gadis berusia 21 tahun itu mengangguk cepat dan menatap dua remaja di sebelahnya, "Biar kakak aja."

Alivia memejamkan matanya sebentar lalu melangkah masuk ke ruangan yang ditunjukkan, tapi sebelum itu ia menahan langkahnya dan berbalik menatap dua remaja yang menjadi sumber emosinya itu.

"Kalian tunggu di luar, jangan berantem." Ia menatap tajam Lathan, "Kamu? Kakak nggak mau dengar kamu mukul adik kamu lagi."

Lathan mendengus, membuat yang lebih muda sedikit tersenyum miring. Alivia beralih menatap lelaki itu.

"Dan kamu.." Ia menunjuk orang di depannya, "Nggak ada lagi kabar kalo kamu keluyuran nggak jelas, Tuan Muda yang terhormat."

.........

Rain terbaring di kamarnya yang bernuansa biru pastel, gadis dengan rambut yang dikuncir satu itu menatap ponselnya yang terletak di meja belajar tak jauh darinya.

Gadis itu tentu saja memikirkan apa yang Alivia ucapkan, dan tentang Lathan.. ia benar-benar sadar sekarang bahwa ia tidak tau apapun tentang lelaki itu.

Dengan itu, tangannya kini meraih ponselnya miliknya lalu menyalakan benda pipih itu dan memeriksa tampilan room chat-nya dengan seseorang.

Setelah ia mengatakan bahwa ia tidak mengenal Lathan, Lelaki itu bahkan tak menghubunginya sama sekali. Lathan tidak mengiriminya pesan ataupun penjelasan, tidak juga mengirim pesan ocehan tak jelas yang mengalihkan masalah mereka sebelumnya.

Rain ragu, haruskah ia mengirimkan pesan dan bertanya apakah Lathan baik-baik saja? Haruskan ia bersikap biasa dan melupakan masalah mereka sebelumnya seperti yang biasa lelaki itu lakukan?

💬 To Lathaniel Arsenio:
Lathan? Udah baikan lengannya?

Dan hari itu Rain melakukan hal yang biasa tidak ia lakukan, gadis itu melupakan masalah mereka dan mengabari Lathan lebih dulu.

Meski setelahnya ia harus bersabar karena Lathan tidak kunjung membalas pesan yang ia kirimkan, lelaki itu bahkan tidak juga membacanya.

.........

Terima kasih sudah membaca
See you next part! ♡

Terima kasih sudah membacaSee you next part! ♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang