Chap45 (END)

80 5 1
                                    

"Sebenarnya untuk menceritakan tentang lelaki itu halamannya selalu kurang, tapi saya sadari semakin panjang saya bercerita semakin banyak yang harus saya ingat, dan itu menyakitkan."

- Dari Hujan yang Kehilangan Langitnya
.
.
.......

Hari ini hampir tiga minggu setelah perginya Lathan, Rain masih mencoba belajar berjalan sendiri dengan tertatih. Gadis itu sudah kembali ke sekolah. Meski enggan, tidak ada yang bisa ia lakukan selain melanjutkan hidup.

Tidak ada yang ia lakukan selama jam pelajaran, gadis itu hanya terus termenung ke arah jendela tanpa minat. Berbicara seperlunya bahkan dengan Raya, beruntung bagi Rain karena guru tidak pernah melemparkan pertanyaan seputar pelajaran hari ini.

Rain keluar dari kelas, menunggu Hendery yang berjanji akan sampai dalam 10 menit. Ia menatap langkahnya sepanjang jalan, lantai koridor masih bernuansa sama, aroma dan atmosfer yang juga sama. Meski tidak ada lagi sosok yang biasa melambai dan berlari kecil kearahnya.

Dari jauh matanya menangkap pergerakan seseorang, Mark dengan ransel hitamnya yang tersampir di bahu kanan.

"Hai Rain.."

Rain tersenyum tipis dan melambaikan tangannya, "Hai."

"Lo pulang sama siapa?" Tanya Mark.

"Nanti Kak Dery jemput."

"Mau pulang bareng?"

Gadis itu menggeleng, "Nggak usah deh, dia bentar lagi dateng kayaknya."

Mark mengangguk, ia berniat berbalik pamit lebih dulu untuk pulang, tapi kembali diurungkannya.

"Kenapa Mark?" Tanya Rain saat melihat gelagat lelaki itu.

"Gue mau ke makam.." la berdeham, sebenarnya agak takut karena ini topik yang cukup sensitif, "Mau ikut?"

Gadis itu terdiam.

Mark berdeham canggung, was-was dengan respon gadis itu. Ia seharusnya tidak membahas hal sensitif seperti itu, bukankah ia tau Rain masih dalam proses penyembuhan? Bahkan setiap minggu ia harus mengunjungi psikiater.

"Boleh, ayo.." Rain tersenyum, "Tapi tunggu gue kabarin kak Dery bentar ya."

........

Rain mengusap nisan didepannya dengan pelan, gadis itu tidak mengatakan apapun selain menyebut nama Lathan. Mark ikut berjongkok di sebelahnya, meletakkan bunga yang mereka beli dalam perjalanan kemari.

"Lathan, aku dateng," Gadis itu tersenyum, "Kali ini sama Mark bukan kak Dery.."

Rain memang sering pergi kesini, hanya saja ia harus dibawah pengawasan Hendery karena kondisinya. Kali ini lelaki itu mengizinkan ia pergi bersama Mark.

Mark tersenyum tipis, ia ikut berjongkok dan mengusap nisan di depannya, "Hai bro.."

"Ini gue bawain Raina, biasanya lo sering uring-uringan karena ini cewek kan?" Ungkap lelaki itu.

Rain tersenyum mendengar itu, meski setelahnya hanya keterdiaman yang mendominasi mereka. Rain tau jika ia dan Mark sama-sama sedang mendoakan lelaki itu dalam hati.

"Mark?" Panggil Rain.

"Hm?"

"Apa yang lo lakuin setelah kehilangan Lathan?"

Lelaki itu menoleh, "Nangis? Marah? Meruntuk?"

Rain terdiam.

"Gue nangis karena nyatanya gue nggak pernah ngasih dia hal yang berharga buat dia padahal sebagian besar kejadian hidupnya gue saksi momen itu, gue marah karena Tuhan nggak adil ngambil dia secepat ini, gue meruntuk sama diri sendiri sepanjang hari meyakinkan bahwa Lathan bakalan balik lagi dan semuanya cuma mimpi.." Mark menghela nafas, "Gue lakuin itu semua Rain.."

Langit Untuk Semestanya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang