17.Makasih

383 21 1
                                    

[17.Makasih.]

''Setiap masalah memiliki ujung, entah itu bahagia atau menyedihkan. Masalahku belum berujung, karena ini mungkin saja baru sebuah prolog.''

.

''KAMU PIKIR AKU NGGAK TAU?! LAKI LAKI ITU, DIA SAMA SEKALI TIDAK ADA HUBUNGAN DARAH DENGANMU!''

''MEMANGNYA PENTING BUAT KAMU?! UNTUK APA KAMU NGURUSIN HIDUP AKU?!''

''KAMU MASIH ISTRIKU, ELLE! AKU SANGAT BERHAK!''

''Istri? Kamu masih ingat kalau punya istri?'' Elleana menurunkan nada bicaranya menjadi sinis.

Danis memijit pangkal hidungnya pelan, kepalanya sakit. Rasanya mau pecah saat jam masih menunjukkan pukul 4 pagi, istrinya itu kembali untuk mengemasi barang barangnya. Harusnya pagi ini ia bisa tidur nyenyak setelah menyelesaikan semua tugas kantornya semalaman. Tapi dengan tidak tahu dirinya, Elleana pulang untuk pergi lagi.

''Jangan memancing emosiku terus, Elleana! Kenapa kamu tidak pernah puas dengan hidupmu, hah?! Aku pikir aku sudah memberikan semuanya untukmu, apa yang kurang sampai kamu harus bermain di belakangku seperti ini?!''

''Aku bosan!! Kamu tau aku kesepian, Danis! Kerja kerja kerja, apa cuma itu yang bisa buat kamu bahagia?''

Danis mengusap wajahnya kasar, ia mengambil langkah lebar maju dua langkah mendekati Elleana dengan wajah merah penuh amarah. ''Aku kerja buat kamu, buat anak anak! Uangnya 'kan juga buat shopping kamu! Bukannya dulu kamu nggak pernah permasalahin itu?''

''Itu dulu, sekarang aku capek. Aku harus terus nahan sabar saat kamu pulang malam dan masih harus lanjutin kerjaan kamu sampai pagi. Sehari kita ketemu berapa kali? Cuma sekali itu pun bisa dihitung berapa detik.'' Sentak Elleana.

Teriakan dibalas teriakan, makian dan segala macam ujaran kebencian mereka ucapkan. Emosi tidak terkontrol, keduanya larut dalam amarah masing masing.

''Terus, apa mau kamu sekarang?!''

''Aku--'' Elleana berhenti berucap saat ia menangkap bayangan seseorang memasuki rumah. ''Besok kita bicarain lagi,'' Sambil memungut tas dan dua buah koper besar yang ia bawa tadi, Elleana menatap Danis penuh kebencian lalu berjalan keluar dari rumah itu.

Ia berpapasan dengan Seena yang menatapnya sendu penuh tanya. Juga Seano yang menajamkan penglihatannya terhadap mamanya itu. Elleana tidak mempedulikan keduanya, ia hanya melirik sebentar lalu melanjutkan jalannya.

''Mama,'' Ucap Seena lirih. Ia hanya bisa menatap kepergian mamanya itu tanpa bisa melakukan apa apa.

''Pa, mama mau kemana?'' Tanya Seano yang kebingungan melihat apa yang terjadi pagi ini.

Danis menatap keduanya dengan tatapan datar, ''Nggak tau,'' Ucapnya lalu masuk ke dalam kamarnya disusul bantingan pintu yang sangat keras.

Seano menarik Seena kedalam pelukannya saat mendengar suara bantingan pintu tadi. Seena terkejut dengan suara keras itu dan langsung menangis di dalam pelukan kakaknya. Lagi lagi, hidupnya tidak pernah bisa tenang.

* * *

Empat hari setelah peristiwa itu, semua berjalan seperti biasanya. Seolah kasus bunuh diri Nadira itu tidak pernah terjadi. Seolah gadis itu tidak pernah ada. Orang orang menganggap semua baik baik saja seperti biasanya. Sekolah belum masuk, masih ada sisa libur selama 1 hari. Setelah study tour, semua siswa diberikan jatah libur selama 4 hari penuh. Dan besok di hari kelima, semuanya sudah harus masuk sekolah lagi.

Samuel mengeluarkan sepeda motornya dari garasi rumahnya. Jaket berwarna putih melekat di badannya. Sudah pukul 5 sore, dia harus segera pergi. Pintu garasi ia tutup, tapi ia harus kembali ke kamarnya untuk mengambil helm.

ECCEDENTESIAST [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang