34.Sebuah permintaan

375 17 0
                                    

''Cuma satu untuk yang pertama dan terakhir kalinya.''
.

Seena terbangun dalam keadaan pusing yang luar biasa menyerang kepalanya. Sebagian tubuhnya masih sulit untuk digerakkan namun tidak semati rasa tadi. Ia mengerjabkan kedua matanya beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke matanya. Menatap ke sekeliling kamarnya dan mendapati dua orang laki laki duduk di sebelah kanan dan kirinya.

Ia tidak terkejut mendapati Seano ada di sisi kanannya, duduk di sebelahnya di atas kasur. Tapi melihat Danis ada di sisi kirinya, membuat Seena sedikit tersentak.

''Papa?'' Ucapnya. Seena menatap Danis sendu, meski pria itu hanya membalas datar tatapannya.

''Gimana keadaan kamu?'' Tanya Danis.

Seena merasa tidak sesesak biasanya saat menatap wajah papanya. Seolah ikatan kuat yang mengikat dadanya sedikit melonggar begitu ia mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan yang ia tunggu selama usia hidupnya selama ini. Akhirnya bisa ia dengar untuk pertama kalinya.

Melihat Seena menangis, Danis justru mengernyit bingung. Ia tidak merasa berlaku kasar pada putrinya itu seperti biasanya. Kenapa Seena malah menangis lagi.

''P-papa,--- papa tanyain keadaan aku?'' Tanya Seena terbata. Ia sangat ingin berdiri saat ini, melompat kesenangan karena untuk pertama kalinya Danis memperhatikannya.

Danis mengangguk kaku, ia memalingkan wajahnya dari Seena. Tidak mau melihat wajah sendu namun sarat bahagia itu. Apa sesenang itu Seena hanya mendengar pertanyaan kabar darinya?

Seandainya Danis tau seberapa lama Seena menunggu pertanyaan itu.

''Aku nggak pernah sebaik ini,'' jawab Seena.

Hati Danis mencelos mendengarnya. Kalimat Seena terdengar begitu bahagia. Seolah ia adalah manusia paling baik baik saja di dunia. Padahal yang Danis lihat, Seena begitu kesulitan hanya untuk membuka mulutnya.

Tadi, sebenarnya Danis akan meninggalkan Seena bersama Seano. Tapi, anak laki lakinya itu menghentikannya dan menghantamnya dengan kalimat tajamnya.

''Seena butuh papa, setelah apa yang selama ini papa lakuin ke dia, apa papa tega buat ninggalin dia dalam keadaan seperti ini?''

Danis berhenti melangkah saat tangannya sudah menyentuh handel pintu. Ia tidak berbalik, ia hanya diam di tempatnya.

''Papa masih banyak ker---''

''Apa kerjaan papa lebih penting dari anak papa sendiri?! Apa papa bakal peduli sama Seena hanya kalau dia udah mati?'' Tanya Seano. Seketika membuat Danis meremang, pria itu berbalik dengan cepat menatap tajam putranya yang juga tengah menatapnya sama.

''Apa maksud kamu?''

Seano mengalihkan tatapannya, ia menatap Seena yang terbaring pingsan di hadapannya. Terlihat sangat tersiksa meski ia masih menutup matanya. Seano meringis pelan, bahkan dalam tidurnya saja, Seena masih menderita.

''Seena sakit, pa.''

Danis menggerakkan tangannya secara perlahan ke arah kepala Seena. Gerakannya kaku, kontras dengan ekspresi datarnya saat ia perlahan mengusap kepala anak gadisnya itu.

Air mata Seena kembali meleleh, ia memejamkan kedua matanya merasakan sentuhan tangan papanya di kepalanya. Jadi seperti ini rasanya di perhatikan oleh ayah sendiri? Kenapa rasanya begitu menyenangkan dan menyakitkan dalam satu waktu?

''Kamu sakit apa?''

Seena membuka matanya pelan, bagaimana Danis tau? Ia pikir yang tau tentang penyakitnya hanya Al saja.

ECCEDENTESIAST [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang