[29.Kembali terluka.]
''Untuk apa bertahan kalau memang hati sudah tidak lagi merasa aman?''
.
Seena pernah membaca quotes, katanya, sahabat itu satu orang yang datang buat kita saat 1001 orang pergi entah kemana. Saat kita sedang terpuruk, sahabat menjadi satu satunya orang yang ada untuk menjadi pelipur lara. Tapi berhubung Seena punya dua, jadi kata satu dia ganti jadi dua.
Seena punya Anggi dan Cara yang jadi sahabatnya. Walaupun sekarang Cara sedang marah pada mereka, tapi gadis itu tetap sahabatnya, kan? Apapun kondisinya, Seena akan selalu menganggap mereka sahabat terbaiknya.
Cara masih mendiamkan keduanya sejak hari itu. Mungkin ucapan Seena dan Anggi terdengar seperti sebuah penolakan untuk hubungannya dengan Gilang. Padahal, Seena dan Anggi melakukannya benar benar karena mereka ingin yang terbaik untuk Cara. Bukan tentang Gildan yang menyukainya, tapi tentang bagaimana cara Cara memilih orang yang dia jadikan pacar. Mereka baru saja saling dekat, belum terhitung bulan tapi Cara sudah memutuskan kalau dia mencintai Gilang. Bukannya itu aneh?
Setiap tidak sengaja berpapasan, baik Anggi maupun Seena pasti menyempatkan diri untuk menyapa Cara. Tapi respon gadis itu justru melenggang pergi tanpa mau menatap keduanya. Mungkin, kekesalannya sangat menumpuk.
''Car, udah dong, sampai kapan kita mau diem dieman gini?'' Keluh Anggi yang tidak sengaja bertemu Cara di lorong sekolah. Anggi bersama Seena, gadis itu hanya diam saja karena merasa Cara terlalu berlebihan.
Cara berhenti tidak jauh dari keduanya, terdengar helaan nafas dari gadis berambut gelombang itu. Cara berbalik memperhatikan Seena dan Anggi yang tengah menatapnya.
''Lo nggak kangen apa sama kita?'' Tanya Anggi.
''Caramel, baikan dong,'' ucap Seena menambahi. Gadis itu sebenarnya merindukan kebersamaan mereka, walaupun rasanya mereka sedikit egois satu sama lain, tapi tetap saja kebersamaan mereka jauh lebih penting.
Cara tersenyum tipis, ia berjalan menghampiri kedua sahabatnya yang menunggunya sambil merentangkan tangan mereka. Ketiganya berpelukan erat setelah beberapa hari tidak saling bertegur sapa. Melupakan sejenak apa yang membuat mereka bertengkar beberapa hari yang lalu.
''Gue juga kangen sama kalian,'' ucap Cara di sela sela pelukannya dengan Anggi dan Seena.
''Jangan ngambek ngambek lagi ya, kita kan bestfriend,'' ucap Anggi.
''Iya deh, gue kesepian banget kalau nggak ada kalian.'' ujar Cara.
''Apalagi gue, dua hari Seena nggak masuk, gue nggak punya temen.'' Kata Anggi menimpali. Sebenarnya dia punya banyak teman. Hanya saja pergaulannya yang selalu dengan Cara dan Seena membuatnya kurang nyaman dengan yang lainnya.
''Lo kan udah jadian sama Al, dia berangkat, kan?'' Tanya Cara.
Mereka sudah tidak saling memeluk, hanya berjalan bersama di aepanjang lorong sambil merangkul satu sama lain. Dengan posisi Seena ada di tengah tengah mereka karena dia paling pendek.
''Dia ketua osis, Sista! Yakali gue ikut dia rapat kemana mana.'' Ucap Anggi sewot.
''Temen lo nggak cuma kita, lo kan bisa temenan sama yang lain juga.'' Jawab Cara. Menanggapi ucapan Anggi dengan suara yang sama hanya akan memperlama masalahnya. Lebih baik mengalah saja, kan?
''Rasanya beda, karena kalian bener bener temen gue.'' ucap Anggi.
Seena hanya diam saja menyimak pembicaraan teman temannya. Membiarkan tangan Anggi dan Cara merangkul bahu dan lehernya bersamaan. Ini sudah biasa terjadi, walaupun Cara tidak jauh lebih tinggi darinya, tapi ia masih sadar diri akan tingginya yang hanya sebatas telinga Anggi saja. Atau malah lebih pendek dari itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
ECCEDENTESIAST [✔]
Teen Fiction"Papa pura pura sayang ya sama aku, 15 meniiitt aja. Biar aku tau rasanya punya papa yang sayang sama aku, walaupun cuma pura pura." Seena mengerti seperti apa kehidupan yang ia jalani saat ini. Sebuah kehidupan dengan dirinya sebagai peran utamanya...