9.Renang

468 17 0
                                    

[9.Renang.]

''Lo peduli atau cuma kasihan?''

.

Samuel dan Seena masih berdiri di tempat yang sama. Memandang langit biru di atas mereka tanpa mengucapkan apapun. Kesunyian kembali mengambil alih waktu sekarang. Dan lagi lagi Samuel tidak menyukainya. Setelah pertanyaan Seena tadi, ia tidak tahu harus bicara apa. Dia tidak tahu kondisi keluarga Seena itu seperti apa, tapi dilihat dari raut wajah Seena, sepertinya gadis itu sangat tertekan dengan keadaannya.

Sebelah tangan Samuel merasakan ada setetes air mendarat. Rupanya Seena kembali menangis dan air matanya tak sengaja tertiup angin yang lumayan kencang dari atas sini. Melihat Seena bisa diam adalah harapan Samuel dari dulu. Tapi jika diamnya Seena seperti ini, dia malah jadi kasihan. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu, tapi Samuel merasa Seena butuh teman untuk bicara.

Beberapa saat masih hening. Samuel membiarkan Seena tenang dengan dunianya dulu setelah itu ia membawa Seena agar duduk di atas sofa yang ada.

''Lo lagi ada masalah?'' Tanya Samuel hati hati.

Terlihat Seena tengah menghapus air matanya dengan lengan kemejanya sendiri.

''Keluarga gue berantakan, Sam.'' Gumam Seena, sangat lirih. Namun untungnya suasana sepi diantara mereka membuat Samuel bisa mendengar dengan jelas setiap ucapan Seena.

Samuel menoleh menatap Seena tanpa ekspresi. Seena hanya diam di tempatnya dengan tatapan Sendu yang mengarah lurus ke depan. Tidak tahu apa yang Seena lihat, tapi seolah tatapan Seena menyiratkan kalau ada yang terluka didalam dirinya.

Samuel tidak menjawab, dia menunggu Seena melanjutkan ucapannya.

''Gue nggak tau sebenarnya gue ini apa di mata mereka.'' Seena bicara dengan nada suara yang bergetar, entah disadari atau tidak Samuel terenyuh mendengar suara Seena.

''Orang tua gue selalu sibuk kerja dan nggak peduli sama gue. Kemarin mereka sempat berantem lagi karena gue diskorsing 3 hari, padahal gue udah ceritain semuanya tapi mereka nggak percaya. Puncaknya tadi pagi, mama bawa semua barang barangnya dan naik taksi entah pergi kemana. Sampai sekarang sama sekali nggak ada kabar, dan papa seolah nggak peduli. Dia malah mikirin perusahaannya yang katanya lagi dapat klien besar. Gue nggak habis pikir sama sifat papa dan mama, sebenarnya gue ini anak siapa sih?'' Ucap Seena.

Seena yakin ia bicara dengan orang yang tepat, walaupun ia dan Samuel sangat sering bertengkar tapi ia tau Samuel itu anak yang baik. Dan jauh di dalam dirinya, hati kecilnya merasa sedikit lega setelah bebannya berkurang.

Samuel kini menatap Seena dari samping. Wajah es batunya itu kini menampilkan sedikit ekspresi sendu sambil terus memperhatikan Seena.

''Salah nggak sih Samuel, kalau gue marah?'' Tanya Seena membuat lamunan Samuel buyar seketika. Samuel mengontrol ekpresi wajahnya kembali ke mode biasa.

Samuel tidak tahu harus menjawab apa. Dia bisa menjadi pendengar yang baik tapi kalau untuk memberikan nasihat, Samuel bukan ahlinya. Dia saja terkadang sulit menasihati dirinya sendiri. Samuel menatap Seena lekat lekat lalu tersenyum tipis. Sangat tipis bahkan hampir tak terlihat.

''Seen, kadang yang terbaik menurut lo belum tentu yang terbaik menurut orang lain. Dan hasilnya, lo nggak tau akan gimana. Mungkin orang tua lo mau yang terbaik buat lo walaupun cara mereka salah. Tapi lo bisa lihat dari sisi baiknya 'kan?'' Ujar Samuel. Seena mengedipkan kedua matanya lucu sambil menatap Samuel. Ia kagum melihat Samuel yang sebijak ini, biasanya kan yang keluar dari bibir Samuel itu sejenis umpatan semua kalau bertemu Seena.

ECCEDENTESIAST [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang